Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI mengusulkan agar Pemerintah memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) gabah di tingkat penggilingan padi. Langkah ini diperaya bisa mengendalikan harga gabah sekaligus mengendalikan harga beras.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menilai, permasalahan terus naiknya beras ini karena masalah pasokan. tentu saja jika dilihat penyebabnya adalah tingginya harga gabah.
Advertisement
Untuk itu, Ombudsman mengusulkan agar Badan Pangan Nasional (Bapanas) membuat kebijakan HET gabah di tingkat penggilingan padi, guna mengendalikan harga gabah di tingkat petani.
“Apabila dalam mitigasi yang dilakukan pemerintah ada indikasi harga gabah akan terus naik tak terkendali, Ombudsman mengusulkan segera dibuat HET gabah di tingkat penggilingan padi. Sehingga harga gabah bisa lebih dikendalikan,” kata Yeka saat ditemui di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).
Namun dengan catatan, penerapan HET gabah ini perlu dievaluasi setiap minggu. Menurutnya, jika harga gabah sudah terkendali, HET gabah dapat dipertimbangkan untuk dihapus. Perumusan kebijakan HET gabah juga harus mempertimbangkan komponen produksi di tingkat petani.
Misalnya, saat ini harga gabah mencapai Rp 6.500-7.300 perkilogram. Jika terus menerus naik, maka akan lebih mudah bagi pemerintah melakukan kontrol terhadap HET gabah di penggilingan padi daripada mengontrol HET beras di pasar.
HET beras medium, zona 1 Rp10.900, untuk zona 2 Rp11.500, untuk zona 3 Rp11.800. Kemudian untuk HET beras premium, zona 1 Rp13.900, zona 2 Rp14.400, dan zona 3 Rp14.800.
Sementara, saat ini harga beras premium berdasarkan data Bapanas mencapai Rp 14.270, sedangkan Data SP2KP Kemendag sebesar Rp 14.555. Terjadi kenaikan harga sekitar 14,34-15,26 persen berdasarkan perbandingan harga antara bulan September 2022 dengan September 2023.
Sedangkan harga beras medium, berdasarkan data Bapanas saat ini mencapai Rp 12.620, sedangkan data SP2KP Kemendag sebesar Rp 12.740. Terjadi kenaikan harga beras medium sekitar 15,25-20,15 persen, berdasarkan perbandingan harga antara bulan September 2022 dengan September 2023.
HET Beras Tak Efektif
Alhasil, kebijakan HET beras dinai kurang efektif untuk meredam harga beras, karena harga beras di pasar saat ini sudah melebihi HET. Yeka menilai pengawasan terhadap HET beras juga kurang efektif.
Selain itu, Ombudsman juga mengusulkan agar Bapanas membuat kebijakan pembatasan peredaran gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) lintas provinsi. Sehingga dapat terukur kesediaan stok gabah di masing-masing wilayah.
Kepada Kementerian Pertanian, Ombudsman mengusulkan agar membuat kebijakan yang mengatur tentang kerja sama antara penggilingan kecil dengan penggilingan besar dalam penyerapan dan penggilingan padi dari petani.
Ombudsman juga memberikan masukan kepada Perum Bulog untuk mempercepat impor beras dari berbagai negara guna kepentingan pasokan Cadangan Beras Pemerintah (CBP)
“Tata Kelola importasi agar tetap mengacu pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan mengedepankan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG),” tegas Yeka.
Advertisement
Asas Ultimum Remidium
Mengenai operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) , Ombudsman menilai agar dilakukan langsung kepada masyarakat konsumen. Sehingga lebih tepat sasaran dan mempersingkat waktu beras murah sampai kepada masyarakat.
Untuk Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum, Ombudsman meminta agar selalu mengedepankan asas Ultimum Remidium dalam Pengawasan Tata Niaga Beras, karena penegakan hukum melalui pidana dikhawatirkan dapat membuat pasokan beras semakin langka di pasar.
“Kebijakan HET beras jangan dijadikan momok untuk menjerat yang akhirnya malah menyebabkan suplai beras menjadi tidak lancar. Jangan sampai supermarket atau minimarket melakukan pembatasan pembelian beras karena akan menyebabkan panic buying,” pungkasnya.
Baca Juga