Baku Mutu Emisi Sektor Transportasi dan Industri Bakal Diperketat

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bakal memperketat penindakan terkait emisi, khususnya pada sektor transportasi dan industri.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Sep 2023, 19:30 WIB
Petugas menempelkan stiker lulus uji emisi pada sebuah mobil yang telah lulus uji emisi di Jalan Proklamasi, Jakarta, Selasa (6/10/2015). Uji emisi gratis tersebut bertujuan untuk mengevaluasi kualitas udara perkotaan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bakal memperketat penindakan terkait emisi, khususnya pada sektor transportasi dan industri.

Untuk mengurangi emisi dari sumber tidak bergerak, KLHK berkomitmen untuk melakukan pengetatan baku mutu emisi industri, pengetatan persyaratan pengendalian pencemaran udara, dan penerapan pengawasan emisi udara secara realtime dan terintegrasi.  

 

“Sebelum ada UU Ciptaker, kami masih terkendala penindakan. Namun sekarang, kami bisa lakukan penindakan saat ada yang melanggar ketentuan tentang polusi udara,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum (KLHK), Rasio Ridho Sani dikutip dari Antara, Minggu (24/9/2023).

Lebih lanjut, Ridho menjelaskan bahwa KLHK telah menerapkan tindakan tegas, termasuk sanksi administratif. Salah satu contohnya adalah di sektor industri, di mana 21 dari 45 perusahaan yang diidentifikasi sebagai potensi pencemar udara telah disegel. 

Ridho juga mengungkapkan bahwa kendaraan bermotor adalah salah satu penyumbang terbesar dalam polusi udara. Pertumbuhan kendaraan bermotor terus meningkat, dengan peningkatan sekitar 5,7% per tahun untuk sepeda motor dan 6,38% per tahun untuk mobil penumpang. 

“Statistik menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 17 juta sepeda motor, 4,2 juta mobil penumpang, 856 ribu truk, dan 344 ribu bus di Jakarta,” kata Ridho. 

Sumber Polusi

Menurutnya, polusi juga berasal dari sumber-sumber emisi yang tidak bergerak, seperti pabrik, pembangkit listrik, dan pembakaran sampah. Cuaca juga dapat mempengaruhi tingkat polusi, terutama selama musim kemarau. Selain itu, paparnya, saat ini Indonesia mengadopsi spesifikasi Euro 4 untuk kendaraan. Namun, KLHK berencana untuk memperketat regulasi ini dan melanjutkan menuju spesifikasi Euro 5 dan 6.

“Hal ini akan bergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan.” 

Ridho juga mencatat bahwa langkah-langkah lainnya termasuk peningkatan kualitas bahan bakar, perketatan standar emisi untuk kendaraan lama, pengujian emisi berkala, serta perluasan dan peningkatan layanan transportasi publik.


Awas, Penyimpanan Karbon Bisa Bikin Air Tanah Tercemar

Karbon dioksida (CO2) (Sumber: Pixabay)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendukung in/isiasi teknologi penangkapan karbon untuk diolah dan dijual, atau CCS/CCUS di sektor industri hulu migas. Teknologi tersebut dipercaya mampu menekan pembuangan emisi karbon dan polusi yang mencemari udara.

Namun, Staf Ahli Menteri Bidang Energi KLHK Haruni Kirisnawati mempertanyakan, apakah penyimpanan karbon bisa bantu mereduksi emisi.

Haruni tak memungkiri, teknologi CCS memainkan peran vital dalam mereduksi gas emisi. Akan tetapi, mengacu pada laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menemukan bahwa estimasi ongkos saat ini dan masa depan untuk CCS dipenuhi ketidakpastian.

"Sejumlah studi menemukan penggunaan CCS berbarengan dengan peningkatan efisiensi konversi energi, penggunaan sumber energi terbarukan dapat secara signifikan menekan ongkos untuk menstabilkan konsentrasi atmosfir terhadap karbon dioksida," ungkapnya dalam ICIOG 2023 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kamis (21/9/2023).

Menurut dia, rencana penerapan CCS/CCUS butuh upaya besar untuk berkontribusi dalam menekan emisi karbon di level regional, termasuk Indonesia.

 


Risiko

Karbon dioksida (CO2) (Sumber: Pixabay)

Di sisi lain, Haruni menyebut terdapat sejumlah risiko yang harus diperhatikan, antara lain potensi kebocoran selama proses penangkapan, pengangkutan dan penyimpanan karbon. Ada juga potensi dampak terhadap lingkungan dari penyimpanan karbon jangka panjang di bawah tanah.

"Kemudian risiko terhadap kesehatan yang mungkin terjadi dari kebocoran penyimpanan karbon dioksida atau dari kontaminasi air tanah," ungkap Haruni."Mengacu pertimbangan itu, implementasi kebijakan terkait CCS harus benar-benar diperhatikan untuk menjamin bahwa ini tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, ekosistem dan sosial," tuturnya.

 

INFOGRAFIS JOURNAL_ Berbagai Polusi Berdampak pada Perubahan Iklim (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya