Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan kapasitas terpasang pembangkit panas bumi masih terbilang lambat di Indonesia. Padahal, Indonesia sudah memulai pemanfaatannya sejak 1984 dan potensi masih sangat besar.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi mengungkap, saat itu Pertamina Geothermal Energy mengelola sekitar 30 MW. Cukup besar tetapi memang pertumbuhannya dinilai lambat atau hanya sekitar 60 MW per tahun.
Advertisement
"Hingga saat ini terpasang sudah 2.378 MW, atau rata-rata pertumbuhan kapasitas terpasang pertahunnya hanya sekitar 60 MW," kata dia dalam The 9th Indonesia International Geothermal Covention & Exhibition di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Laju pertumbuhan kapasistas terpasang pembangkit panas bumi itu jauh dari sumber daya yang dimiliki sekitar 24 ribu Megawatt. Dengan cadangan saat ini yang diperkirakan sebanyak 14 ribu MW.
Dia mengantongi sejumlah alasan lambatnya pertumbuhan kapasitas terpasang tadi. Dimana, solusinya juga tengah dicari seluruh pihak terkait. Pertama, adanya kesenjangan harga dengan nilai keekonomian.
Lalu, ada disparitas antara harga dan nilai keekonomian dan proyek yang menarik bagi investor. Tak cuma itu, dia menyoroti juga soal kerap berubahnha aturan yang memberikan ketidakpastian.
"Sesuai dengan tingginya risiko investasi dan harga yang terjangkau oleh satu-satunya pembeli yaitu PT PLN (Persero)," kata dia.
"Serta seringnya perubahan peraturan yang mengakibatkan ketidakpastian bagi pertumbuhan panas bumi," imbuhnya.
Bidik Investor
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membidik kerja sama di sektor pengembangan panas bumi tanah air. Salah satunya melihat adanya peluang melalui pameran panas bumi berskala internasional.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menilai perlu adanya pemanfaatan potensi panas bumi di Indonesia. Kerja sama yang dimaksudnya, diharapkan bisa didapat melalui gelaran 9th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2023 yang digelar September 2023 mendatang.
"Mengundang stakeholder, partners, untuk ikut berpartisipasi dalam forum ini. InsyaaAllah jadi forum terbaik bagaimana stakeholder panas bumi bisa ada platform untuk bertemu, sharing dan komunikasi dan menignkatkan kerja sama dari korporasi maupun pengembangannya," ujar dia dalam Launching IIGCE 2023, di Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Advertisement
Optimalkan Sumber Daya
Gelaran ini merupakan kerja sama antara Kementerian ESDM, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) hingga dukungan dari Asosiasi Panas Bumi Internasional. Dadan berharap mampu ada upaya dalam optimalisasi sektor panas bumi di dalam negeri lewat gelaran ini.
"Agar bagaimana kita dapat mengoptimalkan sumber daya ini, untuk memenuhi kebutuhan energi yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum API Prijandaru Effendi mengunkapkan ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Pertama, soal harga keekonomian. Kedua, mengenai regulasi yang sedang dirembuk oleh pemerintah.
"Mudah-mudahan (melalui gelaran IIGCE 2023) dapat membantu pemerintah menggalakkan energi baru terbarukan di Indonesia, itu gunanya kita gelar setiap tahun untuk menarik investasi di Indonesia," kata dia.
Minta Jaminan Investasi
Informasi, 'The 9th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2023' bakal digelar pada 20-22 September 2023 mendatang. Acara ini bakal memuat konvensi, eksibisi, technical paper, pre-conference workshop, serta field trip yang akan dilaksanakan sebagai penutup.
Mengangkat tema 'A Call for Geothermal Resources Optimization', API mengajak setiap pihak untuk turut kembali memfokuskan pada pengoptimalan sumber daya panas bumi Indonesia.
Mengingat, kata Prijandaru, potensi panas bumi di Indonesia yang cukup besar yang dinilai belum secara maksimal dimanfaatkan.
"Kami bisa jamin panas bumi industri seksi buat kita dna kita siap investasi asalkan diberikan keyakinan dan (jaminan) investasi," kata dia.
Advertisement