Menlu Retno Beberkan 3 Upaya Indonesia dalam Rehabilitasi dan Reintegrasi Mantan Teroris

Menlu Retno menekankan bahwa rehabilitasi dan reintegrasi harus mencakup semua aspek, tidak hanya terbatas pada mantan narapidana teroris, tetapi juga harus memperkuat ketahanan masyarakat dan lingkungan yang menerima mereka.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 22 Sep 2023, 17:37 WIB
Menlu Retno Marsudi dalam Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum ke-13 di di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (20/9/2023). (Liputan6/Benedikta Miranti)

Liputan6.com, Washington - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi menyampaikan bahwa ancaman global terorisme terus meningkat dan berevolusi. Aksi teror semakin beragam, penggunaan propaganda online, dan eksploitasi terhadap teknologi baru termasuk drone dan AI juga semakin tinggi.

Angka kematian akibat terorisme dalam lima tahun terakhir pun, ungkap Menlu Retno, meningkat. Hal tersebut disampaikan Menlu Retno saat menghadiri Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum (GCTF) ke-13 di di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (20/9/2023).

Dalam kesempatan tersebut, Menlu Retno turut berbagi pengalaman mengenai penanggulangan kejahatan terorisme dan penanganan radikalisasi di Indonesia, khususnya mengenai strategi rehabilitasi dan reintegrasi (R&R) bagi mantan teroris.

"Bagi Indonesia, rehabilitasi dan reintegrasi harus mencakup semua aspek, tidak hanya terbatas pada mantan narapidana teroris, tetapi juga harus memperkuat ketahanan masyarakat dan lingkungan yang menerima mereka," ujar Menlu Retno, seperti dikutip dari pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (22/9).

Menlu Retno membeberkan tiga upaya yang dilakukan Indonesia. Pertama, mengedepankan pendekatan "whole-of-government" and "whole-of-society", sebagaimana dimandatkan dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme.

Pendekatan tersebut menggarisbawahi pentingnya peran dan dukungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat. Pendekatan ini juga menggabungkan hard and soft approaches, pelibatan masyarakat, dan kerja sama internasional.

"It takes a village, to turn an extremist idea into a peaceful one," kata Menlu Retno, yang berarti mengubah pemikiran ekstremisme menjadi pemikiran yang damai memerlukan dukungan semua pihak.


Mengawasi Penggunaan Teknologi dan Lingkungan yang Aman

Menlu Retno Marsudi dalam Ministerial Plenary Meeting of the Global Counter-Terrorism Forum ke-13 di di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (20/9/2023). (Liputan6/Benedikta Miranti)

Upaya kedua adalah memastikan kemajuan teknologi dan riset agar tidak disalahgunakan. Teknologi yang berkembang sangat cepat dapat memberi ruang bagi berkembangnya ide-ide ekstremisme.

"Kita harus tetap waspada," ujar Menlu Retno.

Terkait hal itu, Indonesia telah meluncurkan Pusat Pengetahuan Indonesia (I-KHub) untuk mengintegrasikan sistem data dan mendukung pengambilan keputusan berbasis penelitian dalam upaya memerangi ekstremisme, sekaligus memastikan keamanan negara.

Ketiga, terus memastikan lingkungan yang aman untuk menangkal ekstremisme, termasuk melalui program pendidikan bagi perempuan dan anak.

"Karena pemikiran ekstremis hanya dapat tumbuh di tempat yang dipenuhi dengan kebencian," ujar Menlu Retno.

GCTF merupakan forum utama di luar kerangka PBB yang membahas upaya kerja sama dan pertukaran informasi global dalam isu penanggulangan terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan. Menlu Retno hadir dalam kapasitasnya sebagai Co-Chair Countering Violent Extremism (CVE) Working Group (WG), di mana Indonesia telah menjabat sejak tahun 2017 bersama Australia.

Infografis Penangkapan Terduga Teroris di Indonesia Januari-Agustus 2023. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya