Liputan6.com, Jakarta - AI atau kecerdasan buatan merupakan ancaman sekaligus peluang bagi jurnalisme. Lebih dari separuh responden yang disurvei untuk sebuah laporan terkait AI mengatakan bahwa mereka khawatir mengenai implikasi etika terhadap profesi mereka sebagai jurnalis.
Meskipun 85 persen responden pernah bereksperimen dengan AI generatif seperti ChatGPT atau Google Bard untuk berbagai tugas, termasuk menulis ringkasan dan membuat berita utama, 60 persen mengatakan mereka juga ragu.
Advertisement
Studi tersebut, yang dilakukan oleh inisiatif JournalismAI London School of Economic, mensurvei lebih dari 100 organisasi berita dari 46 negara tentang penggunaan AI dan teknologi terkait antara April dan Juli, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (20/9/2023).
“Lebih dari 60 persen responden menyatakan kekhawatiran mereka mengenai implikasi etika AI terhadap nilai-nilai jurnalistik termasuk akurasi, keadilan dan transparansi serta aspek jurnalisme lainnya,” kata para peneliti dalam sebuah pernyataan.
“Jurnalisme di seluruh dunia sedang melalui periode perubahan teknologi yang menarik dan menakutkan,” tambah rekan penulis laporan dan direktur proyek Charlie Beckett.
Dia mengatakan penelitian tersebut menunjukkan bahwa alat AI generatif yang baru merupakan "ancaman potensial terhadap integritas informasi dan media berita.” Namun AI juga dapat menjadi "peluang luar biasa untuk menjadikan jurnalisme lebih efisien, efektif, dan dapat dipercaya."
Para jurnalis menyadari manfaat AI yang menghemat waktu dalam tugas-tugas seperti transkripsi wawancara.
Namun mereka juga mencatat perlunya konten yang dihasilkan AI untuk diperiksa oleh manusia “untuk mengurangi potensi bahaya seperti bias dan ketidakakuratan," kata para penulis.
Tantangan AI
Tantangan seputar integrasi AI “lebih berat bagi redaksi di wilayah selatan” mereka menambahkan.
“Teknologi AI yang dikembangkan sebagian besar tersedia dalam bahasa Inggris, dan tidak tersedia dalam sejumlah bahasa di Asia. Kita harus mengejar ketertinggalan dua kali lipat untuk menciptakan sistem AI, dan sistem AI yang dapat digunakan dalam bahasa lokal kita,” laporan tersebut mengutip pernyataan salah satu responden di Filipina.
Salah satu penulis laporan, Mira Yaseen, mengatakan manfaat ekonomi dan sosial dari AI terkonsentrasi di wilayah utara dan dampak buruknya secara tidak proporsional juga berdampak pada negara-negara di kawasan selatan.
Dia mengatakan hal ini "memperburuk kesenjangan global", dan menambahkan bahwa "pembentukan pengembangan dan adopsi AI global yang sadar akan kekuatan diperlukan.
Advertisement