Liputan6.com, Purwakarta - Krisis air bersih, sejauh ini menjadi salah satu persoalan yang masih dirasakan sebagian besar masyarakat di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat di kala musim kemarau tiba. Merujuk hasil pemetaan yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, tercatat ada 16 dari 192 desa/kelurahan yang ada masuk wilayah rawan bencana kekeringan kategori tinggi.
Sekretasis Daerah (Sekda) Purwakarta, Norman Nugraha menuturukan, saat ini pihaknya juga telah menerima laporan terkait adanya warga yang mengalami kekurangan air bersih. Data yang masuk ke pihaknya, krisis air bersih ini sudah terjadi di 27 wilayah di yang tersebar di 17 kecamatan.
"Laporan yang masuk ke kita ada 27 titik yang telah terdampak kekeringan. Di antaranya, beberapa wilayah di Kecamatan Tegalwaru, Pasawahan dan Kecamatan Purwakarta kota," ujar Norman kepada Liputan6.com, Jumat (29/9/2023).
Baca Juga
Advertisement
Adapun upaya yang telah akan dilakukan jajarannya untuk menanggulangi persoalan tersebut, kata Norman, di antara dengan memberikan bantuan berupa pengiriman air bersih. Dalam hal ini, pihaknya telah melakukan kordinasi lintas instansi, termasuk bekerja sama dengan pihak penyedia jasa air bersih.
Dalam hal ini, lanjut dia, pemerintah membeli air ke penyedia untuk selanjutnya didistribusikan ke daerah-daerah yang rawan kekurangan air berseih tersebut. Untuk penanganan jangka pendek ini, pemerintah telah menyiapkan anggaran kurang lebih Rp 250 juta.
"Upaya tercepat kami, di antaranya dengan mendistribusikan air secara kontinyu ke wilayah-wilayah yang mengalami kekeringan itu," jelas Norman.
Norman berharap, solusi jangka pendek berupa bantuan air bersih ini bisa sedikit membantu meringankan kesulitan warga yang terdampak. Terutama, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Seperti, untuk memasak, minum, dan mencuci.
"Jadi, warga tak perlu khawatir kekurangan air bersih saat kemarau ini. Kami siap membantu," tegas dia.
Butuh Solusi Jangka Panjang
Norman pun tak menampik, dalam penanggulangan kekurangan air bersih ini perlu solusi jangka panjang. Sejauh ini, jajarannya juga telah merumuskan formulanya. Salah satu rencananya, dengan menyiapkan sumber mata air untuk keperluan warga.
"Untuk bantuan jangka panjang, itu sedang kita rumuskan. Karena perlu kajian lebih jauh untuk mencari sumber air yang dibutuhkan. Soalnya, daerah yang kekurangan air ini berada di daerah yang sama sekali tidak memiliki sumber air," kata dia.
Norman menambahkan, berdasarkan laporan yang ia terima dari BPBD setempat, seluruh desa/kelurahan di 17 kecamatan yang ada memiliki risiko kekeringan, terutama yang menyangkut kekurangan air bersih.
Dari hasil pemetanaa, di 192 desa/kelurahan yang ada, sebanyak 16 desa di antaranya masuk wilayah rawan bencana kekeringan kategori tinggi. Kemudian, 16 desa yang masuk ke dalam risiko kekeringan rendah, serta 170 desa masuk ketegori kekeringan sedang.
Adapun 16 desa yang berpotensi mengalami dampak kekeringan cukup tinggi, lanjut dia, masing-masing Desa Bojong Barat, Cipeundeuy, Pasanggrahan dan Desa Sindangsari (Kecamatan Bojong). Kemudian, Desa Cikadu dan Desa Cirangkong (Kecamatan Cibatu).
Selanjutnya, Desa Legoksari (Kecamatan Darangdan). Lalu, Desa Taringgul Landeuh (Kecamatan Kiarapedes), Desa Cirama Hilir (Kecamatan Maniis), Desa Ciririp (Kecamatan Sukasari), Desa Cadas Mekar dan Desa Galumpit (Kecamatan Tegalwaru), serta Desa Nagrok, Desa Simpang, Desa Taringgul Tengah dan Desa Wanayasa (Kecamatan Wanayasa).
Data tersebut, kata dia, merupakan hasil laporan dari masing-masing desa. Selain untuk pemetaan, data tersebut juga sekaligus menjadi rujukan guna meminimalisasi kerugian dampak musim kering. Termasuk, rujukan penanggulangan krisis air bersih.
Advertisement