Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md kembali mengingatkan aparat TNI-Polri untuk menjaga netralitas pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Isu netralitas kembali disinggung mengingat banyaknya purnawirawan TNI dan Polri yang terjun ke politik praktis.
"Ini juga ada isu purnawirawan pejabat TNI maupun Polri saat ini banyak yang tergabung dalam partai politik mendukung si A, si B, dan seterusnya. Ini supaya diantisipasi karena rentan menimbulkan isu netralitas TNI-Polri," ujar Mahfud Md saat menghadiri Rapat Koordinasi Persiapan Operasi Mantap Brata 2023-2024 dalam rangka Pengamanan Pemilu Tahun 2024 di Gedung Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2023) lalu.
Advertisement
Mahfud menegaskan, netralitas TNI-Polri sangat penting dalam pelaksanaan Pemilu. Aparat harus menanamkan sikap tersebut sejak masih pendidikan dan harus berkelanjutan hingga pelaksanaan tugas.
"Karena posisi TNI-Polri adalah untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan Parpol, bukan untuk kepentingan pokok. Selain itu, keterlibatan TNI-Polri di dalam Pemilu akan membuat kualitas demokrasi menjadi terganggu, kalau ada keterlibatan dan tidak netral dapat menimbulkan masalah yang ujungnya dapat mempengruhi legitimasi masyarakat terhadap hasil Pemilu," ujarnya.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, seluruh bangsa Indonesia tentu menginginkan Pemilu berjalan dengan bermartabat dan damai. Untuk itu, dia menekankan khususnya kepada seluruh anggota Polri baik di tingkat pusat maupun daerah agar terus menjaga netralitas dan meningkatkan sinergisitas antara penyelenggara pemilu, aparatur sipil negara (ASN), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian atau korsidal penanganan, terutama sekarang ini banyak disinformasi, misinformas, malinformasi atau hoaks terutama di media sosial,” kata Mahfud Md.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz menuturkan bahwa TNI-Polri sebagai alat negara memang wajib menjaga netralitas pada penyelenggaran pemilihan umum.
"Dalam artian tidak terjebak pada kepentingan elektoral kelompok politik tertentu. TNI dan Polri harus bersandar pada kepentingan politik negara, yakni menjaga demokrasi dan khususnya kesetaraan kompetisi politik menjelang Pemilu 2024. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (29/9/2023).
Selama pelaksanaan Pemilu, Perludem mengaku belum melihat keterlibatan TNI-Polri secara eksplisit dalam kontestasi. Menurut dia, persoalan netralitas justru banyak ditemukan di Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki impact langsung pada kebijakan.
"Karena belum kami temukan, kami tidak berkomentar dulu untuk dugaan tersebut. Tentu kita mendorong agar TNI dan Polri juga berperan dalam pemilu, terutama membangun kerja sama dengan penyelenggara pemilu untuk menjaga keamanan penyelenggaraan pemilu itu sendiri," ucap Kahfi.
Meski begitu, dia tak menampik ada potensi pelanggaran netralitas TNI-Polri terutama di daerah-daerah yang dipimpin oleh penjabat (Pj) dari purnawirawan.
"Karenanya, kita mendorong agar TNI dan Polri punya mekanisme untuk menindak anggota-anggotanya yang terlibat politik praktis atau membantu kelompok politik tertentu dalam kompetisi. Selain itu, sikap netralitas baik dari Panglima TNI maupun Kapolri penting untuk dinyatakan agar menjadi pesan bagi seluruh anggotanya," kata Kahfi menandaskan.
Polri memastikan bahwa pihaknya menjunjung tinggi netralitas pada penyelenggaraan pemilu. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menguraikan, netralitas Polri pada penyelenggaraan Pemilu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal itu tertuang dalam Pasal 28 UU 2/2002 tentang Polri. Adapun bunyinya adalah sebagai berikut:
Ayat (1): Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Ayat (2): Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.
Ayat (3): Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Artinya bagi anggota yang ingin berpolitik, ingin menjadi kepala daerah, ingin menjadi calon legislatif, sebelumnya dia harus mengundurkan diri dulu atau pensiun dari dinas kepolisian, baru dia bisa turut serta dalam misalnya nyalon kepala daerah, menjadi anggota legislatif," ujar Ramadhan saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (29/9/2023).
Netralitas anggota Polri juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Pada Pasal 6 huruf h Perkap 14/2011 berbunyi, "Setiap anggota Polri wajib bersikap netral dalam kehidupan berpolitik". Kemudian pada Pasal 12 huruf e berbunyi, "Setiap anggota Polri dilarang melibatkan diri pada kegiatan politik praktis."
"Artinya sudah jelas, UU sudah dibunyikan seperti itu, kemudian juga Peraturan Kapolri Nomor 14 juga mengatakan hal yang sama bahwa polisi wajib netral dalam kehidupan berpolitik dan dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis," katanya.
Sebagai langkah konkret menjaga netralitas Polri pada Pemilu 2024, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan Surat Telegram atau Surat Perintah dan Penerangan Satuan (Pensat) yang berisi apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan anggota Polri terkait pemilu, berikut kewajiban dan larangannya.
"Dalam menjaga profesional dan netralitas Polri dalam kehidupan berpolitik disampaikan direktif sesuai dengan Surat Telegram Kapolri dan jajaran, yang pertama dilarang membantu mendeklarasikan bakal pasangan calon, dilarang menghadiri dan atau menjadi pembicara atau narsum pada acara deklarasi kampanye dan pertemuan partai politik maupun komunitas relawan, kecuali pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas," ucap Ramadhan menjelaskan.
"Jadi hadirnya itu keberadaan polisi dalam rangka pengamanan dan tentu disertai surat perintah tugas," katanya menegaskan.
Setiap anggota Polri juga dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluarkan gambar, foto bakal pasangan calon presiden-wakil presiden melalui media massa, media online, dan juga media sosial.
Kemudian anggota Polri dilarang melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon, massa dan simpatisannya, termasuk foto selfie yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan atau ketidaknetralan aparat. Anggota Polri juga dilarang menjadi pengurus atau masuk dalam jajaran tim sukses kandidat.
"Jadi selain tidak boleh terlibat, tidak boleh juga jadi timses. Kemudian dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan politik parpol," kata Ramadhan.
Jenderal bintang satu ini menambahkan, setiap anggota Polri juga dilarang memberikan fasilitas dinas maupun pribadi untuk kepentingan politik. "Jadi saking netralnya itu, minjemin mobil atau motor pribadi itu enggak boleh."
Anggota Polri juga dilarang melakukan kampanye hitam atau black campaign yang bisa menyebabkan seseorang menjadi golput. Polisi juga dilarang menjadi anggota penyelenggara pemilu baik di level pusat, daerah, hingga menjadi panitia pemilihan kecamatan atau panitia pemungutan suara.
Selain itu, polisi juga dilarang memobilisasi organisasi sosial keagamaan dan ekonomi untuk kepentingan parpol atau paslon tertentu. Bahkan polisi juga dilarang memberikan komentar, penilaian, mendiskusikan, dan memberikan pengarahan apapun berkaitan dengan paslon sekalipun itu disampaikan kepada keluarganya.
"Netralitas Polri diimplementasikan dengan tidak memihak dan tidak memberikan dukungan baik materil maupun inmateril kepada salah satu paslon dan parpol," ucap Ramadhan.
Lantas apa sanksinya?
Menurut Ramadhan, sanksi yang dijatuhkan kepada polisi pelanggar netralitas bergantung pada tingkat pelanggaran serta dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Sanksi tersebut akan ditentukan melalui proses sidang kode etik.
"Sanksinya diatur dalam kode etik, nanti kita lihat bisa dipindahtugaskan. Sanksinya mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan dan pertanggungjawaban terhadap dampak perbuatan yang dilakukan," kata mantan Kabag Penum Divisi Humas Polri ini.
Banyak Purnawirawan Terjun ke Politik, Bakal Pengaruhi Netralitas Polri?
Lebih lanjut, dia juga merespons banyaknya purnawirawan Polri yang terjun di dunia politik. Selain menjadi caleg, ada pula yang masuk dalam jajaran tim sukses bakal capres 2024. Seperti mantan Wakapolri Komjen Purn Gatot Eddy Pramono yang menjadi Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar Presiden (TPN GP).
"Jadi begini, anggota Polri yang sudah purnawirawan maka dia sudah memiliki hak pilih dan dipilih. Nah seandainya ada purnawirawan yang mempengaruhi (netralitas Polri), kembali kepada anggota terkait larangan tadi," ucap Ramadhan.
Sejauh ini, belum ada aturan terkait penggunaan atribut purnawirawan Polri untuk kegiatan politik praktis. Ramadhan hanya menegaskan bahwa atribut purnawirawan dan atribut Polri berbeda.
"Bagi anggota Polri ketika menjadi purnawirawan dia punya seragam atau atribut sendiri, Keluarga Besar Purnawirawan Polri. Jadi walaupun itu mirip tapi itu berbeda," katanya.
Fenomena banyaknya purnawirawan Polri terjun di dunia politik sebelumnya juga direspons Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho. Isu ini sempat disinggung Menko Polhukam Mahfud Md saat memberikan pengarahan pada Rakor Persiapan Pengamanan Pemilu 2024.
"Terkait dengan masalah ada senior-senior yang sudah purna kemudian bergabung dengan partai pemilu itu adalah hak masing-masing. Karena beliau-beliau sudah bukan menjadi bagian dari Polri dalam kedinasan, tetapi dalam purnanya beliau, beliau memiliki kewenangan untuk memilih untuk bergabung dengan partai tertentu, kelompok tertentu, ataupun tidak ikut bergabung," ujarnya kepada wartawan, Kamis (28/9/2023) kemarin.
Karena itu, dia mengajak semua pihak tak terkecuali para purnawirawan untuk mendukung peran aktif Polri dalam menjaga netralitas dan kondusifitas selama tahapan Pemilu 2024 berlangsung.
"Yang pastinya kita mengimbau kepada semua pihak, bukan hanya dari senior-senior yang sudah purna, tetapi semua pihak untuk kita bisa berperan aktif dalam menjaga netralitas, dalam menjaga kondusifitas, dalam menjaga kegiatan rangkaian tahapan Pemilu bisa berjalan maksimal, bisa berjalan dengan tertib dan lancar, sesuai harapan kita semua. Insyaallah kita dengan bersama pasti bisa," ucap Sandi menandaskan.
Tetap Profesional Tegakkan Hukum
Selain menjaga netralitas Polri, Ramadhan mengungkapkan bahwa pihaknya akan tetap menegakkan hukum secara profesional selama tahun politik bergulir. Kendati, Polri akan lebih selektif dalam menangani setiap laporan masyarakat agar tidak dijadikan alat politik oleh pihak-pihak tertentu.
"Yang jelas kita tetap profesional, artinya kita menerima laporan sesuai dengan porsinya apakah itu ranah daripada Bawaslu, apakah itu merupakan ranah pidana. Apakah itu pelanggaran pemilu, apakah pelanggaran tindak pidana di dalam Pemilu," katanya.
Dia lantas memberikan contoh kasus terjadinya pelanggaran lalu lintas dalam kegiatan kampanye politik, misalnya kebut-kebutan yang dapat membahayakan orang laun. Polisi akan turun tangan menindak pelanggaran lalu lintas tersebut, bukan kampanye politiknya.
"Yang ditindak pelanggaran lalu lintasnya. Jadi kita harus melihat mana yang merupakan ranah Bawaslu (pelanggaran pemilu), mana yang merupakan ranah Polri," ucap Ramadhan.
Begitu juga terkait laporan kepolisian yang dilayangkan masyarakat, polisi akan lebih selektif dalam menanganinya. "Artinya kita tidak main asal terima saja, tetapi akan melihat apakah ini merupakan pelanggaran pidana ataukah pelanggaran pemilu. Tentu kita selalu berkoordinasi dengan Bawaslu," sambungnya.
Terakhir, pihaknya meminta seluruh elemen bangsa turut serta mendukung netralitas Polri dalam penyelenggaraan Pemilu. Ahmad menegaskan bahwa Polri siap menjaga netralitas dan mengamankan penyelenggaraan pemilu agar berjalan dengan baik dan demokratis.
Kata dia, masyarakat juga bisa berperan aktif mengawasi Polri dalam menjalankan tugasnya mengamankan Pemilu serta menjaga netralitas pada gelaran pesta demokrasi ini.
"Kami juga menerima laporan, menerima pengaduan termasuk bila ada anggota Polri yang terlibat politik praktis. Jadi silakan masyarakat melaporkan kepada kami," katanya menandaskan.
Advertisement
Mahfud Md Singgung Netralitas TNI-Polri Jelang Pemilu 2024
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md mengingatkan Polri tetap solid jelang Pemilu 2024. Dia mewanti, jangan sampai terjadi lagi kerenggangan hanya karena berbeda satuan.
"Ini juga menjadi sorotan luas oleh Pak Presiden Joko Widodo, sehingga pada sambutannya pada saat Hari Ulang Tahun Bhayangkara ke-77 pada 1 Juli yang lalu, Presiden menyampaikan pesan-pesan kepada Polri sebagai berikut. Yang pertama, Polri harus solid, tidak ada lagi blok-blokan, patron-patronan, dan lain sebagainya," tutur Mahfud di acara Rakor Persiapan Operasi Mantap Brata 2023-2024 dalam Rangka Pengamanan Pemilu Tahun 2024 di Gedung Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2023).
Meski kepercayaan publik terhadap Polri mengalami kenaikan yakni di atas 70 persen, Mahfud menekankan kepolisian harus tetap berbenah dan melakukan reformasi di seluruh aspek organisasi.
"Yang ketiga, pesan Bapak Presiden, Polri tidak boleh melakukan penyalahgunaan wewenang," jelas dia.
Tidak ketinggalan, kata Mahfud, penegakan hukum Polri harus adil, tidak tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Termasuk juga mesti mampu beradaptasi melakukan inovasi-inovasi di berbagai bidang.
"Yang keenam, jagalah netralitas Polri dalam mengamankan Pemilu tahun 2024. Saya ulangi yang keenam jagalah netralitas Polri dalam mengamankan Pemilu 2024," tegasnya.
Mahfud menekankan, jajaran Polri sejati adalah mereka yang mengabdi tanpa henti kepada masyarakat, bangsa, dan negara untuk kemajuan Indonesia.
"Itu pesan dari Presiden, dikutip apa adanya dari pidato yang sudah pernah bapak-bapak dengarkan pada tanggal 1 Juli yang lalu," ucap Mahfud menandaskan.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua MK ini juga menyinggung isu purnawirawan yang terjun dalam politik praktis menjadi salah satu titik kerawanan dalam menjaga netralitas TNI-Polri.
"Ini juga ada isu purnawirawan pejabat TNI maupun Polri saat ini banyak yang tergabung dalam partai politik mendukung si A, si B, dan seterusnya. Ini supaya diantisipasi karena rentan menimbulkan isu netralitas TNI-Polri," tutur dia.
Mahfud menegaskan, netralitas TNI-Polri sangat penting dalam pelaksanaan pemilu. Aparat harus menanamkan sikap tersebut dari sejak pendidikan dan harus berkelanjutan hingga pelaksanaan tugas.
"Karena posisi TNI-Polri adalah untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan Parpol, bukan untuk kepentingan pokok. Selain itu, keterlibatan TNI-Polri di dalam Pemilu akan membuat kualitas demokrasi menjadi terganggu, kalau ada keterlibatan dan tidak netral dapat menimbulkan masalah yang ujungnya dapat mempengruhi legitimasi masyarakat terhadap hasil Pemilu," jelas dia.
Tentunya, lanjut Mahfud, seluruh bangsa Indonesia menginginkan Pemilu berjalan dengan bermartabat dan damai. Untuk itu, dia menekankan khususnya kepada seluruh anggota Polri baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk terus menjaga netralitas dan meningkatkan sinergisitas antara penyelenggara pemilu, ASN, dan TNI.
"Melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian atau korsidal penanganan, terutama sekarang ini banyak disinformasi, misinformas, malinformasi atau hoaks terutama di media sosial," ujar Mahfud Md.
Panglima TNI Ingatkan Prajurit dan PNS Jaga Netralitas
Dalam kesempatan yang berbeda, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengingatkan agar para prajurit berpegang pada pedoman untuk bersikap netral dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Aturan netralitas TNI itu akan dituangkan secara detail dalam Keputusan Panglima (Keppang).
Hal itu disampaikan Yudo Margono dalam acara pengarahan terhadap para Pangkotama TNI terkait netralitas TNI pada gelaran Pemilu serentak 2024, bertempat di Aula Gatot Soebroto Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa 12 September 2023.
"Aturan itu akan berupa Keppang (Keputusan Panglima) dan juga nantinya akan dibuatkan buku saku," ujar Panglima Yudo Margono.
Panglima TNI menekankan kepada seluruh jajarannya melalui para Pangkotama dari Matra Darat, Laut, dan Udara agar tetap mengedepankan netralitas tanpa batas. Dia menegaskan, Prajurit TNI harus netral.
"Tidak boleh ada atribut TNI yang dipakai kampanye, misalnya kendaraaan berpelat dinas, tidak boleh itu," katanya.
Jika ada yang tak patuh, Panglima menegaskan akan menjatuhkan sanksi kepada prajurit yang melanggar ketentuan netralitas TNI. Hukuman yang dijatuhkan mulai dari sanksi disiplin sampai pidana.
"Sanksi bisa berupa hukuman disiplin atau hukuman pidana, tergantung sejauh mana apa yang dilakukan prajurit," katanya.
Larang Prajurit dan ASN TNI Foto Pose Jari
Dalam kesempata yang sama, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga meminta para prajurit dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan TNI tidak sembarangan berfoto dengan pose jari. Sebab hal ini akan menimbulkan persepsi berbeda dan bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab sehingga menciderai netralitas TNI.
"Prajurit dan PNS TNI mulai sekarang tidak berfoto selfie dengan menggunakan simbol jari, karena bisa diputarbalikkan sebagai bentuk dukungan ke pasangan calon," kata Yudo.
Kendati, foto dengan pose jari boleh saja dilakukan oleh para purnawirawan atau pensiunan TNI. Larangan ini hanya berlaku bagi prajurit dan PNS TNI aktif.
"Nah ini kan ada leting-leting kan gitu, ada leting yang gini (meragakan pakai tangan), ada yang gini, kalau yang pensiun enggak apa-apa. Ini kan leting 33 sudah mau pensiun semua ini, tapi yang belum pensiun untuk sementara ini (jangan lakukan)," ungkap Yudo Margono.
"Kalau untuk letingnya sendiri boleh, letingnya sendiri di Mabes TNI boleh, nah tapi nanti jangan sampai terus diajak kontestan di luar terus foto, terus letingnya gini (peragain lagi tangan), leting berapa ini? Yang kemarin gini-gini, 93. Terus ada yang gini, ternyata gambar," sambungnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) ini pun mengimbau para PNS maupun prajurit TNI untuk berhati-hati menjelang pesta demokrasi atau Pemilu 2024.
"Nah ini untuk menjelang nanti supaya hati-hati, supaya lebih baik untuk sementara menjelang Pemilu ini, tahan diri dulu. Mungkin yang enggak ngembari sarangheo gini, ora ono," ujar Yudo.
Advertisement
Purnawirawan Dilarang Gunakan Atribut TNI untuk Kampanye Politik
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono juga menegaskan bahwa atribut TNI tidak boleh digunakan untuk kepentingan kampanye partai politik oleh para prajurit, PNS, maupun purnawirawan TNI.
Hal ini disampaikan Yudo saat rapat bimbingan teknis terkait dengan netralitas TNI dalam Pemilu 2024 di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
"Jadi, untuk TNI yang mencalonkan (diri sebagai anggota) legislatif, mencalonkan itu, kampanye, tidak boleh. Tidak boleh menggunakan atribut TNI. Atribut TNI berarti apa, ada seragam, mobil dinas, fasilitas, serta sarana dan prasarana tidak boleh. Atribut untuk sementara tidak boleh," kata Yudo dilansir dari Antara, Selasa (12/9/2023).
Dalam rapat itu, Pangdam II/Sriwijaya melaporkan di daerahnya ada purnawirawan TNI yang maju sebagai calon anggota legislatif dan menggunakan atribut TNI untuk berkampanye.
"Di fotonya terpasang dengan atribut lengkap. Langkah kami sementara menyampaikan (itu) kepada Dandim agar disampaikan ke bawaslu, kemudian ke partainya. Itu sudah berjalan kira-kira 1,5 minggu. Akan tetapi, dari pihak sana belum ada reaksi tentang baliho yang masih menggunakan atribut lengkap," kata Pangdam II/Sriwijaya kepada Panglima TNI.
Laksamana Yudo menegaskan bahwa pada prinsipnya purnawirawan juga tidak dapat menggunakan atribut TNI dalam kegiatan politik, termasuk untuk kampanye. Yudo meminta, jajarannya apabila menemukan hal tersebut untuk melakukan langkah-langkah humanis terlebih dahulu.
Jika permintaan secara verbal tidak dipenuhi, Yudo menginstruksikan jajarannya untuk mencabut baliho-baliho atau poster-poster kampanye purnawirawan yang masih menunjukkan adanya atribut-atribut TNI.
"Sekali, dua kali, tiga kali, ya, dipaksa," ucap Yudo.
Selain itu, Yudo memastikan, pihaknya akan bersurat kepada persatuan purnawirawan terkait dengan aturan-aturan dan larangan menggunakan atribut TNI untuk kepentingan partai politik dan kampanye.
"Saya nanti akan buat surat supaya bagaimana purnawirawan ini dalam melaksanakan kampanye, ikut suatu partai tertentu, di antaranya tidak boleh menggunakan pelat dinas meskipun mereka berhak juga menggunakan pelat (kendaraan) dinas apabila memenuhi ketentuan kendaraannya. Akan tetapi, itu tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kampanye, menghadiri kampanye maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat kepartaian," tambah Yudo.