Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa bulan terakhir, X alias Twitter telah membayarkan total dana sebesar USD 20 juta atau setara Rp 310 miliar kepada komunitas kreatornya.
CEO X Twitter, Linda Yaccarino, mengumumkan investasi besar ini dan menegaskan komitmen platform untuk mendukung para kreator, dikutip dari Gizmochina, Selasa (3/10/2023).
Advertisement
Inisiatif ini, yang diluncurkan pada bulan Juli 2023, memungkinkan pengguna terverifikasi dengan lebih dari 500 pengikut untuk mendapatkan bagian dari pendapatan iklan yang dihasilkan dari balasan pada postingan mereka.
Syaratnya, kreator konten tersebut harus mengumpulkan lebih dari 5 juta tayangan tweet dalam tiga bulan terakhir.
Pembayaran awal sekitar Rp 77,5 miliar telah dibagikan, mencakup pendapatan yang terakumulasi sejak bulan Februari 2023. Elon Musk, pemilik X, menyoroti pertumbuhan yang signifikan dalam jumlah kreator yang bergabung, sekaligus peningkatan tayangan iklan di platform.
X, yang dahulu merupakan layanan microblogging, kini mengalami transformasi dramatis menjadi Super Apps di bawah kepemilikan Musk.
Perubahan ini memungkinkan pengguna menjadi pembuat konten. Tidak hanya itu, model bagi hasil ini memberikan insentif bagi para kreator sekaligus menjadikan platform ini menarik bagi pengiklan.
Untuk berpartisipasi dalam program ini, pengguna perlu berlangganan Premium atau Terverifikasi dengan minimal 500 pengikut dan 5 juta tayangan organik pada postingan dalam tiga bulan terakhir.
Iklan yang dimonetisasi terutama muncul dalam balasan pada postingan kreator, mendorong terciptanya konten yang menarik.
Meskipun program ini memberikan peluang bagi para kreator, konten terlarang seperti eksplisititas seksual, kekerasan, kegiatan kriminal, perjudian, narkoba, alkohol, skema penipuan, dan terkena copyright tidak dapat dimonetisasi.
Perubahan ini menandai langkah besar bagi X, membuktikan transformasi yang sukses menuju model bisnis yang lebih inklusif dan saling menguntungkan bagi semua pihak: konten kreator, pengiklan, dan platform itu sendiri.
X Nonaktifkan Fitur Pelaporan Misinformasi Politik
Belum lama ini, X menonaktifkan fitur yang memungkinkan pengguna melaporkan misinformasi tentang pemilu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang klaim palsu yang menyebar tepat sebelum pemungutan suara besar di Amerika Serikat dan Australia.
Sekadar informasi, fitur pelaporan misinformasi politik itu diperkenalkan pada 2022. Fitur tersebut memungkinkan pengguna untuk melaporkan unggahan yang mereka anggap menyesatkan tentang politik.
Namun, X alias Twitter baru-baru ini menghapus kategori "politik" dari menu drop-down di setiap yurisdiksi, kecuali Uni Eropa, kata peneliti Reset Tech Australia.
Mengutip Reuters, Jumat (29/9/2023), peneliti juga menambahkan, pengguna masih dapat melaporkan unggahan ke aplikasi X secara global untuk sejumlah keluhan lain. Misalnya, mempromosikan kekerasan atau ujaran kebencian.
Sayangnya, X tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar mengenai dinonaktifkannya opsi pelaporan misinformasi terkait politik.
Advertisement
Tindakan yang Membatasi Intervensi Sosial Media
Masih dari Reuters, dengan dinonaktifkannya fitur ini, Twitter menghilangkan cara bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan misinformasi politik.
Hal ini dinilai bisa membatasi intervensi pada saat platform media sosial, padahal media sosial dianggap perlu menjalankan perannya menjaga integritas pemilu. Upaya ini telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Adapun penonaktifan fitur pelaporan misinformasi ini dilakukan kurang dari tiga minggu sebelum Australia mengadakan referendum. Ini merupakan referendum pertama Australia dalam seperempat abad terakhir.
Referendum ini dinilai penting untuk mengetahui apakah akan ada perubahan konstitusi guna membentuk badan penasihat Masyarakat Adat di parlemen. Selain itu, penonaktifan fitur ini juga terjadi 14 bulan sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat.
“Akan sangat membantu untuk memahami mengapa X tampaknya telah melakukan kemunduran dalam komitmen mereka untuk memitigasi misinformasi serius yang telah menyebabkan ketidakstabilan politik di AS. Terutama menjelang tahun sibuk pemilu global,” kata Direktur Eksekutif Reset Tech Australia Alice Dawkins.
Infografis: Deretan Konten Medsos yang Merenggut Nyawa
Advertisement