Liputan6.com, Jakarta Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan investasi di Indonesia.
Perubahan ini tercermin melalui laporan Institute for Management Development World Competitiveness Yearbook 2023. Menurut laporan tersebut, Indonesia berhasil menempati peringkat 34 dari total 64 negara yang dinilai.
Advertisement
Pengamat Bisnis Nindyo Pramono menyatakan, investor merespons dengan positif upaya reformasi struktural yang diwujudkan melalui UU Cipta Kerja.
"Berdasarkan laporan analisis dari World Bank yang tercantum dalam publikasi Indonesia Economic Prospect (IEP) Desember 2022, UU Cipta Kerja telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA). Total realisasi PMA meningkat sebesar rata-rata 29,4 persen dalam lima triwulan setelah UU Cipta Kerja diberlakukan," ujar Nindyo dikutip Kamis (28/9/2023).
Selanjutnya, Nindyo menjelaskan bahwa reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja juga berhasil mengurangi hambatan perdagangan dan investasi di Indonesia.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development), dalam publikasinya pada 12 Desember 2022, mencatat bahwa implementasi UU Cipta Kerja telah mampu mengurangi hambatan investasi asing secara langsung sekitar 10 persen pada tahun 2021.
Dirasakan UMKM
Selain itu, dampak positif UU Cipta Kerja juga dirasakan di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang merupakan pondasi ekonomi Indonesia.
UU Cipta Kerja berhasil melakukan reformasi dalam proses perizinan dan memberikan kemudahan berusaha, sehingga mengatasi kendala birokrasi yang ada.
Prosedur Perizinan
Prosedur perizinan yang sebelumnya rumit dapat diatasi dengan adanya Sistem Online Single Submission (OSS). Reformasi ini telah membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta memberikan pemberdayaan kemudahan perizinan berusaha kepada UMKM. Dengan memberikan izin yang lebih sederhana.
Dia menegaskan, UU Cipta Kerja memiliki dampak positif bagi iklim investasi yang pada akhirnya akan mendukung pembukaan lapangan kerja. Namun, ia juga menyoroti pentingnya evaluasi, saran, dan kritik yang konstruktif dalam proses ini.
"Saat ini belum saatnya untuk menggelar diskusi menyeluruh mengingat implementasi UU Cipta Kerja masih baru dimulai di lapangan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat memberikan ruang dan kesempatan bagi UU Cipta Kerja untuk berjalan sesuai dengan fungsinya dan tujuannya," jelas Prof. Nindyo.
Advertisement
Perppu Cipta Kerja Dinilai Penting Cegah Pertumbuhan Ekonomi Melambat
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang saat ini berlaku merupakan hasil proses yang berlangsung cukup panjang. Salah satu langkah dalam proses tersebut melibatkan prerogatif presiden dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Perppu Nomor 2 tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) yang dikeluarkan oleh Presiden pada akhir Desember 2022 adalah implementasi dari wewenang yang telah diberikan oleh konstitusi.
Pengamat Hukum Tata Negara, Ibnu Sina Chandranegara mengungkapkan, penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden adalah langkah yang penting. Untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan yang dihadapi oleh Indonesia.
"Meskipun sebagian besar kelompok yang menentangnya menganggap Perppu sebagai pelanggaran konstitusi, sebenarnya dalam segi formil, Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu ini, yang dijamin oleh Pasal 22 UUD 1945," jelas Prof. Ibnu, Rabu (27/9).
Lebih lanjut, Ibnu Sina menekankan, penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden juga merupakan tindak lanjut dari keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Hak Eksekutif
Dengan dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja, maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi-lah yang berwenang untuk menilai terkait dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja. Oleh karena itu, keputusan ini seharusnya dipahami dan dihormati karena merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh Presiden.
"Selain itu, tindakan penerbitan Perppu ini tidak dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi atau yang dikenal dengan istilah 'constitutional disobedience,' karena didasarkan pada kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden," ungkap Ibnu Sina.
Advertisement