Liputan6.com, Manila - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan pada Jumat (29/9/2023), negaranya tidak menginginkan konfrontasi, namun akan dengan gigih mempertahankan perairannya. Hal itu disampaikannya setelah penjaga pantai Filipina membongkar penghalang terapung yang dipasang China di perairan dangkal yang disengketakan di Laut China Selatan.
Itu adalah kali pertama Presiden Marcos Jr berbicara secara terbuka menentang pemasangan penghalang terapung sepanjang 300 meter.
Advertisement
"Kami tidak mencari masalah, namun yang akan kami lakukan adalah terus mempertahankan wilayah maritim Filipina dan hak-hak nelayan kami, yang telah menangkap ikan di wilayah tersebut selama ratusan tahun," ujar Marcos Jr, seperti dilansir AP, Minggu (1/10).
Perselisihan antara China dan Filipina di Laut China Selatan, salah satu rute perdagangan tersibuk di dunia, memasuki babak baru setelah Marcos Jr pada awal tahun ini memutuskan untuk mengizinkan perluasan kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di Filipina berdasarkan pakta pertahanan tahun 2014.
Prospek penempatan lebih banyak pasukan AS di kamp militer lokal di Filipina utara di seberang Taiwan dan China selatan otomatis membuat Beijing khawatir dan marah.
Setelah penjaga pantai Filipina membongkar tali dan jaring pembatas di muara Scarborough Shoal, kata Marcos, kapal-kapal nelayan Filipina kembali memasuki laguna dangkal itu dan menangkap sekitar 164 ton ikan dalam satu hari.
"Senilai itulah kerugian nelayan kita, jadi tidak boleh ada pembatas di sana dan yang jelas wilayah tersebut berada di wilayah Filipina," kata Marcos Jr. "Nelayan kami telah menangkap ikan di wilayah tersebut selama ratusan tahun, jadi saya tidak mengerti mengapa hal ini berubah."
Klaim China
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan dalam konferensi pers di Beijing pada Rabu (27/9) bahwa dangkalan tersebut adalah wilayah bawaan China.
"Apa yang (telah) dilakukan Filipina hanyalah lelucon yang menghibur diri sendiri. China akan terus menjaga kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritim Pulau Huangyan," katanya, menggunakan penamaan China untuk wilayah perairan dangkal tersebut.
Meskipun Marcos Jr telah berusaha membina hubungan normal dengan China, perselisihan teritorial yang lama terjadi telah menempatkan negara-negara tetangga di Asia tersebut pada jalur yang berpotensi menimbulkan konflik. Pasalnya, Presiden Marcos Jr bersumpah bahwa negaranya tidak akan menyerahkan satu inci pun wilayah di jalur perairan strategis tersebut.
Sikap Marcos yang lebih konfrontatif berbeda dengan pendahulunya, Rodrigo Duterte, yang membina hubungan baik dengan China dan Rusia, namun sering mengkritik kebijakan keamanan AS dan Barat.
Di bawah pemerintahan Marcos, yang mulai menjabat tahun lalu, Filipina telah mengintensifkan upayanya untuk melawan tindakan China yang semakin agresif di Laut China Selatan. Penjaga pantai Filipina sering mengundang jurnalis untuk bergabung dalam patrolinya dalam upaya mengungkap apa yang mereka sebut sebagai intimidasi China.
Selain China dan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan juga terlibat dalam konflik teritorial di Laut China Selatan. AS sendiri tidak memiliki klaim, namun kapal angkatan laut dan jet tempurnya telah melakukan patroli selama beberapa dekade untuk menentang klaim ekspansif China dan mendukung kebebasan navigasi serta penerbangan.
AS telah memperingatkan bahwa mereka wajib membela Filipina berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951 jika pasukan, kapal, dan pesawat Filipina diserang, termasuk di Laut China Selatan.
Advertisement