PSHK Minta MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Jika gugatan itu dikabulkan, akan berpotensi menimbulkan bencana kelembagaan atau institusional disaster.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 27 Sep 2023, 11:55 WIB
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta-Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak pengajuan permohonan uji batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden atau pengajuan gugatan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda mempertanyakan implikasi penting dikabulkannya gugatan itu. Pasalnya, jika gugatan itu dikabulkan malah berpotensi menimbulkan bencana kelembagaan atau institusional disaster.

"Apa kemudian implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi jika Mahkamah mengabulkan permohonan. Ada potensi institusional disaster bagaimana kemudian peraturan teknis itu harus diubah secara cepat, ini akan membuat bebannya kemudian ada di KPU dan juga Bawaslu untuk menyesuaikan peraturan apalagi sudah mendekati proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden," tutur Violla kepada wartawan, Rabu (27/9/2023).

Diketahui, jadwal pendaftaran capres dan cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dimulai pada 19 Oktober hingga 25 Oktober 2023 mendatang. Menurut Violla, ada hal lain yang dikhawatirkan jika permohonan tersebut dikabulkan.

“Ini juga potensial untuk membentangkan karpet merah bagi keberlanjutan kekuasaan incumbent. Dan yang terakhir adalah ini akan berpotensi untuk menggerus kredibilitas Mahkamah Konstitusi," jelas dia.

Bukan tanpa alasan, sambungnya, kredibilitas MK pun dipertaruhkan lantaran dengan mengabulkan permohonan tersebut, maka lembaga itu dinilai tidak konsisten terhadap putusan dan bahkan dianggap buta konsep. Adanya gugatan itu juga menjadi pertaruhan bagi MK, yang potensial menjadikan lembaga itu sebagai alat untuk mengalihkan kewenangan yang seharusnya dilakukan pembentuk undang-undang atau lembaga legislatif, tetapi malah dilempar ke Mahkamah Konstitusi.

"Untuk itu kami punya beberapa rekomendasi supaya tidak terjadi institusional disaster ataupun tidak merendahkan marwah dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi. Yang pertama adalah menolak permohonan pemohon. Dan yang terakhir syarat kandidasi itu harusnya diformulasikan di dalam ruang pembentukan undang-undang secara komprehensif dan juga pasrtisipatif,” ungkapnya.

“Bukan hanya soal kandidasi calon presiden wakil presiden, kepala daerah dan juga anggota legislatif, tetapi pimpinan kelembagaan negara secara umum itu harus dikaji ulang untuk memperlihatkan komitmen yang tulus bagi pembentuk undang-undang untuk mendorong kepemimpinan orang muda di lembaga negara," Violla menandaskan.

Sebelumnya, MK menerima banyak permintaan terkait batas usia capres dan cawapres. Perkara yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan sejumlah kepala daerah meminta usia minimal capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.

Belakangan, Aliansi '98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM meminta MK menetapkan calon yang akan maju dalam Pemilu Presiden 2024 tidak boleh berusia lebih dari 70 tahun. Permohonan itu mereka klaim bukan untuk menghalangi calon presiden tertentu untuk mengikuti kontestasi, tetapi dimaksudkan untuk menyamakan usia maksimal presiden dengan pejabat publik lain.

 


MK Masih Terus Menerima Permohonan

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan, MK masih terus menerima permohonan terkait batas usia Capres-Cawapres. MK masih membutuhkan waktu untuk mencermati permohonan uji materiil terkait batas usia capres dan cawapres. Karena semua pihak diminta untuk bersabar menunggu putusan.

"Semua permohonan dan perkara dicermati secara seksama untuk kemudian diputus, belum diputus. Mohon semua pihak bersabar," ujar Fajar.

Karena itu MK sampai hari ini belum bisa memastikan kapan akan digelar agenda pembacaan putusan perkara tersebut.

"Sekiranya sudah siap, pasti akan segera diagendakan pengucapan putusan, termasuk untuk perkara dimaksud," kata Fajar.

Sementara, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengaku belum mendapatkan informasi kapan MK akan menyampaikan putusan terkait batas usia capres dan Cawapres. Menurut Ketua DPP PDIP ini, uji materiil UU Pemilu ini sudah masuk ranah politik. Maka putusannya bakal mengikat ke publik.

"Judicial politik ini JR politik yang masuk ke ranah politik, itu putusannya akan mengikat publik, ingat ya keputusan JR MK mengikat publik ketika mengikat publik dan itu harus dipahami yang kami langgar rumpun mana. Saya tidak mengatakan salah atau benar tapi hakim, ketika melakukan JR untuk JR ke judicial politik kewenangan ku sebenarnya sejauh ini apa gak," jelas Bambang.

 

Infografis Menteri Ikut Pemilu 2024 dan Pilpres 2024, Ini Aturan Kampanyenya. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya