6 Hal di Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso yang Jadi Sorotan, Termasuk Interviu Sang Terpidana yang Diblok

Film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tak hanya memberikan rangkuman perjalanan kasus dan persidangan yang bisa menyegarkan ingatan.

oleh Ratnaning Asih diperbarui 29 Sep 2023, 21:00 WIB
Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. (Foto: Netflix)

Liputan6.com, Jakarta Kasus pembunuhan dengan kopi sianida yang pernah menggegerkan Indonesia sekitar tujuh tahun lalu, kini kembali dibahas dalam dokumenter bertajuk Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. Film dokumenter Netflix bersama Beach House Pictures ini mulai tayang sejak Kamis (28/9/2023) kemarin.

Seperti dokumenter pada umumnya, film berdurasi satu jam 26 menit ini menampilkan wawancara dengan beragam orang. Dari sisi keluarga korban, Jessica Wongso yang diwakili pengacara, hingga para pakar dan jurnalis yang mesti memandang kasus ini secara obyektif sesuai dengan kode etik profesi mereka.

Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tak hanya memberikan rangkuman perjalanan kasus dan persidangan yang bisa menyegarkan ingatan. Dokumenter ini mengajak pemirsanya untuk kembali “mengunjungi” kasus ini dalam suasana yang minim bias dan kehebohan pemberitaan media—yang kadang melenceng ke mana-mana.

Pada akhirnya, diskusi mengenai kasus ini kembali hidup di medsos. Tak sedikit yang kembali mempertanyakan sejumlah hal yang mereka anggap janggal di kasus ini.

Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso memang tak menjawab pertanyaan besar soal siapa pembunuh Mirna. Namun ada sejumlah dalam film dokumenter ini yang banyak disorot warganet.

Berikut enam di antaranya.


1. Kemunculan Ayah Wayan Mirna Salihin

Edi Darmawan Salihin dalam Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. (Foto: Netflix)

Sosok Edi Darmawan Salihin, ayah Wayan Mirna dalam dokumenter ini, langsung menancap ke benak penonton di menit-menit awal dokumenter. Ia datang dengan pakaian necis dan pistol yang di balik bajunya saat sesi wawancara.

Saat di awal, ia bahkan membantah permintaan pewawancara yang memintanya menggambarkan kondisi sidang. Edi ingin memulai wawancara dengan caranya sendiri.

“No. I should start maybe from the first how I feel that Jessica is the killer (Enggak. Mungkin aku mulai dari awal, dari bagaimana aku merasa Jessica pembunuhnya),” kata dia.

Gayanya bertutur dan pemilihan katanya menjadi sorotan netizen. Salah satunya perkataannya yang berbunyi, "Ini kasus jadi meledak karena orang ngelihat si Mirna itu cantik. 'Kok dibunuh orang,' jadi pengin tahu kan, orang. Jessica mukanya agak aneh begitu."


2. Soal Bukti di Pengadilan

Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. (Foto: Netflix)

Salah satu hal yang membuat kasus ini njelimet, adalah ketiadaan bukti yang secara langsung menegakkan dakwaan bahwa Jessica adalah pembunuh Mirna. "Enggak ada alasan sekecil pun yang menyatakan dia bersalah," kata pengacara Jessica, Otto Hasibuan.

Sementara tim JPU berkeras bahwa bukti langsung tak dibutuhkan dalam kasus ini. "Pandangan kami, tidak harus ada bukti langsung. Kami berpedoman bukti circumstantial. Rangkaian alat bukti yang ada itu bisa menunjukkan tidak lain dan tidak bukan, hanya Jessica yang bisa melakukan pembunuhan ini," kata salah satu anggota tim JPU.

Belakangan, gelas asli yang mewadahi kopi Mirna pun diketahui tidak ada dalam jajaran barang bukti. Gelasnya sudah berganti hingga akhirnya kopi tersebut muncul dalam wadah botol di persidangan.


3. Soal Autopsi

Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. (Foto: Netflix)

Hal lain yang menarik perhatian publik adalah soal autopsi jenazah Wayan Mirna. Di bagian awal, Edi ayah Mirna menyebut pihak keluarga pasrah memberi izin agar jenazah anaknya diautopsi agar polisi bisa menginvestigasi.

Namun dalam petikan video persidangan, dalam kesaksian saksi ahli Dokter Slamet diketahui bahwa rumah sakit tidak melakukan autopsi atas permintaan dari kepolisian. Padahal, kata Otto Hasibuan, di berkas perkara ada surat dari kepolisian yang meminta pihak RS untuk melakukan autopsi.

"Ini sangat aneh," kata dia.


4. Penilaian Pakar, Benarkah Meninggal karena Sianida?

Dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso. (Foto: Netflix)

Beragam pakar dihadirkan sebagai saksi ahli kasus ini. Salah satu yang menarik adalah kesaksian yang diberikan oleh ahli pathologi forensik RSCM, Djadja Surya Atmaja. Ia sebenarnya merupakan saksi yang dihadirkan pihak JPU, tapi kesaksiannya justru menjadi "plot twist."

"Dalam perjalanan kasusnya semuanya digiring supaya membenci Jessica agar ia salah," kata dia. Dalam kesaksian, ia menjelaskan dogma forensik, bahwa kematian seseorang hanya bisa dipastikan lewat autopsi menyeluruh. Ia juga mempertanyakan apakah Mirna benar meninggal karena sianida.

Kadar sianida 0,2 miligram per liter di lambung Mirna, tiga hari setelah meninggal juga dipertanyakan dalam dokumenter ini. Juga kondisi wajah Mirna yang disebut-sebut tak sesuai dengan ciri orang yang meninggal karena zat berbahaya ini.

 

 


5. Kritik atas Sistem Peradilan

Dalam dokumenter ini, diselipkan sejumlah kritik atas sistem peradilan di Indonesia. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menyebutkan polisi dan jaksa memiliki kekuatan yang begitu besar dalam peradilan di Indonesia.

"Ini tidak imbang dengan kewenangan dari advokat. Power jaksa dan polisi yang begitu besar ini memposisikan hakim tidak lagi menjadi wasit. Jadi hakim tidak lagi di tengah," kata dia.

Psikolog Forensik Reza Indragiri juga mengkritik adanya saksi ahli yang dihadirkan untuk memberikan penilaian karakter Jessica dari bentuk fisik. "Menurut saya ini teori usang," kata dia.


6. Interviu Jessica Wongso yang Diblok

Salah satu hal yang paling banyak diperbincangkan warganet di media sosial, adalah pertemuan awal Jessica Wongso dengan sineas film ini di penjara yang direkam. Tak lama, saat Jessica mengeluhkan situasi pengadilan dan media kala itu, sebuah suara menyetop perbincangan mereka.

"Sorry, Jessica. Saya minta maaf. Mungkin ini sudah lebih dalam nih," kata seorang penjaga lapas yang tidak diperlihatkan wajahnya.

Di pengujung film, produser film ini juga menyertakan kegeramannya atas hal ini. "Sejujurnya kami juga geram. Mereka memperbolehkan orang untuk mewawancara teroris, perampok bank, pembunuh," kata sang produser saat berbicara dengan Jessica via telepon.

Hal ini dijawab Jessica dengan penuh keheranan. "Ini benar-benar membingungkan. Memangnya aku siapa? Aku bahkan bukan figur publik atau semacamnya."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya