Liputan6.com, Jakarta Monumen Lubang Buaya adalah salah satu tempat bersejarah yang terletak di Jakarta Timur. Tempat ini memiliki makna yang mendalam dalam sejarah Indonesia karena terkait dengan peristiwa yang tragis pada tahun 1965.
Monumen lubang buaya dibangun di atas lahan seluas 14,6 Hektar. Pada masa penjajahan Belanda, tempat ini digunakan sebagai tempat persembunyian oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Namun, namanya menjadi terkenal karena peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965. Pada tanggal tersebut, sejumlah perwira militer Indonesia yang diduga terlibat dalam kudeta mencoba menggulingkan pemerintah Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Kudeta ini dikenal sebagai Gerakan 30 September atau dikenal G30S. Mereka membawa enam jenderal yang merupakan tokoh militer terkemuka saat itu ke Lubang Buaya.
Para jenderal tersebut kemudian dibunuh secara brutal. Peristiwa pembunuhan massal terhadap anggota yang dituduh PKI dan tindakan represif terhadap mereka yang dianggap terlibat.
Pada tahun 1967, dua tahun setelah peristiwa tersebut, pemerintah Indonesia mendirikan Monumen Lubang Buaya untuk mengenang para jenderal yang tewas dalam peristiwa itu.
Monumen ini berisi patung-patung para jenderal dan di sekitarnya terdapat museum yang memamerkan sejarah peristiwa tersebut melalui berbagai eksponat dan dokumentasi.
Simbol Perlawanan
Monumen Lubang Buaya memiliki signifikansi yang besar dalam sejarah Indonesia. Selain sebagai tempat peringatan peristiwa tragis tersebut, monumen ini juga menjadi simbol perlawanan terhadap pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saat itu semakin kuat.
Peristiwa di Lubang Buaya menjadi pemicu bagi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan dan mengakhiri kekuasaan Sukarno, Presiden Indonesia saat itu.Monumen Lubang Buaya adalah situs bersejarah yang mengingatkan kita akan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.
Meskipun peristiwa yang terjadi di sini sangat tragis, monumen ini memiliki peran penting dalam menjaga kenangan akan peristiwa tersebut dan sebagai pengingat akan bahaya pengaruh ideologi komunis pada saat itu.
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement