Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut target inflasi di Indonesia paling rendah sepanjang sejarah.
Kata Menko Luhut, pemerintah memang menargetkan inflasi Indonesia bisa turun di bawah 3 persen. Diketahui saat ini rata-rata inflasi masih di kisaran 3,6 - 4 persen, namun menurutnya angka tersebut masih jauh lebih baik jika dibandingkan saat era orde baru di kisaran 8 - 10 persen.
Advertisement
"Inflasi belum pernah serendah ini sepanjang sejarah Republik Indonesia. Zaman orde baru yang begitu bagus mungkin inflasi kita sekitar 8 - 10 persen, sekarang ini kita mau target di bawah 3 persen. Sekarang masih 3,3 persen tapi sepanjang pemerintah ini rata-rata inflasi kita 3,6 persen sampai 4 persen," kata Luhut dalam Seminar Nasional Kemaritiman, Jumat (29/9/2023).
Di sisi lain, Pemerintah juga menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di angka 6 persen pada tahun 2026-2027. Target itu dilatarbelakangi lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga saat ini masih terjaga dengan baik, dimana ekonomi Indonesia stabil di angka 5 persen dalam beberapa tahun terakhir.
"Pertumbuhan ekonomi kita rata-rata 5 persen dalam beberapa tahun ini. Dan kita berpikir dan berencana tahun 2026 2027 bisa tumbuh 6 persen," ujarnya.
Utang Indonesia
Kendati demikian, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen, maka penggerak ekonomi Indonesia harus didorong lebih intensif, misalnya dari segi investasi, digitalisasi UMKM, dan korupsi bisa diminimalisir lebih baik lagi.
"Tentu dengan membuat ekonomi kita lebih kompleks lagi, yaitu downstreaming lebih banyak," kata Luhut.
Selain membahas soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Luhut juga menyinggung soal utang Pemerintah yang hingga kini masih terkendali. Tercatat, utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 38 persen.
Luhut menyebut, angka itu masih termasuk rendah jika dibandingkan dengan negara-negara anggota G20, misalnya Jepang sekitar 266 persen, US 137 persen, dan Singapura 131 persen.
"Dulu angka ini bisa tinggi, tapi angka ini rendah dibandingkan dengan angka-angka di negara yang di list itu, Anda bisa lihat sedikit di bawah kita Australia, Saudi Arabia," pungkas Luhut Binsar Pandjaitan.
Ini yang Sri Mulyani Takutkan Soal Ekonomi Indonesia
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, aktivitas ekonomi nasional tahun 2023 terus terjaga, namun dampak perlambatan global perlu diwaspadai. Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi September 2023, secara virtual, Rabu (20/9/2023).
Mekeu menjelaskan, bahwa saat ini inflasi di berbagai negara terutama di negara maju sudah mulai menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan. Meskipun begitu, suku bunga di negara maju belum menunjukkan tanda-tanda akan diturunkan dalam jangka pendek.
"Ini tentu merupakan suatu situasi di mana kinerja ekonomi dari masing-masing negara tersebut pasti akan terpengaruh oleh suku bunga yang higher for longer. Amerika dalam hal ini policy rate-nya di 5,5 persen. Eropa di 4,5 persen, Inggris di 5,25 persen dan kita lihat inflasi masih jauh di atas yang ditargetkan negara-negara tersebut," ujarnya.
Sementara, negara emerging yang lain seperti Brazil, Meksiko, Afrika Selatan, kenaikan suku bunganya juga cukup drastis. Bahkan Brazil kenaikan suku bunganya dilevel 13,75 persen.
Kemudian, suku bunga di Meksiko juga naik drastis di level 11,25 persen. Sama halnya dengan Afrika Selatan yang suku bunganya dikisaran 8,25 persen. Jika dibandingkan, suku bunga Indonesia masih terbilang kecil yakni 5,75 persen.
"Jadi, dalam hal ini Indonesia policy rate 5,75 persen, karena inflasi kita relatif cukup moderat di 3,3 persen. Inflasi kita menunjukkan level yang cukup baik, yaitu di 3,3 persen. Ini karena volitile food agak mengalami kenaikan di 2,4 sedangkan administered price terkoreksi," jelasnya.
Advertisement
Harus Tetap Waspada
Kendati demikian, meskipun inflasi Indonesia masih rendah 3,3 persen jika dibandingkan dengan banyak negara di ASEAN maupun negara G20. Namun, menurut Menkeu Indonesia harus tetap waspada.
"Kalau kita lihat inflasi Indonesia 3,3 persen dibandingkan banyak negara baik di ASEAN maupun G20 kita relatif dalam situasi yang moderat rendah. Namun, kita tetap harus waspada, karena harga pangan volatile food menunjukkan adanya kenaikan yang cukup tajam pada bulan Agustus, yakni kontribusinya di 2,4 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, dilihat dari sisi eksternal, neraca perdagangan Indonesia tetap membukukan surplus 40 bulan berturut-turut, meskipun ekspor mengalami kontraksi yang tajam yaitu turun 21,2 persen dibandingkan tahun lalu.
"Ekspor bulan Agustus sebesar USD 22 Miliar, diikuti dengan impor yang mengalami koreksi tajam turun 14,8 persen dibandingkan tahun lalu pada level bulan Agustus impor kita tercatat USD 18,88 miliar. Sehingga surplus neraca perdagangan Agustus sebesar USD 3,12 miliar," jelas Menkeu.
Akumulasi Surplus
Adapun akumulasi surplus neraca perdagangan dari bulan Januari hingga Agustus tercatat sebesar USD 24,34 miliar. Angka ini adalah penurunan yang cukup tajam dibandingkan akumulasi surplus neraca perdagangan Januari-Agustus tahun lalu yang levelnya di USD 34,89 miliar.
"Ini yang harus kita waspadai, karena tentu ketahanan dari sisi eksternal akan sangat menentukan stabilitas dari perekonomian kita di dalam jangka pendek dan menengah," pungkasnya.
Advertisement