Perluas Konstitusi Negara, Kim Jong Un Dorong Produksi Senjata Nuklir Ditingkatkan

Kim Jong Un menekankan perlunya mendorong upaya untuk meningkatkan produksi senjata nuklir.

Oleh DW.com diperbarui 29 Sep 2023, 08:10 WIB
Kim sempat mencoba kendaraan tempur saat berkunjung. (STR/KCNA VIA KNS/AFP)

Liputan6.com, Pyongyang - Kim Jong Un dilaporkan menyerukan peningkatan produksi senjata nuklir secara eksponensial, demikian menurut media pemerintah Korea Utara, KCNA, melaporkan pada Kamis (28/9/2023). Selain itu, kabarnya ia juga ingin agar Korea Utara memainkan peran yang lebih besar dalam koalisi negara-negara untuk menghadapi Amerika Serikat dalam sebuah "Perang Dingin baru".

Kim menekankan perlunya "mendorong upaya untuk meningkatkan produksi senjata nuklir secara eksponensial dan mendiversifikasi cara-cara serangan nuklir," lapor KCNA.

Dilansir DW Indonesia, Kim melontarkan komentar itu dalam sebuah sesi selama dua hari di parlemen, yang telah sepakat memasukkan kebijakan mengenai perluasan program senjata nuklir ke dalam konstitusi negara.

Para anggota majelis setuju dengan suara bulat terhadap klausul baru dalam konstitusi, yaitu "menjamin hak negara untuk hidup dan berkembang, mencegah perang dan melindungi perdamaian regional dan global dengan mengembangkan senjata nuklir secara cepat ke tingkat yang lebih tinggi.”

"Kebijakan pengembangan kekuatan nuklir Korea Utara telah dijadikan permanen sebagai hukum dasar negara, yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun," kata Kim dalam pidatonya di sesi tersebut.

Amandemen konstitusi terkait kebijakan senjata nuklir itu dilakukan setahun setelah Korea Utara secara resmi mendeklarasikan dirinya sebagai negara nuklir, dan secara hukum menetapkan hak untuk menggunakan serangan nuklir guna melindungi diri.


NATO Versi Asia

Jabatan tangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Metropole Hotel, Hanoi, Vietnam (AP)

Kim dalam kesempatan yang sama juga dilaporkan menuduh Amerika Serikat (AS), Korea Selatan dan Jepang menciptakan "NATO versi Asia, akar penyebab perang dan agresi." Menurutnya, peningkatan kerja sama militer ketiga negara tersebut telah menimbulkan ancaman yang semakin besar.

"Ini ancaman terburuk yang nyata, bukan ancaman retorika atau entitas khayalan," ujarnya.

Kim pun memerintahkan para diplomatnya untuk "lebih meningkatkan solidaritas dengan negara-negara yang menentang strategi hegemoni AS dan Barat."

Kim sebelumnya telah melakukan kunjungan langka ke Rusia, di mana ia dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk meningkatkan kerja sama militer dan ekonomi.

Terkait kunjungan ini, para pejabat AS dan Korea Selatan telah menyatakan kekhawatirannya. Pyongyang dituding mencari bantuan teknologi untuk kepentingan pengembangan program nuklir dan rudalnya, sementara Moskow dituding mencoba memperoleh amunisi dari Korea Utara guna menambah persediaan yang semakin menipis akibat perang di Ukraina.


Perang Dingin Baru

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Vladivostok, Kamis 25 April 2019 (Yuri Kadobnov / AFP PHOTO)

Terkait amandemen konstitusi yang dilakukan Korea Utara, para analis mengatakan bahwa ini menandakan adanya percepatan lebih lanjut terkait upaya pengembangan senjata nuklir, yang kemungkinan akan diikuti oleh perluasan kerja sama militer dengan Moskow menyusul kunjungan langka Kim ke Rusia baru-baru ini.

Sebelumnya pada Selasa (26/09), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol juga telah memperingatkan Pyongyang agar tidak menggunakan senjata nuklir, yang disampaikan saat Seoul unjuk kekuatan dalam parade militer skala besar pertama dalam satu dekade.

"Perang Dingin baru di kawasan Asia Timur Laut dan ketegangan militer di Semanjung Korea akan meningkat," kata Yang Moo-jin, profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, seperti dilansir dari Reuters.

Ambisi Korea Utara Punya Senjata Nuklir

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya