Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan telah mengeluarkan undang-undang baru untuk lebih melindungi guru sekolah dari keluhan orang tua.
Hal ini dilatarbelakangi oleh para guru di Negeri Ginseng yang telah melakukan protes selama sembilan minggu dan memperjuangkan haknya sebagai pengajar. Protes tersebut meletus setelah kasus bunuh diri pada Juli yang menimpa seorang guru sekolah dasar berusia 23 tahun, yang sedang menangani keluhan dari orang tua.
Advertisement
Dilansir CNA, Jumat (22/9/2023), para guru mengaku sering dilecehkan oleh para orang tua murid yang melaporkan mereka atas kasus kekerasan terhadap anak, hingga mereka dipecat dari pekerjaannya. Selain itu, ada pula orang tua yang melaporkan mereka dan menyebut para guru menahan anak yang melakukan kekerasan, atau dikritik karena menyuruh muridnya untuk tidak melakukan kekerasan.
Mereka menuduh orang tua mengeksploitasi undang-undang kesejahteraan anak, yang disahkan pada tahun 2014, yang menyatakan bahwa guru yang dituduh melakukan pelecehan terhadap anak secara otomatis diskors.
Sementara berdasarkan undang-undang baru, yang disebut RUU Pemulihan Hak Guru, guru tidak akan langsung diberhentikan setelah adanya laporan pelecehan anak. Namun, akan dilakukan penyelidikan dan bukti lebih lanjut.
Selain itu, para guru yang sedang melawan tuntutan hukum juga akan diberikan dukungan finansial dan kepala sekolah juga memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melindungi para guru.
Undang-Undang Baru Disambut Baik
Dalam RUU yang baru diperkenalkan awal bulan ini, guru diperbolehkan mengeluarkan siswa yang mengganggu di kelas dan menahan mereka jika perlu.
Selain itu, Kantor Pendidikan Seoul mengumumkan rencana untuk mencatat semua panggilan yang dilakukan orang tua kepada guru, dan memasang chatbot resmi sebagai garis pertahanan pertama atas keluhan orang tua.
Federasi Serikat Guru Korea menyambut baik undang-undang baru tersebut, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan "memperluas hak untuk mengajar dan melindungi hak siswa untuk belajar".
Lebih lanjut, serikat pekerja juga menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada para guru yang turun ke jalan selama sembilan minggu berturut-turut demi menuntut hak mereka, seraya mengatakan bahwa RUU tersebut adalah hasil dari kekuatan mereka.
Advertisement
Sebagian Menilai Tidak Efektif
Kendati demikian, beberapa guru berpendapat bahwa undang-undang baru ini tidak cukup efektif.
Ketua Federasi Serikat Guru Korea, Kim Yong-seo, menyebut undang-undang baru ini sebagai "langkah kemajuan besar dalam melindungi guru dan siswa", namun mengatakan ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki.
Dia meminta para politisi untuk mengubah Undang-Undang Kesejahteraan Anak, dengan alasan bahwa tidak mungkin bahwa kebijakan guru dalam mendisiplinkan siswa dicap sebagai pelecehan anak.
Beberapa guru juga ingin orang tua yang melontarkan tuduhan palsu mengenai kekerasan terhadap anak mereka untuk dihukum.
Kim Jin-seo, seorang guru berusia 28 tahun yang pertama kali berbicara kepada BBC di salah satu protes, mengatakan undang-undang yang baru tidak akan menghentikan laporan tidak berdasar dari orang tua tentang pelecehan anak. Menurutnya, tanpa adanya sanksi, orang tua akan terus menuduh guru melakukan perlakuan buruk terhadap anak.
Masyarakat Korea Selatan yang sangat kompetitif dipandang sebagai salah satu penyebab budaya pelecehan yang dilakukan orang tua. Prestasi akademis dianggap sebagai penanda keberhasilan terbaik, yang berarti siswa bersaing ketat untuk mendapatkan nilai terbaik sejak usia sangat muda untuk masuk ke universitas terkemuka di negara tersebut.