Liputan6.com, Jakarta - Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi demonstrasi yang berpusat di Gedung Mahkamah Konstitusi pada hari ini. Salah satu tuntutannya adalah kenaikan upah minimum sebesar 15 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal mengungkap alasan kenaikan upah menjadi isu sentral yang dibawanya. Selain dari tuntutan untuk mencabut omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.
Advertisement
"Alasan meminta kenaikan upah buruh sebesar 15% tentu sudah kami sampaikan jauh-jauh hari sebelumnya. Yakni, bahwa Indonesia sudah masuk sebagai negara Upper Middle Income Country, dengan pendapatan per kapita minimal USD 4.500 per tahun," kata dia dalam keterangannya, Senin (2/10/2023).
Said Iqbal menyebut, kenaikan 15 persen jika dihitung memunculkan angka Rp 5,6 juta per bulan. Ini mengacu pada upah minimum awal DKI Jakarta dengan Rp 4,9 juta per bulan.
"Jadi kalau di-rupiahkan menjadi Rp 67,5 juta dengan kurs Rp 15.000 per USD 1. Sehingga jika dibagi menjadi 12 bulan, maka per bulannya menjadi Rp 5,6 juta," terangnya.
"Sedangkan rata-rata upah minimum nasional, baru di angka Rp 3,7 juta. Dan kita acuannya adalah Jakarta, sehingga dari Rp 4,9 juta ke Rp 5,6 juta, hanya 15 persen," sambung Said Iqbal.
Alasan Lainnya
Selain itu, ngototnya buruh meminta kenaikan upah 15 persen karena upah Pekerja Negeri Sipil (PNS) atau ASN dan pensiunan pun naik. Angkanya, PNS naik 8 persen dan pensiunan 12 persen.
"Tentu kami dari Partai Buruh setuju, jika upah ASN naik 8 persen dan Pensiunan 12 persen. Tapi secara bersamaan, Partai Buruh juga meminta kepada pemerintah, bahwa di tahun 2024 upah buruh naik 15 persen," tegas Said Iqbal.
Belum lagi, selama tiga tahun upah buruh tidak naik, yaitu tahun 2020, 2021, dan 2022. Kemudian di tahun 2023 ada pemotongan upah 25%. Sehingga supaya ada daya beli, maka upah harus dinaikkan hingga 15 persen.
5 Sikap Partai Buruh
Lebih lanjut, Said Iqbal menuturkan 5 poin sikap buruh dalam menggelar aksi demo 2 Oktober 2023, hari ini. Pertama, Partai Buruh adalah satu-satunya partai politik yang meminta MK untuk mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui JR Uji Formil. Partai Buruh akan bersikap terhadap keputusan MK, bilamana gugatan uji formil ini kalah, yakni dengan mengorganisir aksi-aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
Kedua, sebagai penggugat, Partai Buruh mewakili kelompok besar (buruh, petani, nelayan dan kelas lainnya) lewat 4 konfederasi serikat buruh terbesar, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) - Andi Gani Nena Wea (AGN), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K)SBSI.
“Di samping itu, juga ada 60 federasi serikat buruh tingkat nasional, dengan demikian, lebih dari 80% buruh yang berserikat berada di Partai Buruh yang menggugat. Ditambah lagi elemen serikat lainnya, seperti buruh informal, petani, nelayan, perempuan, mahasiswa, miskin kota, disabilitas, dll,” ujar Said Iqbal.
“Kenapa ini harus disebutkan, karena untuk menjelaskan begitu meluasnya para penggugat untuk bersama menggugat UU Cipta Kerja, agar dibatalkan atau dinyatakan inkonstitusional,” lanjutnya.
Ketiga, Partai Buruh bersama para penggugat lainnya, berharap agar Hakim MK membatalkan atau mencabut UU Cipta Kerja. Serta menyatakan sebagai inkonstitusional, dan tidak berlaku di Wilayah Hukum Republik Indonesia
Advertisement
Aksi Terus Menerus
Sikap keempat, jika gugatan Partai Buruh tidak dikabulkan, maka akan terjadi aksi massa terus-menerus, dan aksi tidak hanya dari Partai Buruh, namun juga dari elemen masyarakat lainnya, meluas dan bergelombang, bilamana tuntutan untuk mencabut UU Cipta Kerja tidak dikabulkan.
Dan yang kelima, pada 2 Oktober, akan ada pembacaan keputusan JR Omnibus Law Cipta Kerja, maka Partai Buruh akan melakukan aksi besar, yang dipusatkan di Gedung MK dan serempak di seluruh Indonesia.
“Aksi di daerah di antaranya Bandung, Serang, Semarang, Surabaya, Batam, Aceh, Medan, Pekanbaru, Bengkulu, Lampung, Jambi, Banjarmasin, Pontianak, Ternate, Ambon, Mimika, Jayapura, Makassar, Morowali, Manado, dan kota-kota industri lainnya,” urai Said Iqbal lebih lanjut.