Indonesia Mountain Tourism Conference 2023: Kualitas Wisata Petualangan sampai Do's and Don'ts Saat Mendaki Gunung

Kemenparekraf berupaya mengembangkan Mountain Tourism sebagai salah satu produk wisata petualangan untuk dapat bersaing secara global serta menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam acara Indonesia Mountain Tourism Conference 2023.

oleh Farel Gerald diperbarui 28 Sep 2023, 15:15 WIB
Pemerintah Indonesia melalui Kemenparekraf berupaya mengembangkan Mountain Tourism sebagai salah satu produk wisata petualangan untuk dapat bersaing secara global serta mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) menunjukkan komitmennya dalam mendukung pelaksanaan Indonesia Mountain Tourism Conference (IMTC) 2023. Konferensi ini diharapkan menjadi platform yang efektif untuk pengembangan produk, edukasi, dan sosialisasi terkait wisata pendakian gunung yang berkelanjutan di Indonesia.

Dalam usahanya untuk meningkatkan daya saing pariwisata nasional, pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi wisata gunung sebagai salah satu sektor yang memiliki potensi besar. Kemenparekraf berambisi agar Indonesia tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata pantai, tapi juga sebagai pusat wisata petualangan, terutama pendakian gunung, yang mampu bersaing di kancah internasional.

"Salah satu tren yang kini tengah populer di dunia pariwisata adalah kecenderungan wisatawan untuk mencari destinasi yang menawarkan ecotourism, adventure, dan tentu saja, pendakian gunung," kata Vinsensius Jemadu, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf dalam IMTC yang digelar pada Kamis, 27 September 2023.

Vinsensius berharap bahwa melalui diskusi-diskusi dalam konferensi ini, diharapkan dapat lahir beragam inovasi baru dalam pengembangan wisata gunung di Indonesia. Selain itu, dengan adanya kebijakan dan aturan yang jelas, diharapkan dapat menghindari dampak negatif dari wisata pendakian gunung dan menjadikannya lebih berkelanjutan.

Kolaborasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dinilai penting dalam meningkatkan tata kelola wisata gunung. Selain itu, Vinsensius menjelaskan bahwa interaksi yang berarti antara wisatawan dan lingkungan gunung menjadi salah satu indikator kualitas wisata gunung. Sehingga, bukan hanya sekadar menikmati keindahan alam, namun juga memahami nilai-nilai konservasi dan keberlanjutan yang ada di dalamnya.

"Kita buat interaksinya itu berdampak wisatawan kita baik domestik maupun internasional harus lakukan interaksi. Apapun bentuknya, selama memberikan kontribusi dan dampak, baru kita bisa nilai kalau dia (wisatawan) itu berkualitas," tegasnya.


Do's and Don'ts Saat Mendaki Gunung

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kemenparekraf/Baparekraf Vinsensius Jemadu menyatakan bahwa wisata gunung menjadi top trending adventure activity. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Sementara itu, Nandang Prihadi, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan pemaparan mendalam mengenai kebijakan dan upaya pemerintah dalam mendukung pengembangan wisata alam gunung yang berkelanjutan. Berdasarkan temuannya, dari tujuh puncak gunung di Indonesia, enam di antaranya berada di kawasan hutan konservasi. Oleh karena itu, pemanfaatan kawasan tersebut untuk kegiatan wisata, khususnya pendakian, harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan.

"Pendakian di kawasan hutan konservasi saat ini telah melibatkan 12 Taman Nasional dan 9 TWA (Taman Wisata Alam)," ujar Nandang pada kesempatan yang sama. Ia menegaskan pentingnya para pendaki memahami "Do and Dont" saat melakukan pendakian di KSA (Kawasan Suaka Alam) dan KPA (Kawasan Pelestarian Alam). Berdasarkan paparannya, beberapa hal penting yang harus diperhatikan antara lain:

1. Mempersiapkan diri sebelum pendakian: Ini mencakup persiapan fisik, peralatan, dan pengetahuan dasar mengenai medan dan kondisi alam.

2. Perizinan pendakian di kawasan hutan: Seluruh pendaki harus memiliki SIMAKSI (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi) sebelum memasuki kawasan tersebut.

3. Tata Tertib Pendakian Wisata Alam: Di sini, Nandang menekankan pentingnya kesadaran dalam berbagai aspek, seperti:

  • Sadar akan perizinan (memiliki tiket dan memenuhi syarat-syarat lainnya).
  • Sadar dan peduli terhadap keselamatan diri sendiri dan kelompok.
  • Sadar akan kelestarian alam dan berkontribusi dalam menjaganya.
  • Sadar terhadap habitat yang ada di sekitar dan tidak mengganggu keseimbangannya.
  • Menghormati etika, budaya, dan kearifan lokal masyarakat sekitar.

 


Menerapkan Protokol-Protokol Guna Ciptakan Pendaki Cerdas

(Ki-Ka) Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Rahman Mukhlis, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kemenparekraf/Baparekraf Vinsensius Jemadu, dan Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nandang Prihadi dalam acara IMTC 2023. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Nandang juga memaparkan sejumlah upaya yang sedang dilakukan untuk mengoptimalkan pendakian wisata alam di Indonesia, di antaranya:

1. Peningkatan sarana dan prasarana: Hal ini mencakup pembenahan jalur pendakian, penandaan, hingga fasilitas dasar seperti tempat istirahat dan toilet.

2. Asuransi: Mengasuransikan setiap pendaki untuk mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi.

3. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM): Pelatihan bagi pemandu lokal, petugas taman nasional, dan pihak-pihak terkait lainnya.

4. Pembuatan peraturan teknis: Ini untuk memastikan semua aktivitas pendakian dilakukan sesuai standar keamanan dan keberlanjutan.

Lalu, Nandang memperkenalkan beberapa inovasi yang sedang atau sudah dikembangkan, seperti sistem booking dan ticketing online, penggunaan gelang pintar pada pendakian di TN Gunung Merbabu, serta kebijakan pengelolaan pendakian yang aman dan bersih. Semua upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pengalaman para pendaki sekaligus menjaga kelestarian alam Indonesia dari kejadian kerusakan alam yang belakangan ini kerap terjadi karena kelalaian manusia.

Terakhir, Nandang berupaya terus untuk mendorong penerapan SOP dan merevisi aturan-aturan (PP) Nomor 12 Tahun 2014, termasuk menerapkan denda yang ditujukan kepada pendaki tidak memiliki izin resmi. "Kami mengusulkan dendanya lima kali lipat dari biaya tiket masuk, untuk memberikan efek jera" ujarnya.


Essential Elements Wisata Gunung

KLHK merekomendasikan untuk menggunakan pemandu karena selain mendampingi mereka juga dapat mengedukasi para pendaki gunung, khususnya pendaki baru. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Dalam sesi pemaparan selanjutnya, Itok Parikesit selaku Direktur Wisata Minat Khusus Kemenparekraf memberikan wawasan mendalam tentang wisata gunung di Indonesia. Menurut beliau, wisata gunung termasuk dalam kategori wisata petualangan, yang memiliki ciri khas dan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

"Karena mengandung essential elements seperti alam (nature), budaya (culture), dan aktivitas (activity). Tidak hanya itu, wisata petualangan juga menawarkan pengalaman-pengalaman unik yang mencakup tantangan (challenge), kesejahteraan (wellness), dampak (impact), transformasi, serta hal-hal yang baru dan unik," ungkapnya.

Itok melanjutkan, ekosistem dalam wisata petualangan terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu first tier suppliers, second tier suppliers, dan end client. Dia mengungkapkan bahwa second tier lebih fokus pada bisnis ke bisnis (B2B) dan melibatkan penyedia layanan seperti tenant, serta bisnis makanan dan minuman.

"Dalam Rencana Strategis BPJMN 2020-2024, kita menargetkan untuk meningkatkan nilai utama pariwisata. Nilai-nilai ini mencakup pariwisata yang berkelanjutan, peningkatan SDM yang terampil, kepuasan pengalaman wisatawan, diversifikasi produk dan jasa, serta adaptasi teknologi," tambahnya.

Itok juga menyatakan bahwa terdapat 5 daya tarik wisata gunung di Indonesia, diantaranya adalah Pesona Gunung Api, Pesona Gunung Hutan Hujan Tropis, Pesona Gunung Bersalju di Daerah Tropis, Keanekaragaman Hayati, dan Keanekaragaman Budaya

Namun, wisata gunung juga menghadapi beberapa tantangan dan isu terkini, seperti polusi, perubahan iklim, dampak sosial budaya, aspek ekonomi, serta aspek kesehatan dan keselamatan. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, Itok merekomendasikan beberapa langkah, antara lain pencegahan perubahan iklim, monitoring dan penghijauan, pemberdayaan masyarakat lokal, serta kerja sama dalam berinovasi dan pengembangan produk.

 

Infografis Letusan Gunung Bromo (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya