Liputan6.com, Yogyakarta - Indonesia eksportir batu bara terbesar namun cadangan batu bara didominasi batu bara peringkat rendah dengan nilai kalori di bawah 4000 kilokalori per kilogram sehingga nilai harga jual yang rendah dan bahkan tidak laku di pasaran. Kondisi ini membuat banyak produsen batu bara melakukan peningkatan nilai kalori batu bara dengan upgrading browning coal namun memakan biaya cukup besar sehingga secara ekonomi dianggap tidak efisien.
Ferian Anggara peneliti dari Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, mengatakan batu bara dengan nilai kalori rendah dapat memiliki nilai tambah dengan perlakuan proses grinding, oksidasi dan ekstraksi sehingga bisa menghasilkan produk asam humat. Asam memiliki manfaat di bidang pertanian karena meningkatkan kesuburan tanah dalam menyerap unsur hara, retensi air dan meningkatkan kapasitas pertukaran kation.
“Asam humat ini biasa dipakai bersama dengan pupuk untuk meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap pupuk. Sebab asam humat bisa memperbaiki kesuburan tanah sehingga pupuk yang diberikan bisa diserap tanaman dengan lebih baik. Jadi asam humat itu bisa memperbaiki media tanam, sangat penting untuk pertanian,” ujarnya usai mengikuti penandatanganan nota kesepahaman bersama antara UGM dan PT Bukit Asam, di Auditorium Fakultas Teknik UGM Jumat 15 September 2023.
Baca Juga
Advertisement
Ferian mengatakan untuk riset teknologi ekstraksi asam humat dari batu bara ini bekerja sama PT Bukit Asam yang diketahui memiliki IUP Peranap dimana terdapat produksi batu bara dengan nilai kalori rendah.
“Mereka kesulitan untuk menjual produk batu baranya. Salah satu hal yang kami ajukan dengan memanfaatkan batu bara peranap tersebut menggunakan ekstraksi asam humat ini,” katanya.
Ferian mengatakan dari hasil penelitiannya setiap ekstraksi satu ton batu bara peranap mampu menghasilkan menghasilkan 50 persen asam humat (500 kilogram). Padahal awalnya tim dari Ferian Anggara hanya menargetkan hasil ekstraksi asam humat sebesar 20 persen setiap satu ton batu bara peranap dan nilai kalori batu bara pun meningkatkan sebesar 20 persen setelah dilakukan ekstraksi.
“Jadi hasil akhir dari ekstraksi asam humat batu bara ini ada dua, bisa menghasilkan asam humat yang bisa kita jual dan sisanya batu baranya dengan peningkatan nilai jumlah kalori yang signifikan,” katanya.
Ferian mengatakan teknologi ekstraksi asam humat batu bara peranap sejalan dengan program pemerintah untuk peningkatan nilai tambah batu bara yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020. Kerja sama pengembangan teknologi ekstraksi asam humat yang dilakukan UGM dan Bukit Asam adalah percepatan hilirisasi produk asam humat agar dapat diproduksi secara massal.
“Tahun depan 2024 kami akan membuat prototipe dengan skala produksi asam humat 60 ton per tahun dari batu bara peranap di wilayah Riau Tengah,” ujarnya.