Liputan6.com, Jakarta - Menjadi orang tua merupakan hal yang tidak mudah karena itu merupakan proses pembelajaran yang tidak akan pernah berhenti sampai akhir hayat. Mungkin kamu pernah bertanya "mengapa orang tuaku mendidikku seperti ini, sementara orang tua lain tidak?"
Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang tua mempunyai caranya masing-masing untuk mendidik dan membesarkan anaknya. Tujuannya mereka tetap sama, yaitu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, pernahkah kamu berpikir perihal tekanan yang dialami ketika menjadi orang tua? Mungkin, hal itu bisa menjadi ketakutan bagi kamu yang akan menjadi orang tua.
Advertisement
Iya, menurut pakar parenting, Carrie Grant, tekanan menjadi orang tua itu sangat kompleksitas, terutama dalam mengasuh anak pada zaman sekarang, tantangannya cukup besar. Berangkat dari pengalaman Carrie yang memiliki empat orang anak, ia membagikan tujuh pelajaran siginifikan yang ia pelajari dari menjalani peran sebagai orang tua dalam lingkungan yang berubah-ubah. Berikut ulasannya, seperti yang dilansir dari halaman happiful, Rabu (27/09/23).
1. Menjadi Pendengar yang Baik
Ketika seorang anak menceritakan kekhawatirannya kepada kamu, tanggapan kamu seringkali dimulai dengan kalimat "Jangan khawatir" yang mungkin menenangkan diawal dan hanya menghilangkan perasaan cemasnya.
Ketika kamu tidak mengabaikan apa yang anakmu coba sampaikan kepadamu dengan berusaha memecahkan masalah, kamu sudah melakukan hal yang tepat. Misalnya, ketika anakmu mengalami perundungan atau bully di sekolahnya dan ia berkata "Aku tidak punya teman" sebaiknya kamu sampaikan kalimat seperti ini "Kamu cantik dan baik, tentu saja kamu punya teman karena kamu anak yang manis."
2. Ingat dengan Nilai Dirimu
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Carrie Grant menunjukkan bahwa 50 orang tua bersedia mengikuti pertemuan itu karena mereka mencari bantuan dan mencoba memahami apa yang terjadi, dan apa yang bisa menjadikan mereka orang tua yang hebat. Ternyata, hal sederhana dapat menjadikan seseorang sebagai orang tua yang hebat, misalnya membeli buku untuk belajar, mengubah sikap menyalahkan dan rasa malu, dan sebagainya.
Apabila anakmu bersekolah dan kamu tidak membawakan bekal untuknya, mereka akan tetap belajar, memiliki teman, dan terlibat dalam suatu lingkungan pergaulan. Orang lain yang tidak menghadapi tantangan yang kamu hadapi, mungkin menilai kualitas pengasuhan kamu dari alasan kamu tidak membawakan anakmu bekal, padahal mereka tidak tahu seberapa besar perjuanganmu hanya untuk menyekolahkan anakmu.
3. Belajar untuk Tidak Memaksakan Diri
Apabila anakmu sedang marah dan mengurung dirinya di kamar, cobalah untuk berbicara dengan baik padanya, hindari bentakan dan perkataan yang dapat menyakiti hatinya. Kamu bisa memulainya dengan bertahap. Misalnya, hari pertama temui anakmu selama 60 detik, hari kedua tingkatkan waktu kunjunganmu menjadi tiga menit, begitu seterusnya hingga anakmu mulai merasa membutuhkan pelukan dan saran darimu.
Hal yang harus kamu ingat adalah perlawanan tanpa kekerasan merupakan tindakan yang harus kamu lakukan, seperti tidak berteriak atau merasa kesal ketika anakmu sedang sedih. Kamu cukup tetap tenang dan melawan dengan lembut. Perlahan anakmu akan mulai membuka diri.
Advertisement
4. Jelajahi Perasaan Itu Sungguh-Sungguh
Dewasa ini, dunia memang memiliki suara yang cukup keras, terutama karena adanya media sosial yang dapat menutup persepsi seseorang tentang apa yang sebenarnya ia rasakan. Apabila kamu mendapati anakmu yang sedang marah sehingga menangis sambil berteriak, cobalah untuk menanyakan padanya dari bagian mana kemarahan itu berasal. Kemudian, rangkullah anakmu dan mulailah berpikir bahwa kemarahan itu tidak perlu ada.
Menempatkan kemarahan atau emosi apapun pada suatu tempat dan mengakui bahwa kemarahan itu ada tidak akan menghilangkan trauma, tetapi akan membantu mengurangi kebingungan dan perlahan akan membantu menenangkan anak.
5. Kurangi Ketegangan
Kamu perlu mengetahui bahwa seorang anak tidak dapat belajar apa un ketika emosinya tidak teratur karena semua sistem mereka telah mengalami pertarungan atau pelarian. Pada saat itu, lakukan apa yang diperlukan untuk membantu mereka menenangkan diri secepat mungkin dan hindarilah membentak mereka kembali.
Ketika anakmu sudah tenang, bicarakan apa yang sedang terjadi sampai anakmu meminta maaf atas perbuatannya. Membuat anak menghadapi perilakunya tanpa rasa malu, tidak bersikap pasif atau agresif dengan membekali mereka bahasa yang baik dapat membantu mereka di dunia nyata menggunakan cara yang sama ketika ada seseorang melakukan tindakan serupa.
6. Biarkan Diri Kamu Merasakan Semua Emosi
Ketika kamu memikirkan tentang anak-anak, mungkin kamu akan menginginkan seorang anak perempuan sehingga ketika kamu berpikir bahwa kamu tidak memiliki anak perempuan, kamu harus duduk dengan emosi yang bertentangan itu sampai kamu memproses jalan keluarnya. Perlahan kamu akan sadar bahwa anak yang kamu miliki sekarang adalah anak yang luar biasa dan kamu sangat bersyukur akan hal itu.
7. Wujudkan Keutuhan daripada Kebahagiaan
Keutuhan itu muncul saat kamu mengetahui cara mengendalikan emosi, menyukai dirimu sendiri, mengetahui siapa dirimu, dan mampu tampil sebagai diri sendiri serta membangun hal tersebut dalam diri anak-anak kamu. Hal itu harus menjadi tujuanmu.
Segelintir orang selalu bertujuan agar anaknya selalu bahagia, padahal itu memberikan tekanan besar pada anak untuk selalu bahagia. Sebaiknya ubahlah tujuanmu menjadi membantu anak-anakmu menemukan strategi, ketahanan, dan keutuhannya sendiri sehingga ketika mereka bersedih dan berada di masa sulit, mereka memiliki keterampilan untuk melewatinya.
Advertisement