Bisakah Keluarga Berkumpul Bersama di Surga, Bagaimana Caranya?

Seorang muslim pasti juga berharap agar orangtua, leluhur, istri, cucu dan keturunannya bisa masuk ke surga. Lantas, di surga sebuah keluarga akan kembali bersama

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Sep 2023, 10:30 WIB
Ilustrasi muslim, keluarga muslim. (Image by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Surga adalah impian tiap muslim. Sebaliknya, neraka adalah tempat yang paling ditakuti, dihindari dan dikhawatirkan.

Seorang muslim pasti juga berharap agar orangtua, leluhur, istri, cucu dan keturunannya bisa masuk surga. Lantas, di surga sebuah keluarga akan kembali bersama.

Lantas, bisakah sebuah keluarga bisa berkumpul dengan istri, anak dan cucunya di surga?

Mengutip tafsiralquran.id, dalam surah Arra’du ayat 23, Allah taala berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

“(Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.”

Berdasarkan ayat inilah, Ibnu Katsir mengatakan bahwa seseorang akan berkumpul bersama keluarganya di surga, yakni dengan orang tua, istri, dan anak cucunya. Oleh karena itulah, ayat di atas sebagai dalil bahwa satu keluarga bisa masuk surga bersama.

Tak hanya masuk surga bersama, bahkan Allah mengumpulkan satu keluarga tersebut pada tempat dan kedudukan yang sama.

Diceritakan bahwa Said bin Jubair mengatakan, “Ketika seorang mukmin memasuki surga, lalu dia akan menanyakan tentang bapaknya, anak-anaknya, dan saudara-saudaranya, “di manakah mereka?” Maka, dikatakan kepadanya bahwa mereka semua tidak sampai pada derajatmu di surga. Lalu, orang mukmin tersebut menjawab, ‘Sesungguhnya pahala amal kebaikanku ini untukku dan untuk mereka, sehingga, mereka (keluarganya) dipertemukan pada satu kedudukan dengannya.” (Tafsir Ibn Katsir, 4/73).

 

Simak Video Pilihan Ini:


Orangtua Menaikan Derajat Anak

Ilustrasi keluarga muslim. (Sumber foto: Pexels.com)

Berdasarkan riwayat di atas, ketika seorang anak berada di surga tingkat bawah, dan orang tuanya berada di atas, maka sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan Allah pada orang tua tersebut, Allah setarakan kedudukan mereka, sehingga berada di derajat surga yang sama. Derajat anak mereka dinaikkan tanpa mengurangi pahala orang tua mereka sedikit pun.

Pengaruh kesalehan orang tua tidak hanya berlaku di dunia, melainkan juga di akhirat. Allah taala berfirman:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۗ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ

“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Aththur ayat 21).

Bila di dunia, kesalehannya dapat menjadi wasilah yang menjaga dan mensalehkan anak keturunannya sebagaimana firman Allah dalam surah Alkahfi:

وَ كَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا

“Dan keadaan ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Alkahfi ayat 82).

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan dalil bahwasanya orang tua yang saleh akan dijaga keturunannya. Bahkan menurut al-Qurthubi, bisa jadi kesalehan seseorang berkat kesalihan kakek buyutnya. Itulah mengapa Ibnu al-Musayyib berkata kepada anaknya, “Sungguh aku akan menambah panjang shalatku demi dirimu, dengan harapan aku dijaga, begitu juga dirimu.” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 2/554).

Tidak hanya di dunia, keberkahan ibadah orang tua juga sampai pada akhirat anaknya. Di akhirat kelak, kesalehan orang tua dapat menaikkan derajat surga anak mereka.


Anak Menaikan Derajat Orang Tua

Ilustrasi keluarga muslim sedang buka puasa (Sumber: Freepik)

Akan tetapi, kesalehan orang tua tidak serta merta langsung menjadi jaminan bagi kebahagiaan anaknya dengan tanpa sarat. Jika seorang anak melakukan dosa, dia juga bisa saja masuk ke neraka terlebih dahulu.

Di dalam al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibnu ‘Asyur disebutkan, pemilihan lafaz أَلْحَقْنَا yang berarti “kami pertemukan mereka”, adalah untuk menunjukkan pemahaman bahwa bisa jadi anak-anaknya dimasukan terlebih dahulu ke neraka untuk membersihkan dosa-dosanya, kemudian barulah dimasukan ke surga yang sederajat dengan orang tuanya. Inilah karunia Allah bagi orang-orang yang beriman. (al-Tahrir wa al-Tanwir, 27/48).

Dalam surah Aththur ayat 21 di atas, di samping orang tua bisa menaikan derajat anaknya, seorang anak pun bisa menaikan derajat orang tuanya. Para ulama mendasarkan pendapat tersebut pada makna dzurriyyah, yang tidak hanya diartikan anak-anak, melainkan bisa juga diartikan orang tua, seperti yang terdapat dalam surah Yasin ayat 41.

وَآيَةٌ لَهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ

“Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut nenek moyang mereka (Nabi Nuh) dalam kapal yang penuh muatan.”

Oleh karena itulah, dzurriyyah juga bisa diartikan orang tua. (Tafsir al-Qurthubi, 17/67). Dengan kata lain, orang tua pun bisa dinaikkan derajatnya oleh anak mereka. Hal tersebut diperkuat dengan sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya, ada seseorang yang diangkat derajatnya di surga, kemudian dia bertanya, “Bagaimana aku bisa mendapatkan ini?”. Maka dikatakan kepadanya, “Berkat istighfar dari anakmu untukmu.” (H.R. Ibnu Majah, 3650).

Oleh karena itulah, diantara berkah dari kesalehan adalah dapat saling memberi syafaat dan menaikkan derajat surga di akhirat kelak. Bahkan pada puncaknya, satu keluarga dengan izin Allah dapat Allah kumpulkan di surga yang sama. Wallah a’lam.

Tim Rembulan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya