Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo meminta ada percepatan pembayaran utang pemerintah kepada perusahaan pelat merah. Tujuannya, agar tidak menganggu kondisi keuangan BUMN kedepannya.
Utang ini merujuk pada penugasan-penugasan pemerintah kepada BUMN. Namun, dana yang harusnya dijamin pemerintah terkadang terlambat dibayarkan ke perusahaan.
Advertisement
"Kami kan setiap tahun melaporkan kepada komisi VI mengenai penugasan-penugasan pemerintah mulai dari sektor energi, kesehatan, logistik dan sebagainya, dan kami hari ini melaporkan seluruh penugasan, dan memang setiap tahun selalu ada outstanding daripada penagihan," ungkap dia saat ditemui usai rapat terbatas di DPR RI, Jakarta, Rabu (20/9/2023).
"Intinya kami mendorong untuk ada percepatan pembayaran," tegasnya.
Penugasan ke BUMN
Tiko juga menginginkan kedepannya ada regulasi yang jelas untuk mengatur penugasan ke BUMN. Misalnya, bentuk penugasan yang akan disesuaikan dengan kondisi fiskal atau keuangan dari pemerintah.
"Dan juga ada regulasi ke depan yang lebih jelas antara Kementerian teknis dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan sehingga penugasan ini semua didasari dengan anggaran fiskal yang memadai," ujarnya.
Dia menggambarkan, jika pembayaran dari pemerintah ke BUMN berjalan lambat, itu akan berpengaruh pada keuangan perusahaan. Tiko menerangkan, kalau BUMN membutuhkan dana untuk pengerjaan proyek yang ditugaskan.
Untuk menjaga itu, kadangkala BUMN perlu mengambil utang ke pihak lain seperti perbankan. Alhasil ini jadi satu inefisiensi pelaksanaan tugas.
"Intinya kan kalau belum terbayar kita harus ada working capital. Jadi akan memberikan tekanan kepada cash flow dan kemudian harus berhutang untuk working capital karena ini akan jadi inefficient karena ada tambahan biaya bunga lagi," ujarnya.
"Dan itu tadi ditanya Komisi VI sebisa mungkin ke depan kita kurangi supaya tidak ada biaya bunga yang keluar untuk hanya mem-briedging sebelum pembayaran itu," sambung Tiko.
Kesepakatan Tiga Menteri
Lebih lanjut, Tiko mengatakan pihaknya mssih membahas mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN. Utamanya menyoroti soal adanya kesepakatan antarmenteri untuk penugasan kepada BUMN.
Tujuannya, lagi-lagi untuk memastikan dana yang dialokasikan pemerintah bisa mencukupi kebutuhan pengerjaan tugas tersebut.
"Jadi misalnya penugasan energi yang terkait dengan ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sepakat dulu mengenai penugasannya apakah untuk solar, untuk LPG, untuk pertalite berapa juta kiloniter dan berapa anggarannya semua dituangkan dari APBN, sehingga semuanya jelas berapa penugasannya dan sumber pendanaan dari fiskalnya tersedia apa nggak," urainya.
Tak cuma itu, dia juga akan mewajibkan direksi BUMN untuk melaporkan segala bentuk penugasan ke Kementerian BUMN. Sehingga tak ada lagi penugasan pemerintah yang dijalankan BUMN tanpa izin dari Kementerian BUMN.
"Kami memastikan bahwa Direksi BUMN wajib lapor kepada kami apabila ada penugasan baru mereka tidak boleh menerima penugasan tanpa perizinan dari Kementerian BUMN," jelasnya.
Advertisement
4 Tantangan Berat Indonesia Jadi Negara Maju di 2045
Indonesia kini berambisi untuk menjadi negara high income (berpendapatan tinggi) dan menjadi bagian 5 besar untuk ranking PDB terbesar di dunia serta menjadi negara maju di 2045 mendatang.
Namun, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) BKF Kemenkeu, Wahyu Utomo mengungkapkan, ada beberapa tantangan dalam mewujudkan target Visi Indonesia Maju di 2045.
Tantangan itu salah satunya adalah tensi geopolitik, pandemi, perubahan iklim, dan digitalisasi.
Wahyu melihat, geopolitik merupakan sumber utama ketidakpastian yang akan bertahan dan meningkat dalam jangka menengah-panjang.
“Perang di Ukraina masih berlangsung, kemudian ada ketegangan Amerika-China. Dampaknya apa? rantai pasok terganggu, harga komoditas volatile, dan inflasi yang belum sepenuhnya normal,” ungkap Wahyu dalam diskusi Bedah APBN 2024 yang disiarkan secara daring pada Rabu (20/9/2023).Kemudian ada Pandemi yang diperlukan untuk dilakukannya antisipasi penyebaran lanjutan atau munculnya wabah baru.
“Kita bisa belajar dari pandemi kemarin bahwa pandemi itu memang sebuah tragedi, tapi banyak sekali memberika pelajaran kepada kita. Kita harus siap ketika nanti (terjadi lagi) pandemi, misalnya menyiapkan sistem kesehatan yang lebih handal, yang adaptif, sistem sosial yang adaptif sekaligus pengelolaan fiskal yang fleksibel tapi responsif,” jelasnya.
Perubahan Iklim
Terkait perubahan iklim, Wahyu melihat, dampak dari perubahan iklim semakin terlihat dari bencana alam yang melanda berbagai negara di dunia, juga probabilitas terjadinya bencana yang semakin tinggi.
Wahyu menambahkan, “Tapi perubahan iklim ini juga membuka peluang di ekonomi. Kalau kita bisa menangkap peluang itu maka akan menjadi modalitas untuk mendorong pertumbuhan”.
Tantangan berikutnya, adalah digitalisasi ekonomi. Menurut Wahyu, hal itu menjadi tantangan sekaligus peluang jika Indonesia mampu membuat ekonomi lebih kompetitif di sektor tersebut.
Advertisement