Liputan6.com, Batam - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi ) menyebut pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kembali memberi klaim dan informasi yang tak benar. Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Rempang Eco-City sudah mengantongi dokumen AMDAL.
Saat memberikan keterangan pers, Senin 25 September 2023, Bahlil menyatakan pemerintah telah melakukan AMDAL terhadap rencana pembangunan Rempang Eco City. Hasil dari analisis yang dilakukan menurut Bahlil pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu tidak merugikan lingkungan dan masyarakat setempat.
Advertisement
"Sudahlah, pasti (bagian dari kajian). Jangan Walhi merasa lebih tahu daripada pemerintah. Kalian ini sudah seperti negara ini seolah-olah diatur oleh lembaga lain. Mana ada negara yang mau menyengsarakan rakyatnya?” kata Bahlil.
Direktur Walhi Riau Boy Even Sembiring mengatakan penyusunan AMDAL belum dilakukan. Ini dibuktikan dengan beredarnya undangan yang dikeluarkan BP Batam untuk kegiatan Penyusunan AMDAL Kawasan Rempang Eco-City.
Undangan itu beredar pada 27 September 2023.
Menurut Bou Jerry Even Sembiring, sebelum menetapkan sebuah kawasan harus dilakukan study dan penelitian mengenai tingkat bahayanya. Study itu dilembagakan dalam bentuk AMDAL.
“Penyusunan AMDAL harusnya melalui proses komunikasi dan konsultasi kepada masyarakat terdampak untuk mendengarkan pendapat dan tanggapan terkait rencana proyek. Bukan disusun sekadar untuk memenuhi syarat administratif saja," kata Boy.
Fungsi AMDAL salah satunya untuk menjaga lingkungan hidup berkelanjutan.
“Tidak peduli dengan lingkungan hidup, dengan sejarah, dengan budaya dan dengan 16 kampung tua. Bahlil hanya khawatir dengan investasi Tiongkok di Rempang. Ia memposisikan, sejarah dan peradaban lahirnya Indonesia lebih rendah dibanding investasi, ” kata Boy Even.
Puspa Dewy, Kepala Divisi Kampanye WALHI Nasional juga menilai pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para pejabat negara terhadap Pulau Rempang bukannya menyelesaikan masalah justru menambah keresahan di masyarakat.
"Hingga hari ini, warga tidak pernah diberikan informasi terkait dampak-dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi akibat rencana pembangunan ini. Pemerintah hanya menyampaikan iming-iming lapangan pekerjaan, tapi tidak jujur menyampaikan berapa banyak mata pencaharian, sejarah, dan hal lain yang akan dihancurkan," kata Dewy.
Hingga hari ini masyarakat tetap menolak dan masih bertahan di kampung-kampung mereka.