Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari 90 kota IHK pada September 2023 masih terdapat 73 kota di Indonesia yang mengalami inflasi, 46 kota diantaranya mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi rata-rata nasional 2,28 persen.
"Sedangkan 17 kota lainnya mengalami deflasi," kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers rilis BPS, Senin (2/10/2023).
Advertisement
Berdasarkan sebarannya, inflasi tertinggi tertinggi pertama terjadi di Sumatera yakni Tanjung Pandan sebesar 1,41 persen. Adapun komoditas penyumbang inflasi di Tanjung Pandan adalah ikan segar, beras, angkutan udara, kangkung, dan kacang panjang.
Kedua, di Jawa tepatnya di Sumenep inflasinya 0,72 persen. Inflasi ketiga terbesar terjadi di Bali Nusra tepatnya terjadi di Kota Bima sebesar 0,63 persen. Keempat, inflasi tertinggi terjadi di Maluku Papua tepatnya di Kota Tuai sebesar 0,61 persen.
Selanjutnya, inflasi kelima tertinggi terjadi di Sulawesi, tepatnya di Kota Kendari sebesar 0,38 persen. Kemudian, inflasi keenam terbesar terjadi di Kalimantan tepatnya di Kotabaru sebesar 0,34 persen.
Inflasi Terendah
Sementara, untuk inflasi terendah terjadi di Kota Padang sebesar 0,07 persen, dan di Banyuwangi sebesar 0,05 persen. Sedangkan, daerah yang mengalami deflasi terdalam terjadi di Manokwari 1,70 persen, Tanjung Selor 0,44 persen, Kota Kotamobagu 0,39 persen, dan Waingapu 0,36 persen.
Sebagai informasi, BPS mencatat pada September 2023 secara bulanan atau month to month (mtm) mengalami inflasi sebesar 0,19 persen, atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen dari 115,22 pada Agustus 2023 menjadi 115,44 pada September 2023.
Disamping itu, inflasi tahunan atau year on year (YoY) pada September 2023 sebesar 2,28 persen. Untuk inflasi tahun kalender atau year to date sebesar 1,63 persen.
Waspada! Harga Beras Meroket, Inflasi Indonesia Bisa Melesat
Sebelumnya, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro meminta pemerintah untuk mewaspadai tren kenaikan harga beras dalam beberapa waktu terakhir. Sebab, beras yang kian mahal dapat mendorong laju inflasi.
Menurut BPS, beras menjadi komoditas yang menyumbang inflasi terbesar pada Agustus 2023. Adilnya mencapai 0,05 persen.
"Nah ini yang pemerintah perlu di perhatikan risiko inflasi (kenaikan beras) kepada pangan nasional," ujarnya kepada awak media di Labuan Bajo, NTT, ditulis Minggu (10/9).
Asmoro menjelaskan, sektor makanan seperti sembako menyumbang andil besar dalam porsi inflasi. Salah satunya beras yang masih menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia.
"Ya kalau harga beras kan strategis, kita lihat aja komponen yang makanan itu terutama sembako bisa 25 persen dari inflasi. Seperti beras, cabai, bawang, itu berpengaruh sekali. Jadi, kalau itu terganggu dan ada tendensi kenaikan ya otomatis akan berdampak juga ke inflasi," bebernya.Terlebih, sejumlah negara pengimpor untuk Indonesia mulai membatasi ekspor beras karena ancaman krisis pangan oleh El Nino. Salah satunya India yang telah menyetop ekspor beras non basmati.
"Jadi, pemerintah harus membangun trade relations dengan India, Thailand, Vietnam yang biasa kita impor dari sana. Dan meningkatkan produksi panen lokal dan juga distribusi," pungkasnya.
Advertisement
Harga Beras Naik 20 Persen
Sebelumnya, harga Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) Bulog kemasan 5 kilogram di retail modern seperti Lottemart Pasa Rebo Jakarta Timur mengalami kenaikan. Semula, harga beras tersebut naik menjadi Rp54.500 dari sebelumnya Rp47.000.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, biaya produksi mulai dari sewa lahan, benih, harga pupuk, dan kenaikan BBM di bulan September hingga Oktober tahun lalu menjadi landasan naiknya harga beras hingga 20 persen.
Dengan kenaikan ini, pemerintah membatasi pembeliannya hanya 2-3 karung per pembeli. Beras tersebut didapatkan secara impor karena saat ini, produksi beras lokal terbilang masih berada di harga yang tinggi.