Rusia dan Arab Saudi Biang Kerok Kenaikan Harga Minyak Dunia

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait penyebab lonjakan harga minyak mentah dunia yang mendekati level USD 100 per barel. Seperti jenis brent yang telah diperdagangkan pada kisaran USD 95 per barel.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Sep 2023, 19:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani usai mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait penyebab lonjakan harga minyak mentah dunia yang mendekati level USD 100 per barel. Seperti harga minyak brent yang telah diperdagangkan pada kisaran USD 95 per barel.

"Harga minyak Brent itu mengalami kenaikan 9,8 persen. Bahkan, sudah mendekati atau di sekitar 95 dolar per barel," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Rabu (20/9).

Sri Mulyani menyebut, lonjakan harga minyak mentah dunia tersebut sebagai dampak dari kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dan Rusia. Yakni dengan membatasi produksi minyak.

"Pergerakan harga minyak ini tentu mengikuti signal dari Saudi dan Rusia yang memang melakukan pengurangan supply minyak," tegasnya.

Padahal, dari sisi permintaan minyak outlook oleh sejumlah negara mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dari perekonomian Amerika Serikat (AS) yang relatif resiliensi, meskipun dihantam oleh inflasi dan suku bunga tinggi.

"RRT (China) yang ekonominya melemah, tapi permintaan terhadap minyak tidak menurun," imbuhnya.

Tentunya kondisi tersebut membuat harga minyak dunia mengalami kenaikan tajam dalam waktu relatif singkat. Ironisnya, harga komoditas andalan Indonesia justru melanjutkan tren penurunan hingga USD 168,3 metrik ton. "Harga coal (batu bara) itu turun hingga 58 persen," pungkasnya.

 


Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi, Sri Mulyani Pusing Atur Subsidi BBM

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan, perlu dilakukan pendalaman terlebih dahulu oleh Komisi XI DPR terkait pemberian penyertaan modal negara (PMN) untuk tiga BUMN yang PMN-nya akan dicairkan pada awal tahun 2024.

Harga minyak dunia kian meroket hingga mencapai ke level tertinggi dalam 10 bulan terakhir. Tren tersebut menimbulkan kekhawatiran bakal turut berdampak terhadap harga BBM di Tanah Air.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak menampik kenaikan harga minyak dunia jadi salah satu perhatian utama pemerintah. Tak hanya menyangkut harga minyak, tapi juga mengenai subsidi kompensasi energi untuk listrik hingga LPG 3 kg.

Oleh karenanya, Sri Mulyani terus menghitung bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Menteri BUMN Erick Thohir, bagaimana bisa menjaga berbagai objektif tersebut untuk tujuan stabilitas harga, termasuk subsidi BBM tepat sasaran.

"Produksi naik dari sisi upstream-nya, dan juga dari sisi downstream-nya kita akan lebih mentargetkan subsidi supaya lebih tepat sasaran. Itu menjadi salah satu PR yang harus kita lakukan," ujar Sri Mulyani di sela-sela acara The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIOG) Ke-4 di Bali Nusa Dua Convention Center, Rabu (20/9/2023).

 


Kenaikan Harga Minyak

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sri Mulyani mengabarkan, dirinya sudah membahas dengan DPR terkait perkembangan kenaikan harga minyak dunia yang sangat-sangat tinggi.

"Karena di satu sisi ada sisi suplainya Saudi dan Rusia, OPEC secara secara khusus mengendalikan atau menurunkan jumlah produksinya," imbuh dia.

Di sisi lain, ia menambahkan, permintaan ternyata masih cukup tinggi. Sehingga pemerintah menganggap itu menjadi tren yang harus dimonitor secara terus menerus.

"Sebab pengaruhnya kepada APBN, baik dari penerimaan pajak maupun dari PNBP. Di sisi lain juga kebutuhan energi di Indonesia dengan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pasti akan meningkat terus," tutur Sri Mulyani.

 

Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya