Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, mengubah format dokumen sudah bukan lagi hal yang sulit. Sebab, ada banyak layanan di internet yang bisa membantu hal tersebut.
Salah satu yang cukup sering dilakukan adalah mengubah file JPG ke PDF. Berbekal layanan di internet, pengguna bisa mengubah format tersebut melalui PC, bahkan langsung melalui smartphone.
Advertisement
Cara mengubah file JPG ke PDF pun terbilang mudah dilakukan. Kamu cukup mengikuti beberapa langkah yang sudah dihimpun Tekno Liputan6.com dari berbagai sumber berikut ini.
Ubah File JPG ke PDF secara Offline di PC Windows
- Buka foto dengan format JPG lewat aplikasi Photos bawaan di Windows 10
- Setelah terbuka, kamu tinggal mengklik opsi Print yang ada di bagian atas
- Berikutnya, kamu perlu mengubah opsi printer default menjadi Microsoft Print to PDF yan ada di menu bagian atas
- Di menu tersebut, kamu bisa mengatur ukuran kertas, ukuran foto, dan margin halaman
- Apabila sudah selesai, kamu tinggal klik tombol Print
- Terakhir, simpan file PDF pada folder yang dituju. Isi pula nama file, dan klik tombol Save
Cari aplikasi konversi JPG ke PDF di Google Play Store
- Cari aplikasi konversi JPG ke PDF di Google Play Store
- Usai hasil pencarian muncul, pastikan pilih aplikasi yang terpercaya sebelum mengunduhnya
- Setelahnya download aplikasi tersebut dan install di perangkat
- Begitu aplikasi selesai diinstall, kamu tinggal mengikuti langkah yang muncul di aplikasi
- Mengingat beberapa aplikasi memiliki mekanisme yang berbeda, kamu perlu mempelajarinya lebih dulu
Aplikasi Jahat di Android Makin Lihai Temukan Cara Lolos Deteksi Keamanan
Di sisi lain, perkembangan aplikasi-aplikasi jahat telah jadi perhatian bagi ponsel-ponsel Android selama bertahun-tahun. Google mengklaim pihaknya sudah ambil langkah serius untuk menanggulangi penyebaran aplikasi jahat.
Kendati demikian, hacker selalu menemukan berbagai cara baru untuk bisa menjebol berbagai upaya keamanan. Kali ini, pembuat malware menggunakan metode kompresi APK tersembunyi.
Dengan kompresi APK, malware Android bisa menyamarkan dirinya dari keamanan Android. Parahnya lagi, aplikasi-aplikasi jahat ini bisa menyembunyikan diri mereka dari aplikasi antivirus terbaik.
Kabar baiknya, begitu mudah bagi pengguna untuk melindungi perangkat dari aplikasi tersembunyi ini.
Informasi terbaru soal metode yang dipakai malware untuk menyembunyikan dirinya ini, menurut Gizchina, Rabu (23/8/2023), diungkap oleh Zimperium.
Zimperium merupakan perusahaan keamanan yang berperan untuk mengidentifikasi dan menghapus aplikasi-aplikasi jahat dari Google Play Store.
Di mana, temuan Zimperium menyebut ada metode baru yang dipakai oleh hacker untuk membuat aplikasi jahat atau malware tetap tidak terdeteksi di ponsel Android.
Metode kompresi APK ini menyamarkan APK menjadi file, yang bisa dipakai untuk menginstal dan mendistribusikan aplikasi melalui ekosistem Android. Aplikasi-aplikasi jahat ini bahkan bisa menghindari dekompilasi.
Advertisement
Malware Pura-Pura Jadi Aplikasi Biasa yang Tak Berbahaya
Adapun dekompilasi merupakan proses yang dijalankan oleh sistem keamanan dan software antivirus untuk menandai kode-kode yang dianggap mencurigakan.
Secara teknis, aplikasi-aplikasi jahat ini mampu memanipulasi atau mengkompresi algoritma.
Sejalan dengan taktik tak diketahui oleh program keamanan, hal ini mampu mengizinkan aplikasi Android untuk berlaku seperti aplikasi biasa. Melalui langkah ini, mereka bisa lihai melalui berbagai upaya keamanan dari Google.
Menurut Zimperium, perusahaannya menemukan ada 3.300 aplikasi jahat berbeda yang mengutilisasi teknik kompresi APK.
Menurut mereka, 71 sampel aplikasi tersebut bisa menembus Android versi 9 dan seterusnya. Zimperium pun mulai melihat masalah ini setelah perusahaan keamanan Joe Security merilis sebuah laporan.
Laporan ini memperlihatkan bagaimana APK bisa melewati proses analisis malware dan berjalan di perangkat Android.
Untungnya Belum Ada di Google Play Store
Dari laporan terbaru Zimperium, tidak ada bukti bahwa aplikasi jahat ini hadir di Google Play Store kapan saja. Dengan kata lain, tidak ada satu pun dari 3.300 APK yang ditandai ada di Google Play Store.
Itu artinya, aplikasi jahat tersebut didistribusikan melalui cara alternatif, misalnya melalui toko aplikasi pihak ketiga yang memungkinkan pengguna memasangnya ke perangkat.
Google pun selama ini berupaya mencegah pengguna instal aplikasi dari luar sumber tidak dikenal ke aplikasinya.
Namun seiring dengan kecanggihan pengembang aplikasi jahat mengandung malware, bukan tidak mungkin jika nantinya aplikasi jahat itu mampu menembus keamanan Google.
(Dam)
Advertisement