Anak Sekolah Korea Utara Disuruh Panen Jagung, Kerja Berjam-jam Tanpa Dibayar

Kim Jong Un menyuruh anak-anak sekolah untuk ikut kerja di ladang saat negaranya terkena masalah kelaparan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Sep 2023, 19:10 WIB
Kim sempat mencoba kendaraan tempur saat berkunjung. (STR/KCNA VIA KNS/AFP)

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara mengerahkan murid-murid sekolah sebagai buruh gratis untuk memanen jagung di tengah masalah kelaparan yang melanda negara sosialis tersebut. Pekerjaan itu dilakukan dari tengah hari hingga sore.

Setelahnya, tubuh murid-murid Korea Utara yang dieksploitasi tersebut akan diperiksa untuk memastikan mereka tidak mencuri jagung. Proses pemeriksaan tubuh itu ternyata menjadi masalah baru karena mengganggu kehormatan peserta didik, terutama perempuan.

"Pencarian itu melibatkan menepuk-nepuk murid untuk melihat apakah mereka membawa bijih jagung di kantung atau ikat pinggang mereka," ujar seorang warga di provinsi Pyongan Selatan kepada Radio Free Asia, dilansir Rabu (20/9/2023).

"Sejumlah murid marah dan menampar tangan petugas patroli yang mengangkat baju mereka, sambil bilang 'kenapa kamu memperlakukan saya seakan saya seorang pencuri?'" lanjut warga tersebut.

RFA melaporkan bahwa murid-murid Korea Utara memang kerap disuruh kerja tanpa bayaran di ladang beberapa kali setahun.

Pemerintah Kim Jong Un memakai jargon-jargon militer seperti "mobilisasi" dan "pertempuran" untuk menamai program kerja gratis ini.

Pertempuran jagung saat ini dimulai pada pekan lalu. Semua murid SMP dan SMA dimobilisasi untuk kerja dari jam 1 siang hingga 5 sore, ujar sumber RFA dari Pyongan Selatan.

"Anak laki-laki utamanya membawa jagung di punggung mereka yang dipanen dari ladang ke lokasi perontokan," ujar sumber Pyongan Selatan. "Anak perempuan mengupas kuliat bagian luar dari jagung yang dibawa anak laki-laki dan menyimpang jagung yang dikupas ke gudang."

Pada akhir pekerjaan, para murid harus diperiksa patroli jagung, yakni peternak yang ditugaskan polisi.

Pencarian ini dilaksanakan karena pemerintah Korut memerintahkan setiap ladang untuk meraih target. Jika tidak, maka pejabat pertanian akan disuruh bertanggung jawab.

Para murid perempuan terutama tidak nyaman saat tubuhnya dicari-cari tiap harinya. Sejumlah murid perempuan di kabupaten Ryongchon sampai kesal dengan metode para petugas patroli yang memegang-megang tubuhnya.

"Seorang siswi SMP protes dengan menunjukan kantongnya yang kosong kepada seorang petugas patroli yang mencoba memeriksa tubuhnya," ujar seorang petani di Pyongan Utara yang identitasnya enggan disebut.

"Gadis itu bilang, 'Saya bukan pencuri jagung. Kamu akan terus mendengar protes saya jika kamu menyentuh tubuh saya.' Siswi-siswi lain di belakangnya juga angkat suara, sehingga petugas patroli berhenti melakukan pemeriksaan tubuh," ujar petani itu.


Adik Kim Jong Un Tenteng Tas Dior Seharga Rp108 Juta Saat Warga Korea Utara Terancam Mati Kelaparan

Dalam foto yang disediakan pemerintah Korea Utara ini tampak pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (tengah) bersama saudara perempuannya Kim Yo Jong, menandatangani buku pengunjung di kosmodrom Vostochny di luar kota Tsiolkovsky, sekitar 200 kilometer dari kota Blagoveshchensk di wilayah Amur timur jauh, Rusia, 13 September 2023. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Meski rakyat kelaparan, Kim Yo Jong, adik pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, terlihat memegang tas senilai tujuh ribu dolar AS (sekitar Rp108 juta) dari merek mewah Prancis Christian Dior selama perjalanan mereka ke Rusia, baru-baru ini. Tas hitam dengan pola berlapis itu merupakan seri Lady Dior ikonis, menurut foto yang dirilis Kantor Berita Pusat resmi Korea Utara.

Melansir Straits Times, Selasa (19/9), foto itu diambil saat keluarga Kim mengunjungi Pabrik Penerbangan Yuri Gagarin di Komsomolsk-on-Amur, sebuah kota di timur Rusia. Ini bukan pertama kali anggota keluarga Kim muncul di depan umum sambil membawa barang-barang mewah dari merek asing.

Selama peluncuran uji coba rudal balistik antarbenua Hwasong-17 Korea Utara pada Maret 2023, putri Kim, Ju Ae, terlihat mengenakan jas hitam seharga 1,9 ribu dolar AS (Rp29 juta), yang juga diduga rilisan Dior. Sementara, Kim terlihat memakai jam tangan pabrikan Swiss IWC Schaffhausen senilai 13,4 ribu dolar AS (sekitar Rp206 juta) saat parade militer merayakan ulang tahun ke-75 Partai Pekerja yang berkuasa di Korea Utara pada 2020.

Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi lonjakan permintaan barang-barang mewah di Korea Utara. Dulu, rilisan itu hanya terbatas pada keluarga Kim. Namun baru-baru ini, beberapa elit Korea Utara juga memiliki akses terhadap merek-merek kelas atas internasional.

Toko-toko milik negara di Pyongyang dilaporkan menjual barang-barang mewah dengan menerima dolar AS dari pelanggan dan memberikan uang kembalian berupa Won Korea Utara. Menurut Resolusi Dewan Keamanan PBB 2270, impor merek-merek mewah asing ke Korea Utara secara eksplisit dilarang.


Kritik Keras di Tengah Warga Terancam Mati Kelaparan

Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un digelar saat Rusia berada dalam ketegangan sehubungan dengan serangannya ke Ukraina. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Namun demikian, keluarga Kim diduga memiliki entitas terpisah yang menyediakan barang-barang mewah dan makanan untuk mereka. Kecintaan keluarga penguasan Korea Utara terhadap merek-merek mewah telah dikritik keras di luar negeri.

Ini terutama setelah BBC melaporkan pada Juni 2023 bahwa warga negara itu terancam mati kelaparan karena kelangkaan pangan. Mereka mengatakan, makanan sangat langka sehingga tetangga mereka mati kelaparan. Situasinya disebut yang terburuk sejak tahun 1990-an, kata para ahli.

Pemerintah Korut menutup perbatasannya pada 2020, memutus pasokan penting. Hal ini juga memperketat kendali atas kehidupan masyarakat, kata narasumber BBC. Pyongyang mengatakan bahwa mereka selalu memprioritaskan kepentingan warganya.

BBC diam-diam mewawancarai tiga orang sipil di Korea Utara, dengan bantuan organisasi Daily NK yang mengoperasikan jaringan sumber di negara tersebut. Mereka mengatakan bahwa sejak penutupan perbatasan, mereka takut mati kelaparan atau dieksekusi karena melanggar peraturan.

Wawancara tersebut mengungkap sebuah "tragedi mengerikan sedang terjadi" di negara tersebut, kata Sokeel Park dari Liberty in North Korea (LiNK), yang mendukung pelarian warga Korea Utara.


Tetangga Mati Kelaparan

Uji coba itu dilaporkan oleh media pemerintah pada Senin (21/8), menjelang latihan militer bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Seorang wanita yang tinggal di ibu kota Pyongyang berkata bahwa ia mengenal sebuah keluarga beranggotakan tiga orang yang mati kelaparan di rumahnya. "Kami mengetuk pintu mereka untuk memberi mereka air, tapi tidak ada yang menjawab," kata Ji Yeon.

Ketika pihak berwenang masuk ke rumah, mereka menemukan keluarga itu tewas, katanya. Nama Ji Yeon telah diubah untuk melindunginya, bersama nama orang lain yang diwawancarai BBC. Seorang pekerja konstruksi yang tinggal di dekat perbatasan Tiongkok, yang kami panggil Chan Ho, memberi tahu kami bahwa persediaan makanan sangat sedikit sehingga lima orang di desanya meninggal karena kelaparan.

"Awalnya saya takut meninggal karena COVID-19, tapi kemudian saya mulai khawatir mati kelaparan," ujarnya.

Korea Utara tidak pernah mampu menghasilkan makanan yang cukup untuk 26 juta penduduknya. Ketika negara ini menutup perbatasannya pada Januari 2020, pihak berwenang berhenti mengimpor gandum dari China, serta pupuk dan mesin yang dibutuhkan untuk menanam pangan.


Tidak Bisa Selundupkan Makanan

Korea Utara memamerkan sejumlah rudal berkemampuan nuklir dan drone tempur terbaru termasuk ke dalam persenjataan yang dipamerkan dalam parade militer terbaru. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Sementara itu, Korea Utara membentengi perbatasan dengan pagar, dan dilaporkan memerintahkan penjaga menembak siapa pun yang mencoba menyeberang. Hal ini membuat hampir mustahil bagi orang menyelundupkan makanan untuk dijual di pasar tidak resmi, tempat sebagian besar warga Korea Utara berbelanja.

Seorang pedagang pasar dari bagian utara negara tersebut, yang kemudian dipanggil Myong Suk, mengatakan bahwa hampir tiga perempat produk di pasar lokal dulunya berasal dari China. Tapi, pasar tersebut "sekarang kosong."

Pendapatannya, seperti orang lain yang mencari nafkah dengan menjual barang selundupan melintasi perbatasan, sebagian besar hilang. Ia mengatakan bahwa keluarganya tidak pernah makan sesedikit ini, dan baru-baru ini ada orang yang mengetuk pintu rumahnya untuk meminta makanan karena mereka sangat lapar.

Dari Pyongyang, Ji Yeon menceritakan bahwa ia pernah mendengar ada orang yang bunuh diri di rumahnya atau menghilang ke pegunungan untuk mati, karena tidak bisa lagi mencari nafkah.

INFOGRAFIS JOURNAL_ Berbagai Polusi Berdampak pada Perubahan Iklim (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya