Liputan6.com, Jakarta Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsyi menanggapi soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut memegang data intelejen partai politik (parpol).
Menurut dia, seorang kepala negara punya data intelejen sebenarnya merupakan hal yang wajar.
Advertisement
"Di negara Indonesia itu ada Presiden, Presiden mengangkat Kapolri, Intelkam, ada BAIS, ada BIN, itu kan diangkat Presiden tuh. Terus yang Intel, itu emang alat-alat negara yang langsung strukturalnya ke Presiden, untuk informasi," kata Aboe di DPP NasDem, Jalan Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).
"Sebenarnya Presiden enggak usah ngomong kayak gitu juga kita udah paham dia tahu isi intel semua," sambung dia.
Hanya saja, Aboe menilai Presiden Jokowi sedang menghibur, supaya para partai politik lebih berhati-hati jelang kontestasi Pilpres 2024.
"Cuma Presiden ini senang kalau menghibur kita. Menghibur kita supaya lebih hati-hati. Seakan-akan ada apa di NasDem, nggak ada sama aja pengen menang Pemilu. Intinya itu. Jadi buat kami yang diungkapkan Presiden itu hal biasa," ucap dia.
Lebih lanjut, Aboe menyebut tetap berpikir positif terhadap Presiden Jokowi.
Dia meyakini, Presiden Jokowi tak akan menggunakan data-data intelejen itu untuk tujuan yang tidak baik.
"Saya yakin beliau juga tidak mungkin membocorkan hal-hal yang tidak baik, tidak mungkin. Nggak mungkin, lucu jadinya," kata Aboe.
Jokowi Akui Punya Data Intelijen Soal Parpol
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri undangan relawan Sekretariat Nasional (Seknas) yang dilangsungkan di Bogor, Jawa Barat. Pada pidatonya, Jokowi menyinggung soal pentingnya tahun 2024 untuk pijakan bangsa menuju Indonesia menjadi negara maju.
"Mengenai 2024, saya ini ulang-ulang terus ini, karena ini penting. Sebab 2024-2029-2034 itu sangat menentukan negara kita bisa melompat menjadi negara maju atau kita terjebak dalam midle income trap," wanti Jokowi.
Jokowi menegaskan, Indonesia tidak boleh mengikuti jejak negara lain yang pernah memiliki kesempatan yang sama dengan Indonesia saat ini. Sayangnya, tidak semua dari mereka berhasil dan sampai sekarang masih terjebak dengan status negara berpenghasilan menengah.
"Saya berikan contoh di Amerika Latin banyak negara di tahun 50 (1950) ditahun 60 (1960an), ditahun 70 (1970) sudah menjadi negara berkembang tapi sampai saat ini mereka juga masih tetap menjadi negara berkembang tidak bisa keluar dari jebakan ini," kata Jokowi.
Jokowi yakin, Indonesia bisa berhasil melewati tantangan tersebut. Kuncinya, dimulai dari tahun 2024. Karena dari sanalah bonus demografi bisa lebih diberdayakan dan program hilirisasi bisa lebih digenjot oleh sang penerus tongkat estafet kepemimpinan.
“Kesempatan itu hanya ada di tiga periode kepemimpinan nasional kita. itu lah yang sulit bapak/ibu saudara sekalian. kita punya kesempatan, kita apunya bonus demografi dan hilirisasi,” yakin presiden.
Advertisement