Liputan6.com, Jakarta Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melakukan survei berkaitan dengan Kelompok 212 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dalam survei yang digelar pada 31 Juli hingga 11 Agustus 2023 ini, SMRC menemukan jika Pilpres 2024 menjadi dua putaran, maka massa 212 akan mendukung Prabowo Subianto melawan Ganjar Pranowo.
Dari survei itu, Saiful Mujani menyebut, dari mereka yang mendukung gerakan 212, sebanyak 59 persen memilih Prabowo dan 29 persen mendukung Ganjar. Sementara masih ada 11 persen yang tidak menjawab. Sementara dari yang mengaku pernah ikut gerakan atau aksi 212, sebanyak 57 persen memilih Prabowo, hanya 20 persen memilih Ganjar, dan 23 persen tidak jawab.
Advertisement
Sedangkan yang mengaku tahu tapi tidak pernah ikut aksi tersebut, 47 persen memilih Prabowo Subianto, 43 persen memilih Ganjar Pranowo, dan masih ada 10 persen yang tidak menjawab.
Soal arah dukungan gerakan 212 ini, Dosen ilmu politik dan international studies Universitas Paramadina Khoirul Umam mengatakan, keolompok 212 baik yang tergabung dalam GNPF Ulama dan PA 212 cenderung akan mendukung capres yang memiliki kesamaan cara pandang, satu frekuensi dalam konteks politik ke depan, dan tidak memiliki resistensi ideologis.
Selain itu, kedua nya juga akan cenderung memilih capres yang tidak memiliki catatan sejarah politik masa lalu.
"Itu yang kemudian akan menjadi arah bagi mereka (GNPF) untuk menentukan dukungan," kata Khoirul Umam kepada wartawan, Kamis (21/9/2023).
Berdasarkan kriteria tersebut, Khoirul Umam menilai dari tiga nama capres yang saat ini muncul, GNPF Ulama dan PA 212 hampir tidak mungkin mendukung bakal capres PDIP, Ganjar Pranowo. Dengan demikian, pilihan capres yang bakal didukung GNPF dan PA 212 tersisa dua, yakni Prabowo Subianto dan bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan.
Apalagi, GNPF sebelumnya mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Bahkan, FPI yang menjadi salah satu ormas pendiri GNPF mendukung Prabowo di Pilpres 2014.
"Mungkin enggak ke Prabowo? Bisa saja. Apakah mereka merasa ditinggalkan? Bisa saja, tetapi perlu diantisipasi juga, Prabowo itu agak unik sekarang. Dia bisa meleburkan elemen yang dulu membenci dia, dan mendukung dia. Saya tidak tahu apakah dia atau timnya relatif lebih telaten dalam membangun jaringan sel-sel dan kekuatan politik," kata Khoirul Umam.
Saat ini, terdapat sejumlah individu dan organisasi yang memilih mendukung Prabowo. Padahal, individu dan organisasi itu sebelumnya dinilai hampir tidak mungkin mendukung Prabowo.
Beberapa di antaranya, relawan Pro Jokowi (Projo), Jokowi Mania, dan lainnya. Bahkan, PSI yang sebelumnya kerap mengkritik Prabowo kini santer dikabarkan akan mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo.
"PSI hanya satu nama. Masih banyak jaringan dan sel-sel relawan Jokowi yang lain kemudian individu-individu yang hampir tidak mungkin dulu mendukung dia dan yang dulu menjadi mesin politik yang sangat efektif untuk mendegradasi dan mendelegitimasi kredibilitas politik dia sekarang berada di belakang Prabowo untuk memberikan back up dan support di pilpres 2024. Jadi memang belum bisa disimpulkan ke satu nama,” papar Umam.
Ideologi Berseberangan Bisa Menyatu
Dengan demikian, terbuka kemungkinan GNPF Ulama dan FPI berada satu gerbong dengan PSI yang sebelumnya kerap berseberangan. Umam mengatakan, dalam konteks politik, tiap individu dan kelompok akan mengambil keputusan dengan pilihan yang kian terbatas. Keputusan politik itu akan diambil dengan mempertimbangkan sejumlah hal, seperti merasa dimanusiakan, dihargai, dan diayomi.
"Jadi tidak semata-mata sebagai hasil dari proses transaksional dalam konteks logistik atay ekonomi politik. Ada juga nilai-nilai yang barangkali di luar aspek tadi itu," katanya.
Terlepas dari upaya tim Prabowo dalam menggalang dukungan, Khoirul Umam mengatakan, bergabungnya GNPF Ulama dan PA 212 dalam barisan pendukung Prabowo sangat mungkin terjadi mengingat Pilpres 2024 memunculkan "alien-alien" hasil mutasi ideologis yang beragam.
Umam mencontohkan deklarasi capres-cawapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Dari pasangan itu, narasi yang berkembang menyebut duet ini perpaduan organisasi kemahasiswaan HMI dan PMII yang selama ini kerap berbeda pandangan. Pilpres 2024 juga mempertemukan PKS dan PKB yang kerap berseberangan.
"Terkait konteks GNPF, bukan tidak mungkin akan berada dalam satu gerbong barang kali yang dalam konteks ideologis political positioning di pemilu-pemilu sebelumnya berada di titik berbeda, tetapi di 2024 barang kali akan berada dalam satu gerbong yang sama," katanya.
Advertisement
Massa 212 Jadi Modal Besar Prabowo
Sementara itu, Saiful Mujani dalam rilis surveinya mengatakan, gerakan 212 dibangun untuk menjatuhkan Ahok dengan efek ingin mengalahkan Jokowi dalam Pilpres 2019 dengan mendukung Prabowo. Sementara sekarang, yang cenderung dekat dengan Jokowi adalah Ganjar Pranowo.
Walaupun Prabowo ada di kabinet pemerintahan dan menjadi anak buah Jokowi, namun menurut Saiful, pemilihnya lebih mencerminkan oposisi terhadap pemerintah.
Saiful menyebut massa pendukung 212 adalah modal dasar pemilih Prabowo yang tidak akan ditinggalkan.
"Namun dia (Prabowo) juga tidak akan eksplisit menunjukkan kedekatannya dengan massa gerakan 212 tersebut karena berharap tambahan dukungan dari pemilih atau pendukung Jokowi," jelasnya.