Liputan6.com, Jakarta - The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) mempertahankan suku bunga tetapi mengindikasikan kenaikan lagi dalam waktu dekat. Lantas, saham apa saja yang bisa dicermati usai kebijakan tersebut?
Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai saham emiten bank kakap bisa dicermati oleh para investor di tengah the Fed menahan kenaikan suku bunga.
Advertisement
Selain itu, ia menyebut, saham emiten perbankan dengan kapitalisasi besar ini masih memiliki prospek yang cerah ke depannya. Ini mengingat, kinerja keuangan emiten bank kakap masih positif.
Bagi investor, ia merekomendasikan buy on weakness saham BMRI dan BBNI untuk dapat dipertimbangkan di tengah the Fed mempertahankan suku bunganya.
"Saham bank big cap seperti BMRI dan BBNI. Beli kalau terjadi koreksi, buy on weakness," kata Desmond kepada Liputan6.com, Jumat (22/9/2023).
Dalam sepekan ini, harga saham BBNI menguat 2,12 persen. Saham BBNI berada di level tertinggi Rp 9.675 dan terendah Rp 9.350 per saham sepekan terakhir.
Sedangkan secara year to date (ytd) saham BBNI menguat 4,61 persen. Saham BBNI berada di level tertinggi Rp 9.750 dan terendah Rp 8.425 per saham secara year to date.
Dalam sepekan ini, harga saham BMRI menguat 3 persen. Saham BMRI berada di level tertinggi Rp 6.125 dan terendah Rp 5.850 per saham sepekan terakhir.
Sedangkan secara year to date (ytd) saham BMRI menguat 20,91 persen. Saham BMRI berada di level tertinggi Rp 6.150 dan terendah Rp 4.450 per saham secara year to date.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pihaknya merekomendasikan saham-saham yang sedang naik daun di tengah kebijakan suku bunga the Fed. Salah satunya, emiten yang bergerak di sektor energi terbarukan.
Adapun saham yang dimaksud adalah ADRO, ARKO, KEEN, dan PGEO. Saham tersebut diyakini masih prospektif ke depannya.
"Kami mencermati emiten-emiten yang sedang naik daun seperti emiten-emiten energi terbarukan dapat dicermati, seperti ADRO (3040-3170), ARKO (820-850), KEEN (1010-1050), dan PGEO (1650-1750)," kata Herditya.
Wall Street Melemah Usai The Fed Pertahankan Suku Bunga
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Rabu, 20 September 2023. Koreksi wall street terjadi setelah the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS mempertahankan suku bunga tetapi indikasikan kenaikan lagi dalam waktu dekat.
Mengutip CNBC, Kamis (21/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 melemah 0,94 persen menjadi 4.402,20. Indeks Nasdaq tergelincir 1,53 persen ke posisi 13.469,13. Koreksi indeks Nasdaq itu seiring saham Microsoft yang merosot lebih dari 2 persen. Selain itu, saham Nvidia dan induk usaha Google Alphabet merosot 3 persen.
Di sisi lain, indeks Dow Jones tergelincir 76,85 poin atau 0,22 persen ke posisi 34.440,88. Tiga indeks saham acuan merosot.
The Fed mempertahankan suku bunga yang telah diantisipasi secara luas. Namun, bank sentral mengindikasikan kenaikan suku bunga satu kali lagi sebelum akhir tahun ini.
Selain itu, bank sentral juga mengisyaratkan akan mengakhiri kenaikan suku bunga dan mulai menurunkan suku bunga tahun depan. Hal ini di tengah suku bunga tetap bertahan dengan tingkat lebih tinggi pada 2023 dibandingkan yang diisyaratkan pada Juni.
Adapun saham bergejolak seiring pelaku pasar mendengarkan ketua the Fed Jerome Powell memberikan pandangannya mengenai suku bunga. Powell menuturkan, bank sentral akan melakukan tindakan dengan hati-hati dalam menaikkan suku bunga lebih lanjut. Namun, ketua the Fed juga mencatat masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meredam inflasi.
Powell juga berkomentar kalau soft landing terhadap perekonomian masih mungkin terjadi dan merupakan tujuan utamanya, tetapi bukan skenario dasarnya.
Tiga indeks acuan di wall street turun saat Powell berbicara dan terus tertekan selama 30 menit terakhir perdagangan.
“Perekonomian AS terlalu kuat dan siklus kenaikan suku bunga ini akan berlangsung lebih lama dari yang diinginkan wall street,” ujar Analis Oanda, Edward Moya.
Advertisement
Saham Teknologi Tertekan
Di sisi lain, saham-saham teknologi terseret dalam sesi perdagangan dengan teknologi informasi dan layanan komunikasi merupakan dua sektor dengan kinerja terburuk di S&P 500. Investor telah membeli saham-saham teknologi dan growth stock dengan harapan the Fed sudah memperketat kebijakan moneternya.
Sementara itu, obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun mencatat kenaikan imbal hasil ke level tertinggi sejak Juli 2006, sedangkan imbal hasil bertenor 10 tahun mencapai angka tertinggi yang belum pernah terjadi sejak November 2007.
Pergerakan tersebut menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak kenaikan suku bunga dan kemungkinan memberikan tekanan pada saham-saham teknologi.
Adapun saham pendatang baru antara lain Instacart dan Arm Holding tertekan pada perdagangan Rabu pekan ini. Kedua saham itu diperdagangkan mendekati harga IPO.
Saham Instacart turun lebih dari 10 persen, dan sempat menembus di bawah harga IPO sebesar USD 30 per saham. Sedangkan saham Arm Holdings susut lebih dari 3 persen menjadi USD 53 per saham. Harga IPO Arm mencapai USD 51 per saham.