TikTok Shop Cs Bisa Picu Kebangkrutan Industri Tekstil di Sukabumi

Efek social commerce TikTok Shop Cs, dinilai berpotensi picu kebangkrutan industri olahan tekstil di wilayah Kabupaten Sukabumi

oleh Fira Syahrin diperbarui 30 Sep 2023, 11:00 WIB
Para pedagang di Pasar Tanah Abang menulis permintaannya untuk menutup platform digital seperti TikTok Shop yang dinilai merebut pasar mereka. (dok: Arief)

Liputan6.com, Sukabumi - Tren penurunan penjualan barang di pasar konvensional yang dinilai imbas dari predatory pricing di social commerce TikTok Shop Cs, menyita perhatian berbagai pihak.

Salah satunya dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sukabumi menanggapi praktik jual barang murah atau predatory pricing di social commerce TikTok Shop Cs. 

Pihaknya menilai, fenomena tersebut telah membahayakan industri tekstil di wilayah Kabupaten Sukabumi, bahkan berpotensi bangkrut.

Wakil Ketua I Sektor Industri Padat Karya DPK APINDO Kabupaten Sukabumi, David FC Dharmadjaja, menuturkan, sebelumnya pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang juga telah terdampak oleh perpindahan pembelian secara online. 

Selain itu, masalah lainnya seperti persaingan produk lokal di pasar online yang dijual dengan harga jauh lebih murah dari harga produk yang dijual di toko konvensional. Meskipun, menurut APINDO, masalah ini bukan sepenuhnya akibat platform social commerce seperti TikTok Shop Cs. 

"Kami merasa regulasi impor yang harus dikaji, dimana memungkinkan banyak barang impor mengalir ke Indonesia. Industri tekstil dan konveksi terkena dampak karena harga-harga yang ditawarkan di TikTok Shop Cs tidak masuk akal jika dibandingkan dengan harga produk lokal yang diproduksi secara langsung di pabrik," kata David saat dikonfirmasi, pada Jumat (29/9/2023).

Sebab itu, pihaknya menekankan pemerintah pusat untuk mengatur regulasi impor yang lebih ketat dan memberikan kebijakan pajak yang menguntungkan industri padat karya. 

Selain itu, APINDO juga menyampaikan bahwa kesenjangan antara industri padat karya dan industri impor harus diatasi dengan memberikan kemudahan akses terhadap mesin baru, keringanan pajak, dan bahan baku yang terjangkau.

Lebih lanjut, David menyampaikan, selama pandemi COVID-19, industri tekstil di Kabupaten Sukabumi turut merasakan dampaknya. Sejauh ini, sekitar 24.000 orang karyawan telah kehilangan pekerjaan, data itu meningkat dari sebelum resesi ekonomi global yang mencapai 19.000 karyawan.

"APINDO tengah melakukan survei untuk melihat kapasitas produksi sebelum dan setelah pandemi, serta keberlanjutan order selama 3 hingga 6 bulan ke depan," terang dia.

 

 


Efek Domino

Pihaknya juga mengingatkan bahwa penurunan industri padat karya akan berdampak pada sektor barang konsumsi, seperti air minum dalam kemasan dan makanan. Mereka menggambarkan fenomena ini sebagai efek domino.

Di mana jumlah permintaan akan berkurang, jumlah tenaga kerja akan mengalami pengurangan. "Iya, otomatis pendapatan rumah tangga akan terganggu, jika tidak segera ditangani," jelasnya..

Karena itu, pihak Apindo berharap agar pemerintah dapat bijak dalam menentukan kebijakan yang dapat memahami dan mengatasi permasalahan tersebut. 

Termasuk kebijakan pengupahan tahun 2024 wajib berpedoman pada regulasi yang berlaku. Jika tidak ada solusi yang ditemukan, APINDO khawatir hal ini akan memperburuk kondisi sektor industri dan banyak perusahaan di Kabupaten Sukabumi yang terpaksa tutup. 

"Iya, seperti yang baru-baru ini terjadi pada perusahaan inisial MW di wilayah Kecamatan Cicurug yang telah ditutup dan mengakibatkan pengurangan tenaga kerja sebesar 2800 orang dari kapasitas normal," tutupnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya