Liputan6.com, Jakarta Pada era yang serba terhubung dan otomatis ini, peran Kecerdasan Buatan atau artificial intelligence (AI) di tempat kerja menjadi semakin penting. Platform media sosial yang berfokus pada bisnis dan ketenagakerjaan, LinkedIn, menemukan bahwa orang Indonesia mendapatkan peringkat tertinggi di Asia Tenggara dalam hal mengadopsi alat Kecerdasan Buatan di tempat kerja.
Survei yang dilakukan oleh Censuswide dan melibatkan lebih dari 29.000 responden di seluruh dunia yang berusia di atas 16 tahun, dari tanggal 23 Agustus hingga 30 Agustus 2023. Dari hasil survei tersebut LinkedIn menyoroti bahwa 72% perusahaan di Indonesia telah memperkenalkan panduan untuk bekerja dengan AI.
Advertisement
Jumlah ini mencerminkan komitmen kuat perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengintegrasikan teknologi AI ke dalam operasi sehari-hari mereka. Berikut hasil survei LinkedIn tentang keunggulan Indonesia dalam mengadopsi kecerdasan buatan di tempat kerja yang Liputan6.com rangkum dari laman sea.mashable.com, Rabu (20/9/2023).
Indonesia Memimpin dalam Mengadopsi Kecerdasan Buatan di Tempat Kerja
Indonesia berhasil mengungguli negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina dalam mengadaptasi AI di pekerjaannya. Responden dari Indonesia menunjukkan tingkat kesiapan yang tinggi untuk mengadopsi alat-alat AI dalam pekerjaan mereka. Lebih jauh lagi, sebagian besar profesional di Asia Tenggara percaya bahwa AI akan memiliki dampak signifikan pada cara mereka bekerja.
Dalam survei ini, terungkap bahwa 78% profesional di Indonesia, 76% di Filipina, 70% di Malaysia, dan 65% di Singapura meyakini bahwa AI akan mengubah fundamental cara mereka menjalani tugas sehari-hari. Sementara itu, lebih dari setengah dari pekerja di berbagai bidang di Asia Tenggara yang disurvei oleh LinkedIn telah mulai menggunakan AI di tempat kerja. Indonesia kembali memimpin dengan 72% penggunaan AI di tempat kerja, diikuti oleh Singapura (56%), Filipina (55%), dan Malaysia (51%).
Salah satu temuan menarik lainnya adalah bahwa pekerja profesional Indonesia adalah yang paling aktif dalam memanfaatkan AI di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mendukung pengenalan AI dan memiliki tingkat adaptasi yang tinggi.
Namun, survei ini juga mencatat bahwa beberapa pekerja profesional di Asia Tenggara masih merasa cemas terhadap perkembangan AI di tempat kerja. Sekitar 48% responden dari Singapura, 43% dari Malaysia, 41% dari Filipina, dan 30% dari Indonesia mengungkapkan kekhawatiran akan kesulitan mereka dalam mengikuti perkembangan AI.
Sementara itu, sejumlah besar pekerja profesional di Asia Tenggara juga menunjukkan kesiapan untuk merangkul perubahan dan belajar lebih banyak tentang AI, meskipun mereka tidak tahu dari mana memulainya. Filipina (69%), Indonesia (66%), Singapura (63%), dan Malaysia (63%) semuanya memiliki persentase yang tinggi dalam hal kesiapan untuk belajar.
Selain itu, para pekerja profesional dari Indonesia juga menonjol dalam hal komunikasi dengan atasan mereka tentang bagaimana AI akan memengaruhi pekerjaan mereka. Sebanyak 96% profesional Indonesia siap untuk membicarakan dampak AI dengan atasan mereka, diikuti oleh Filipina (84%), Malaysia (80%), dan Singapura (77%).
Terlebih lagi, sebagian besar responden dari Indonesia percaya bahwa AI akan menjadi "rekan kerja tak terlihat" yang membantu mereka di tempat kerja dalam lima tahun ke depan. Ini menunjukkan bahwa mereka terbuka terhadap kemungkinan adanya angkatan kerja masa depan yang terintegrasi antara manusia dan AI.
Advertisement
Kecerdasan Buatan Membuka Peluang Baru
Pooja Chhabria, Ahli Karir dan Kepala Editorial Asia Pasifik di LinkedIn, menekankan bahwa perkembangan AI telah membuka peluang baru bagi para profesional Asia Tenggara. Kecerdasan Buatan memberi untuk bekerja secara berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Dia juga menekankan pentingnya mengembangkan softskill bersamaan dengan keterampilan AI.
"Perkembangan Kecerdasan Buatan, terutama Kecerdasan Buatan generatif, telah mengubah cara para profesional bekerja di masa depan. Meskipun mengejar ketertinggalan bisa menantang, para profesional di Asia Tenggara merangkul kemungkinan yang ditawarkan Kecerdasan Buatan, baik untuk membuat pekerjaan mereka lebih mudah atau membantu mereka meningkatkan karier mereka," ucap Chhabria kepada Mashable Asia Tenggara.
"Di LinkedIn, telah muncul peningkatan signifikan diskusi tentang topik ini dan anggota yang menambahkan keterampilan Kecerdasan Buatan ke profil mereka. Tampaknya para profesional menyadari pentingnya keterampilan lunak dalam menavigasi teknologi baru ini dan perubahan yang dibawanya," tambahnya.
Para pekerja profesional Indonesia mendapatkan peringkat tertinggi (55%) dalam hal belajar keterampilan mengoperasikan AI untuk mengefisienkan waktu mereka di tempat kerja. Filipina berada di posisi kedua dengan 51%, diikuti oleh Malaysia (50%) dan Singapura (44 persen).
Satu dari dua orang Indonesia dan Filipina pun percaya bahwa Kecerdasan Buatan akan menciptakan lapangan bermain yang setara untuk semua orang tanpa memandang kualifikasi pendidikan mereka. Indonesia juga memimpin dalam memperkuat jaringan profesional mereka sebesar 45%, diikuti oleh Filipina (40%), Malaysia (40%), dan Singapura (35%).
Meski hanya mencakup empat negara di Asia Tenggara dan tidak bersifat konklusif, survei ini memberikan gambaran yang cukup kuat tentang bagaimana para profesional di Asia Tenggara merespons penggunaan AI di tempat kerja. Dengan Indonesia memimpin dalam mengadopsi AI, tampaknya Asia Tenggara siap untuk menghadapi tantangan dan peluang yang datang dengan perkembangan teknologi ini di dunia kerja.