Peduli Terhadap ODGJ, Kranggan Klaten Dipilih Jadi Desa Inklusif

Apresiasi ini diberikan menyusul adanya Posyandu GEMAS KETAWA (Gerakan Masyarakat Sadar Kesehatan Jiwa) dan kegiatan pemberdayaan ekonomi ODGJ.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 21 Sep 2023, 12:43 WIB
Peduli Terhadap ODGJ, Desa Kranggan di Klaten Dinobatkan Jadi Desa Inklusif oleh KND. Foto: dok. pribadi.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Nasional Disabilitas (KND) menobatkan Desa Kranggan sebagai desa inklusif. Bukan tanpa alasan, desa ini dicap inklusif lantaran mampu merangkul orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) agar kembali berdaya.

Desa yang berada di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini telah dinobatkan sebagai desa inklusif sejak Desember 2022. Penobatan dilakukan langsung oleh Ketua KND Dante Rigmalia dan diterima oleh Bupati Klaten Sri Mulyani dan Camat Polanharjo.

Apresiasi ini diberikan menyusul adanya Posyandu GEMAS KETAWA (Gerakan Masyarakat Sadar Kesehatan Jiwa) dan kegiatan pemberdayaan ekonomi ODGJ.

Kepala Desa Kranggan, Gunawan Budi Utomo, menjelaskan soal tujuan adanya pendampingan yang dilakukan terhadap penyandang ODGJ di desanya.

Tujuannya tak lain agar masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan jiwa memiliki kegiatan yang positif.

”Karena, kalau mereka dikasih kegiatan yang positif, otomatis mindset mereka juga nanti akan positif juga. Dengan seringnya bersosialisasi di Posyandu, kepercayaan diri mereka akan terbangun kembali,” kata Gunawan mengutip keterangan pers, Rabu (20/9/2023).

Dia menambahkan, orang yang mengalami gangguan jiwa sebaiknya tidak di-judge (dihakimi) bahwa mereka itu orang gila.

“Karena, semakin di-judge sebagai orang gila, mereka itu akan semakin jatuh mentalnya. Nah, karena itulah kami membentuk Posyandu Jiwa ini untuk membuat bagaimana caranya agar mereka para ODGJ itu bisa tetap bersosialisasi dan bisa memfungsikan dirinya sebagai masyarakat,” imbuhnya.


Upaya Cegah Kekambuhan Gangguan Jiwa

Inspiratif, Komunitas Masyarakat di Klaten Beri Pendampingan pada ODGJ agar Kembali Berdaya. Foto: dok. pribadi.

Posyandu Jiwa ini berjalan dengan bantuan para relawan. Semua relawan di Posyandu ini dituntut untuk melakukan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM).

Artinya, harus peduli kepada saudara-saudara yang mengalami gangguan jiwa dan bisa merasakan apa yang dialami oleh para ODGJ.

Gunawan menambahkan, untuk mencegah agar para ODGJ yang sudah sembuh tidak sampai kambuh lagi, maka pihaknya akan memberi stimulan.

”Jadi, mereka pengennya usaha apa, pengen cari hiburan apa, kita akan bantu. Ada yang pengen melihara ayam, kambing, kita kasih. Jadi, mereka tidak mempunyai pikiran yang nganggur dan mempunyai aktivitas,” katanya.


Bantuan Komunitas Masyarakat

Kepedulian terhadap ODGJ di Desa Kranggan juga ditunjukkan oleh komunitas masyarakat Inklusi Center Kecamatan Karanganom Bhakti Negeri (ICKKBN).

Menurut Ketua ICKKBN, Srimulyo salah satu upaya yang dilakukan untuk menangani masalah jiwa di desa tersebut adalah pelayanan gangguan jiwa anak.

“Untuk tahun ini kami akan lakukan pendekatan dengan pengembangan pelayanan anak dengan gangguan jiwa,” kata Srimulyo mengutip keterangan pers Aqua.

Dia menambahkan, para penyandang disabilitas mental di Desa Kranggan ini kebanyakan mengalami masalah kejiwaan akibat stres himpitan ekonomi keluarga. Ada pula yang menyandang gangguan jiwa karena putus cinta.

Maka dari itu, lanjut Srimulyo, ICKKBN berusaha memberi perlindungan dan terapi pada para ODGJ sehingga bisa diterima lagi di masyarakat.

“Tidak hanya itu, kita juga berusaha untuk mendorong sampai ke tingkat kemandirian mereka secara ekonomi agar memiliki masa depan,” katanya.


Hasil Positif Pendampingan ODGJ

Salah satu penyandang disabilitas mental yang sudah merasakan manfaat dari pendampingan dan pembinaan yang dilakukan ICKKBN di Posyandu Jiwa Desa Kranggan adalah Erna Yulianti.

Wanita 32 tahun yang sudah memiliki dua anak ini mengalami gangguan jiwa akibat himpitan ekonomi keluarga yang dialaminya bersama suami. Kabar baiknya, kondisinya saat ini sudah mulai pulih.

”Saya stres karena tekanan ekonomi keluarga yang kurang. Akibatnya, saya sering hanya merenung sendiri dan kalau sudah marah tidak bisa mengontrol diri saya. Apalagi suami saya yang pekerjaannya hanya seorang pembuat pisau saja belum bisa memberikan apa-apa untuk keluarga,” tuturnya.

Melihat kondisi tersebut, dia lalu diajak Kepala Desa Kranggan untuk mengikuti kegiatan dan pembinaan di kantornya.

”Saya waktu itu diajak Pak Kades. Katanya biar rileks. Benar, setelah mengikuti kegiatan ini selama enam bulan ini saya nggak stres lagi. Dengan mengikuti kegiatan di Posyandu, saya sekarang bahkan sudah mulai membuat usaha baru yaitu jual tanaman bersama suami,” tuturnya.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya