Nobar Film Eksil di Peringatan Tragedi 1965, Usman Hamid: Dia Tunjukkan Cinta Tanah Air Tak Boleh Buta

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usmad Hamid hadir dalam acara 'Pemutaran Film Eksil dan Gelar Wicara Peringati 58 Tahun Tragedi Kemanusiaan' di Metropole XXI, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2023.

oleh Devira PrastiwiRifqy Alief Abiyya diperbarui 26 Sep 2023, 14:38 WIB
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usmad Hamid hadir dalam acara 'Pemutaran Film Eksil dan Gelar Wicara Peringati 58 Tahun Tragedi Kemanusiaan' di Metropole XXI, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2023. (Liputan6.com/Rifqy Alief Abiyya)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usmad Hamid hadir dalam acara 'Pemutaran Film Eksil dan Gelar Wicara Peringati 58 Tahun Tragedi Kemanusiaan' di Metropole XXI, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2023.

Usman Hamid mengungkapkan, film Eksil menunjukan satu hal yang penting yaitu cinta. Cinta dalam arti keluarga, cinta dalam arti pada tanah air kelahirannya, dan cinta yang melampaui itu semua.

Dia menyebut, salah satu contoh Eksil adalah Pak Min yang disingkirkan oleh negara, tapi cintanya tetap ada untuk tanah air.

"Dia menunjukkan pada kita bahwa kecintaan tanah air itu tidak boleh buta, tidak bisa seperti yang hari ini kita disuguhkan dengan nkri harga mati. Melainkan sesuatu yang memang mendalam, sesuatu yang menyimpan kenangan, menyimpan perasaan hati, menyimpan darah," ujar Usman usai Nonton Bareng Film Eksil di Metropole XXI, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2023.

Menurut dia, dari kisah Pak Min dapat dilihat, mereka lahir di Indonesia, tumbuh besar di Indonesia, dan pastinya senang jika kembali ke Indonesia.

Walaupun tumbuh dan besar di Indonesia, tetapi lebih menemukan kedamaian di negeri Belanda. Negeri yang dahulu menjajah bangsa Indonesia tapi justru menemukan kedamaian di sana. Ia menemukan cinta pasangan seumur hidup di Belanda

"Dia (Pak Min) merasa Indonesia tempat dia dilahirkan, ditumbuh besarkan, tentu dia senang kalau dia akan kembali ke Indonesia dan dimakamkan di sana," ujar Usman.

"Tetapi dia juga menemukan cinta dan kedamaian itu di negeri Belanda, tempat dimana dia menemukan pasangan hidupnya," lanjutnya.

Sehingga, Usman menilai film ini harus disebar ke sekolah-sekolah untuk menggantikan film yang dibuat pada tahun 1980-an dimana banyak kebohongan.

"Jadi saya pikir film ini wajib dibawah ke sekolah menggantikan film busuk yang pernah diputar tahun 80-an. Film yang penuh kebohongan, film yang membodohi generasi kita,” pungkas Usman.

 


Ketakutan Itu Masih Ada Hingga Kini

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usmad Hamid hadir dalam acara 'Pemutaran Film Eksil dan Gelar Wicara Peringati 58 Tahun Tragedi Kemanusiaan' di Metropole XXI, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2023. (Liputan6.com/Rifqy Alief Abiyya)

Akibat peristiwa 1965 membekas ketakutan yang berkepanjangan walau jauh dari tanah air hal itu masih bisa dirasakan.

Banyak korban lain yang menilai bahwa exile tidak semenderita yang dirasakan oleh korban lain seperti disiksa. Pada nyatanya exile merasakan penderitaan dan ketakutan yang berbeda.

Sebenarnya, perkembangan Indonesia saat ini jauh berbeda. Ruang diskusi lebih terbuka, intimidasi lebih berkurang. Apalagi ketika mereka di eropa, hal-hal tersebut lebih mudah didapatkan olehnya.

"Jadi sebetulnya cukup aman untuk mereka bicara, tapi ruang-ruang itu tidak dimanfaatkan. Tapi saya paham betul karena ngobrol dengan mereka memang ketakutan itu masih ada," ucap Sri Lestari Wahyuningroem, Dosen Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta usai Nonton Bareng Film Eksil.

Sementara itu, Sutradara Film Eksil Lola Amaria juga menyinggung ketika dirinya ingin syuting dan bawa perlengkapan, justru mereka yang menggunakan kamera dan merekam dirinya.

"Waktu saya datang bawa perangkapan segala macam, justru mereka juga pake kamera, nge-shoot saya juga. Itu lucu, mereka nanya, nggak apa-apa kan saya shoot kamu, saya jawab ya nggak apa-apa, ujar Lola.

"Karena mungkin dia takut saya intel atau siapa, karena dari awal udah jelas ditanya, emang kamu siapa, kamu mau ngapain sama kita, kamu dari mana, siapa yang mengutus kamu, uang dari mana, itu kayak setiap yang kita tanya (seperti itu), tapi akhirnya emang pelan-pelan dan kemudian akhirnya mereka percaya sampai saya dianggap anak ya mereka semua," lanjut Lola.

Adanya cerita ini, sebenarnya menandakan masih ada rasa ketakutan dan kecurigaan para exile. Sangat lama luka membekas sehingga sangat sulit dilupakan dan dihilangkan begitu saja.

infografis Polemik Kebangkitan PKI Sepanjang 2017

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya