Liputan6.com, Jakarta Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyoroti RPP Kesehatan terkait Zat Adiktif. Dia menilai pemerintah hanya memandang eksosistem pertembakauan sebagai elemen parsial dalam proses penyusunan kebijakan.
Advertisement
"Kami menghargai niat baik pemerintah dalam menyusun regulasi ini, namun juga harus dilandaskan itikad baik. Bolehlah kiranya melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek. Bahwa dalam amanah UU Kesehatan itu sendiri pertembakauan harus diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri," ujar Sekretaris Jenderal AMTI Hananto Wibisono dikutip Sabtu (23/9/2023).
Ia menambahkan, dampak dari pelarangan terhadap produk tembakau. "Ada banyak sekali elemen dan jutaan orang yang bergantung penghidupannya pada ekosistem pertembakauan. Usulan AMTI, marilah kita membicarakan pengaturan ekosistem pertembakauan secara seksama sehingga dapat melahirkan regulasi yang adil, berimbang, dan tidak menegasi satu pihak," sebut Hananto.
Merunut pada proses penyusunan regulasi pertembakauan sejak akhir tahun lalu, mulai dari masifnya dorongan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan hingga riuhnya polemik penyusunan RUU Kesehatan, Hananto berharap pemerintah dapat melihat bahwa ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, khususnya kesejahteraan orang banyak yang terlibat mata rantai industri hasil tembaku.
Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Ali Rido yang turut memberi masukan terkait Pengamanan Zat Adiktif merekomendasikan untuk tidak hanya fokus pada bahasan substantif RPP Kesehatan, namun juga harus menaruh perhatian pada teknis peraturan perundang-undangan itu sendiri.
"Patut diingat bahwa wujud peraturan yang baik dan benar itu ketika secara teknis formalnya dapat diimplementasikan secara baik," kata Ali Rido.
Rido menjelaskan, sesuai dengan narasi diksi yang disebutkan dalam pasal 152 UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengamanan Zat Adiktif, berupa produk tembakau dan rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kemenkes RI Buka Partisipasi Publik untuk Susun Aturan Turunan UU Kesehatan
Sementara itu, selepas disahkannya Rancangan Undang-Undangan Kesehatan menjadi UU Kesehatan pada 11 Juli 2023 lalu, kini Pemerintah tengah bersiap untuk menyusun aturan turunan dari implementasi Undang-Undang tersebut.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI Mohammad Syahril memastikan bahwa proses penyusunan aturan Undang-Undang Kesehatan akan dilakukan secara terbuka dan transparan dengan melibatkan partisipasi publik yang seluas-luasnya.
Guna menampung berbagai masukan dan aspirasi serta membuka ruang diskusi bersama dengan seluruh elemen masyarakat, Kemenkes telah menyediakan saluran khusus yang bisa diakses di laman https://partisipasisehat.kemkes.go.id.
Beri Masukan dan UsulanPortal ini sudah biasa diakses masyarakat yang ingin memberikan masukan maupun usulan terkait proses penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) implementasi dari UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Kami mengundang seluruh masyarakat untuk dapat memberikan segala aspirasinya terkait dengan pelaksanaan UU Kesehatan," kata Syahril melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 14 September 2023.
"Berbagai masukan yang diberikan sangat penting bagi penyusunan aturan turunan UU Kesehatan yang lebih komprehensif."
Advertisement
Sosialisasi Substansi RPP UU Kesehatan
Tak hanya membuka partisipasi publik, Kemenkes dalam waktu dekat juga akan melakukan sosialisasi dan konsultasi publik terhadap substansi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Kesehatan yang akan dilaksanakan secara daring melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI.
Mohammad Syahril menegaskan, penyerapan aspirasi dari seluruh pemangku kepentingan sangat penting untuk menampung berbagai masukan dan usulan yang sebelumnya belum terakomodir dalam UU Kesehatan.
"Harapannya, kesempatan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mewujudkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation), sehingga hak publik untuk didengar, dipertimbangkan dan mendapatkan penjelasan dapat terfasilitasi dengan baik," ucapnya.