Kurangi Dampak Emisi Karbon, Prancis Bakal Setop Penerbangan Bertarif Murah

Prancis akan mencari dukungan dari negara-negara UE lainnya untuk menerapkan harga penerbangan minimum dalam upaya mengurangi emisi karbon sektor penerbangan.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 20 Sep 2023, 20:08 WIB
Ilustrasi Pesawat. (Lars Nissen/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Transportasi Prancis mengatakan ingin membuka perdebatan mengenai dampak lingkungan dan sosial dari penerbangan. Prancis akan mencari dukungan dari negara-negara Uni Eropa (UE) lainnya untuk menerapkan harga penerbangan minimum sebagai upaya mengurangi emisi karbon di sektor penerbangan.

"Saya pikir ini adalah diskusi yang harus kita lakukan di tingkat UE," ungkap Menteri Transportasi Clément Beaune seperti dikutip dari Euronews, Rabu (20/9/2023). 

Awal tahun ini, Beaune pertama kali mengajukan gagasan untuk menghilangkan tarif super murah. Dia mengatakan ingin menghapus pesawat bertarif rendah yang merugikan secara sosial dan lingkungan.

Bahwa "tiket pesawat seharga 10 Euro tidak mungkin lagi", yang mengacu pada tarif maskapai penerbangan berbiaya rendah. Beaune menambahkan bahwa harga tiket yang sangat rendah tidak mencerminkan harga yang berdampak pada planet bumi.

Namun apakah penerbangan yang lebih mahal merupakan solusi untuk mengurangi jejak karbon penerbangan? Para penumpang penerbangan kelas elit yang memiliki member frequent flyer juga menjadi sorotan karena ikut berkontribusi terhadap masalah tersebut.

Apalagi mereka terbiasa mengumpulkan point miles saat terbang mempunyai tanggung jawab yang tidak proporsional terhadap dampak emisi karbon. Selain itu penghapusan tarif penerbangan murah tidak mengurangi para elit yang melakukan penerbangan secara reguler. 

"Apa pun yang membuat maskapai penerbangan membayar secara adil dampak lingkungan yang mereka timbulkan adalah hal yang baik," sambung Jon Worth, pakar perjalanan dan pendiri kampanye kereta untuk Eropa. 


Harga Tiket Kereta Api Lebih Mahal dari Pesawat di Eropa

Ilustrasi Pesawat. (Unsplash/Ern Low)

Di Prancis, sebanyak 2 persen orang melakukan setengah dari seluruh penerbangan, menurut penelitian yang diterbitkan oleh kelompok kampanye iklim. Lalu sebanyak 15 persen warga Inggris mengambil 70 persen penerbangan dan sebanyak 8 persen warga Belanda mengambil 42 persen penerbangan.

Secara keseluruhan, sebanyak 37 persen orang Eropa tidak pernah bepergian ke luar negeri, menurut survei Eropa pada 2014. Meskipun statistik ini tidak berhubungan langsung dengan perjalanan udara, statistik tersebut juga memberikan gambaran berapa banyak orang Eropa yang melakukan perjalanan udara.

Adapun harga rata-rata tiket kereta api Eropa dua kali lebih mahal dari tiket pesawat, menurut laporan Greenpeace pada bulan Juli 2023. Hanya 12 jalur kereta api yang ditemukan lebih cepat, dapat diandalkan, dan lebih murah dibandingkan penerbangan, pada 112 rute terpenting yang dianalisis oleh Greenpeace.

Isu lingkungan juga menjadi sorotan di Belanda. Pemerintah Belanda pun melanjutkan rencana untuk membatasi jumlah penerbangan di Bandara Schiphol. Mulai tahun 2024, mereka menerapkan batasan tahunan mengenai jumlah pesawat yang lepas landas dan mendarat dalam upaya mengurangi polusi suara serta emisi gas rumah kaca.


Pembatasan Penerbangan di Belanda

Ilustrasi pesawat lepas landas. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Mengutip dari Euronews, Jumat, 8 September 2023, industri penerbangan sangat menentang pembatasan yang akan berlaku pada 2024 sambil menunggu persetujuan Komisi Eropa. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengatakan tindakan tersebut tidak bertanggung jawab dan memperingatkan akan ada konsekuensi yang bisa terjadi pada perekonomian Belanda.

Kelompok lingkungan hidup pun menilai maskapai penerbangan harus menerima bahwa era "pertumbuhan tak terkendali" telah berakhir. Mereka meminta untuk berhenti menentang batasan jumlah penerbangan tahunan dan mulai membentuk masa depan dengan jumlah penerbangan yang lebih sedikit.

Mulai musim dingin 2024, Bandara Schipol Amsterdam bakal membatasi jumlah penerbangan menjadi 452.500 per tahun, 9,5 persen lebih rendah dari jumlah penerbangan tahun 2019. Pada musim panas 2024 bakal  terjadi pengurangan kapasitas 'sementara' menjadi 460 ribu penerbangan sebelum pembatasan tersebut diterapkan.

"Penerbangan bisa memberikan banyak manfaat bagi Belanda, selama kita memperhatikan dampak negatifnya bagi masyarakat yang tinggal di dekat bandara," sebut Menteri Transportasi Mark Harbers dalam pernyataan yang mengumumkan pembatasan tersebut akhir pekan lalu.


Penolakan Pembatasan Penerbangan dari Maskapai

Ilustrasi pesawat terbang. (Unsplash/@jramos10)

Pemerintah pun beralasan pembatasan ini merupakan upaya mengatasi polusi suara, dan merupakan kewajiban pemerintah untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan warga setempat. Mereka juga menyebutkan perlunya mengurangi emisi CO2 dan polutan seperti nitrogen oksida (NOx), serta masalah logistik yang berulang di bandara.  

Batasan yang diusulkan sejauh ini mengalami pergolakan di pengadilan. Pengadilan Belanda mulanya memblokirnya pada April 2023, tapi pemerintah berhasil mengajukan banding dan keputusan tersebut dibatalkan di Pengadilan Tinggi pada Juli 2023.

Koalisi maskapai penerbangan serta asosiasi industri kini telah mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk mencoba dan mengubah keputusan ini. Kemudian, bagaimana reaksi industri penerbangan terhadap pembatasan penerbangan Belanda?

Maskapai penerbangan yang menggunakan Bandara Schiphol, termasuk Air France-KLM, menggugat serta mencoba mencegah pembatasan di salah satu bandara tersibuk di Eropa. Mereka mengungkapkan hal itu akan merugikan bisnis dan melanggar perjanjian sebelumnya.

KLM pekan lalu menyebut pembatasan tersebut "tidak bisa dipahami" dan mengatakan penerapannya akan merugikan perekonomian Belanda. IATA dan ACI Europe mendukung gugatan maskapai penerbangan. 

INFOGRAFIS JOURNAL_ Berbagai Polusi Berdampak pada Perubahan Iklim (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya