Omzet Tergerus 30%, Pedagang Gembira TikTok Shop Dilarang Jualan

Pelaku UMKM menyambut baik keputusan pemerintah yang melarang social commerce seperti TikTok Shop berjualan melalui Permendag 31 Tahun 2023.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Sep 2023, 14:10 WIB
Para pedagang di Pasar Tanah Abang menulis permintaannya untuk menutup platform digital seperti TikTok Shop yang dinilai merebut pasar mereka. (dok: Arief)

Liputan6.com, Jakarta Arie F, yang merupakan pelaku UMKM asal Bandung, Jawa Barat, menyambut baik keputusan pemerintah yang melarang social commerce seperti TikTok Shop berjualan. Keputusan yang dimaksud terkait Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Lewat toko baju dan perlengkapan bayi yang dijual, Arie bercerita selama ini keberadaan Tiktok Shop telah menganggu usahanya. Sebab, selama lima tahun dia berjualan di daring dan berbagai platform eCommerce, situasinya tak seperti ini.

"Ini Tiktok Shop dampakya luar biasa. Saya paling senang dengan adanya keputusan ini. Karena kemarin omzet saya bisa turun 30 persen, ditambah dua bulan ini makin turun," kata Arie, Jumat (29/8/2023).

Arie sadar, Tiktok Shop belakangan menjadi populer karena murahnya harga banyak produk di luar batas kewajaran. Dan itulah yang selama ini menjadi kekhawatiran para pedagang UMKM.

"Mereka juga lagi gencarnya promo dan bakar uang, lebih ekstrem dibilang predatory pricing," kata Arie.

Mendag Ungkap Cara TikTok Turunkan Harga

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengungkap cara agar TikTok Shop bisa menurunkan harga lebih murah dibandingkan tempat lain.

Ia menjelaskan, hal ini adanya perdagangan di TikTok menggunakan skema predatory pricing atau jual rugi demi mendapatkan pelanggan yang banyak dan harga yang sangat murah.

"Jadi grosir beli, harga Rp 7 ribu. Di online jual di TikTok itu jual Rp 4 ribu. Itu namanya predatory pricing, kalah harga ya kan" kata Mendag Zulhas saat mengunjungi Blok A, Tanah Abang, Kamis, (28/9/2023). 

Kemudian, Zulhas menjawab cara penjualan TikTok Shop dengan menjual rugi dilakukan selama beberapa bulan. Jika sudah mendapatkan market yang banyak, harga akan dikembalikan ke normal atau skema predatory pricing.

"6 bulan itu (ambil) pelanggan, habis-habisan. Habis itu dia naikan ke harga normal," sambungnya.

Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

 


Permendag Nomor 31 Tahun 2023 Mulai Berlaku 26 September 2023

Mendag Zulhas mengunjungi Blok A, Tanah Abang, Kamis, (28/9/2023). (Foto:Liputan6/Elza hayarana Sahira)

Permendag Nomor 31 Tahun 2023 mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 26 September 2023.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, aturan ini diluncurkan untuk menjawab berbagai praktik tidak sehat dalam perdagangan melalui sistem elektronik yang merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan berkomitmen membangun ekosistem niaga elektronik (e-commerce) yang adil, sehat, dan bermanfaat.

"Permendag ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem e-commerce yang adil, sehat, dan bermanfaat dengan memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis. Permendag ini juga bertujuan untuk mendukung pemberdayaan UMKM serta pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dalam negeri dan untuk meningkatkan perlindungan konsumen," ujar Mendag Zulhas saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/9/2023).


Latarbelakang Permendag 50 Tahun 2020 Direvisi

Mendag Zulhas mengunjungi Blok A, Tanah Abang, Kamis, (28/9/2023). (Foto:Liputan6/Elza hayarana Sahira)

Mendag Zulhas menyebut, Permendag ini merupakan revisi dari Permendag 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Revisi ini dilatarbelakangi peredaran barang di platform PMSE masih banyak belum memenuhi standar, baik Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar lainnya.

Selain itu, terdapat indikasi praktik perdagangan tidak sehat yang dilakukan pelaku usaha luar negeri. Pelaku usaha tersebut disinyalir melakukan penjualan barang dengan harga yang sangat murah untuk menguasai pasar di Indonesia.

"Revisi Permendag 50 tahun 2020 juga dilatarbelakangi kesetaraan dalam persaingan berusaha dan ekosistem PMSE yang belum terwujud serta berkembangnya model bisnis PMSE yang berpotensi mengganggu, yakni dengan memanfaatkan data dan informasi media sosial," ungkapnya.

Infografis Pasar Tanah Abang dan Produk UMKM Tergerus Lapak Online. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya