Liputan6.com, Tehran - Iran sepakat dengan Amerika Serikat untuk membebaskan lima orang warga AS yang dipenjara di negara tersebut. Sebagai gantinya, AS menyerahkan uang tebusan sebesar USD 6 miliar (Rp92,2 triliun).
Kesepakatan itu dijembatani oleh Qatar. Empat pria dan satu wanita tersebut lantas diterbangkan ke Qatar untuk selanjutnya pulang ke AS.
Advertisement
Berdasarkan laporan BBC, Selasa (19/9/2023), salah satu dari orang yang bebas itu adalah Siamak Namazi (51). Ia merupakan seorang pebisnis yang mendekam selama hampir delapan tahun di penjara Evin yang reputasinya kelam.
Ada juga sosok pegiat lingkungan Morad Tahbaz (67) yang dipenjara Iran sejak 2018. Pihak AS berkata kelima orang itu ditahan karena tuduhan yang tak berdasar, serta ditangkap untuk digunakan sebagai alat tawar politik.
Satu lagi adalah pebisnis Emad Shargi yang ditangkap pada 2018. Dua sosok lagi namanya tidak dipublikasikan.
"Lima warga Amerika yang tidak bersalah yang dipenjara Iran akhirnya pulang," ujar Presiden Joe Biden setelah pesawat lima orang itu tiba di Doha,ibu kota Qatar.
Presiden Joe Biden berkata lima orang itu telah menangguh "kesengsaraan, ketidakpastian, dan penderitaan".
Uang yang diberikan AS ke Iran sebenarnya merupakan uang milik Iran yang ditahan di Korea Selatan.
Siamak Namazi dalam pernyataannya mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang tidak melupakan dirinya.
"Terima kasih karena telah menjadi suara saya ketika saya tidak bicara tentang diri saya sendiri dan memastikan saya didengarkan ketika saya mengumpulkan kekuatan untuk menjerit dari belakang tembok tak tertembus dari Penjara Evin," ujarnya.
Selain itu, AS juga memberikan grasi kepada lima orang Iran yang dipenjara di AS. Pemerintah Iran mengidentifikasi lima orang itu sebagai Reza Sarhangpour, Kambiz Attar Kashani, Kaveh Lotfolah Afrasiabi, Mehrdad Moein Ansari and Amin Hasanzadeh.
Inggris, Prancis dan Jerman Tolak Cabut Sanksi Iran Berdasarkan Perjanjian Nuklir 2015
Terkait sanksi Iran, Inggris, Prancis, dan Jerman tidak akan mencabut sanksi terhadap Iran sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian nuklir 2015. Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh pemerintah negara-negara terkait.
Berdasarkan ketentuan perjanjian, sejumlah sanksi PBB akan dicabut pada 18 Oktober 2023 sebagai bagian dari klausul akhir yang memungkinkan Iran mengimpor dan mengekspor rudal balistik, termasuk rudal dan drone dengan jangkauan 300 km atau lebih.
Dalam suratnya kepada Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, tiga negara Eropa tersebut mengatakan pada Kamis (14/9/2023), Iran telah melakukan pelanggaran serius terhadap perjanjian tersebut dalam hal tingkat penyimpanan uranium yang diperkaya dan diperbolehkan PBB terhadap program nuklirnya dan dengan demikian sanksi yang berkaitan dengan program rudal balistiknya harus tetap berlaku.
Inggris, Prancis, dan Jerman mengungkapkan bahwa penolakan mereka untuk mencabut sanksi sesuai dengan klausul akhir yang karena memuat mekanisme jika terjadi perselisihan mengenai apakah salah satu pihak melanggar perjanjian.
Lebih lanjut, Inggris menerangkan bahwa pihaknya telah mendaftarkan perselisihan mengenai ketidakpatuhan Iran pada tahun 2020. Namun, Iran tidak meresponsnya sama sekali dalam batas waktu 30 hari yang disepakati.
"Para menteri luar negeri menyatakan bahwa Iran tidak mematuhinya sejak 2019 dan menganggap bahwa hal ini belum diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa JCPOA (sebutan resmi perjanjian nuklir Iran 2015)Mereka menyatakan niatnya untuk tidak mengambil langkah terkait pencabutan sanksi lebih lanjut pada hari transisi JCPOA pada 18 Oktober 2023," demikian disampaikan Borrell terkait surat dari Inggris, Prancis, dan Jerman, seperti dilansir The Guardian, Sabtu (15/9).
Advertisement
Komitmen Mencegah Iran Mengembangkan Senjata Nuklir
Inggris mengatakan pihaknya dan mitra-mitranya terus berkomitmen mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Sanksi PBB yang akan dicabut pada 18 Oktober ditujukan terhadap individu dan entitas yang terlibat dalam program rudal, nuklir, dan senjata Iran lainnya. Aturan-aturan tersebut sekarang akan dimasukkan ke dalam undang-undang domestik di Inggris, Prancis, dan Jerman.
"Iran terus melanggar komitmennya berdasarkan JCPOA dan memajukan program nuklirnya melampaui semua pembenaran sipil yang dapat dipercaya. Bersama mitra Prancis dan Jerman, kami telah mengambil langkah yang sah dan proporsional dalam menanggapi tindakan Iran," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris.
"Inggris dan mitra kami tetap berkomitmen terhadap solusi diplomatik, tetapi Iran sekarang harus mengambil langkah jelas menuju deeskalasi. Kami berkomitmen untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir."
Inggris mengatakan persediaan uranium yang diperkaya Iran 18 kali lipat dari batas yang ditetapkan dalam JCPOA dan ratusan mesin sentrifugal canggih telah dibangun dan dikerahkan. Iran membenarkan tindakan tersebut sebagai respons yang sah setelah Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) dari perjanjian nuklir 2015.
Dalam pertemuan dewan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada Kamis pagi, 63 negara menandatangani pernyataan yang menyebutkan bahwa Iran melanggar kewajibannya untuk menjelaskan penemuan partikel uranium di lokasi yang dirahasiakan kepada inspektur nuklir PBB.
Iran baru-baru ini mencairkan sebagian kecil persediaan uraniumnya yang diperkaya 60 persen.
Menurut Israel, Iran memiliki cukup uranium yang diperkaya untuk membuat satu bom nuklir dalam waktu seminggu, namun Iran tidak memiliki kemampuan untuk menembakkan senjata semacam itu.