Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa kembali Bupati Mimika Eltinus Omaleng dalam penyidikan pengembangan perkara pembangunan gereja Kingmi Mile 32 tahap 1 tahun 2015 di Kabupaten Mimika.
Eltinus yang sempat divonis lepas dalam kasus ini akan diperiksa bersama Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob, dan dua pihak swasta bernama Sirajudin Machmud serta Handry Tuwaidan.
Advertisement
"Hari ini (20/9) bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi berikut," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (20/9/2023).
Diberitakan, KPK menetapkan lima tersangka baru kasus dugaan korupsi pembangunan gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua. Lima tersangka baru itu di antaranya dua aparatur sipil negara (ASN) dan tiga pihak swasta.
"KPK juga saat ini sudah mengembangkan proses penyidikannya dan menetapkan beberapa orang sebagai tersangka. Setidaknya ada tiga swasta dan dua ASN," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Berdasarkan informasi, lima tersangka itu yakni Kabag Kestra Pemkab Mimika Marthen Sawy, PNS Pemkab Mimika Totok Suharto, Kepala Cabang PT Satria Creasindo Prima Gustaf Urbanus Patandianan, Direktur PT Dharma Winaga Arif Yahya, dan Budiyanto Wijaya.
KPK juga mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Ali mengatakan, masa pencegahan ke luar negeri dilakukan selama enam bulan hingga Januari 2024. Selain Eltinus, KPK juga mencegah Totok Suharto, Gustaf Urbanus Patandianan, Arif Yahya, dan Budiyanto Wijaya.
Diketahui, hakim Pengadilan Tipikor pada PN Makassar memvonis lepas Eltinus Omaleng, terdakwa kasus dugaan suap pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Papua. Vonis lepas dibacakan pada Senin (17/7/2023).
"Kami menghargai putusan majelis hakim dimaksud sekali pun kami juga akan segera mengambil sikap dan langkah hukum berikutnya. Sehingga perkara tersebut saat ini tentu belum memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (17/7/2023).
Ali mengatakan, pembacaan vonis terhadap Eltinus Omaleng sempat ditunda dua kali. Padahal, terdakwa lainnya dalam perkara ini yakni Marthen Sawy selaku Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang juga Pejabat Pembuat Komitmen dan Teguh Anggara selaku Direktur PT Waringin Megah divonis 4 tahun penjara.
"Sedangkan terdakwa Eltinus Omaleng dinyatakan lepas dari tuntutan yang artinya terbukti ada perbuatan yang dilakukan namun menurut majelis hakim bukan termasuk kategori pidana," kata Ali.
KPK Ajukan Kasasi
KPK pun mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis lepas tersebut. KPK menyerahkan memori kasasi melalui Pengadilan Tipikor pada PN Makassar, Jumat (11/8/2023). Dalam memori kasasi tersebut, KPK menguraikan alasan pengajuan kasasi. Salah satunya yakni saat pembacaan vonis, hakim tidak membacakan pertimbangan hukum yang menjadi dasar pokok dari putusan.
"Atas tindakan majelis hakim yang hanya membacakan amar putusan tersebut, bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 195 dan Pasal 199 ayat (1) huruf b KUHAP," ujar Ali dalam keterangannya, Jumat (11/8/2023).
Selain itu, Ali mengatakan dasar putusan juga tidak sedikit pun memuat alasan dan pertimbangan yang memutus lepas dari segala tuntutan hukum. Pertimbangan putusan juga tidak sesuai dan bertolak belakang dengan fakta hukum yang diungkap tim jaksa selama proses persidangan.
"Dalam persidangan sebagaimana alat bukti yang dihadirkan tim jaksa dengan jelas menerangkan perbuatan terdakwa yang dengan perintah dan diketahui serta dikehendakinya untuk melakukan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Ali.
Atas dasar itu, Ali berharap majelis hakim kasasi mengabulkan permohonan KPK dan menyatakan Eltinus Omaleng bersalah dan dikembalikan ke dalam tahanan.
"KPK berharap Majelis Hakim pada Mahkamah Agung RI dapat memutus dan mengabulkan permohonan kasasi tim jaksa sebagaimana amar tuntutan dengan menyatakan bersalah dan dipidana penjara selama 9 tahun disertai membayar uang pengganti Rp2,5 miliar dan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik," Ali menandasi.
Advertisement