Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru mengungkap, Apple memiliki semua elemen yang diperlukan untuk membuat mesin pencari atau search engine sendiri di perangkatnya.
Dengan kata lain, ada kemungkinan Apple tengah berupaya mengurangi ketergantungannya pada Google sebagai search engine bawaan di iPhone
Advertisement
Mengutip CNET, Selasa (3/9/2023), Google telah menjadi mesin pencari default di iPhone selama lebih dari satu dekade, dengan kesepakatan yang dilaporkan bernilai antara USD 8 hingga 12 miliar setiap tahunnya.
Meskipun kesepakatan ini menguntungkan, laporan menyebut, ada kemungkinan Apple mempertimbangkan untuk mengembangkan mesin pencarinya sendiri.
Berdasarkan analisis Mark Gurman dari Bloomberg, Apple berpotensi menghasilkan pendapatan iklan yang signifikan jika meluncurkan mesin pencari sendiri. Potensi ini dapat bersaing dengan pendapatan dari pasar Apple Watch.
Meski rencana ini juga belum tentu berhasil, Apple diketahui telah memberikan gambaran soal pengembangan search engine-nya sendiri. Seperti diketahui, Apple telah membawa kemampuan search engine di berbagai layannya, seperti App Store, Maps, Apple TV, dan News.
Perusahaan juga diketahui tengah mengembangkan teknologi search engine generasi berikutnya dengan nama kode Pegasus di bawah pengawasan John Giannandrea, SVP Machine Learning and AI Strategy Apple.
Teknologi ini dikabarkan dapat menyajikan hasil pencarian yang lebih akurat. Gurman juga menyebut Apple telah mengutak-atik Spotlight, fitur pencarian di iOS, dan telah mulai menambahkan hasil pencarian web.
Kendati demikian, hasil penelusuran di mesin pencari tersebut saat ini masih diberikan oleh Microsoft Bing atau Google.
Spekulasi mengenai mesin pencari Apple muncul di tengah-tengah gugatan antitrust terhadap Google yang melibatkan kesepakatan miliaran dolar AS. Gugatan itu membahas soal penggunaan Google sebagai mesin pencari default di iPhone.
Apple dihadirkan sebagai saksi dalam gugatan ini, dan laporan menyebutkan selama kesaksian, Giannandrea mengungkapkan fitur baru di iOS 17 memungkinkan pengguna mengubah mesin pencari default saat menggunakan Safari dalam mode penjelajahan pribadi.
iOS 17 juga memungkinkan pengaturan dua mesin pencari default: satu untuk penelusuran biasa dan satu untuk penelusuran pribadi.
Google Bakal Bayar Sanksi Rp 2,3 Triliun Imbas Kumpulkan dan Pakai Data Lokasi Pengguna Diam-Diam
Belum lama ini, Google sepakat membayar USD 155 juta atau setara Rp 2,3 triliun sebagai bentuk penyelesaian gugatan oleh pemerintah negara bagian California dan penggugat swasta.
Kasus tersebut bermula saat perusahaan mesin pencari itu mengumpulkan dan menggunakan data lokasi pengguna secara ilegal.
Penyelesaian kasus mengharuskan Google membayar USD 93 juta (Rp 1,4 triliun). Sisanya sebesar USD 62 juta (Rp 952,7 miliar) juga akan dibayarkan.
Penggugat juga ingin perusahaan mengungkapkan rincian lebih lanjut tentang cara mereka melacak lokasi pengguna dan menjelaskan tentang bagaimana mereka memakai data yang dikumpulkan.
Mengutip Gizchina, Minggu (17/9/2023), penggugat mengklaim, Google Search menyesatkan pengguna tentang cara melacak lokasi atau menggunakan data pengguna.
Perusahaan dinilai tidak mendapatkan persetujuan dari pengguna sebelum menggunakan data mereka. Oleh karena itu, Google bersedia membayar penyelesaian kasus tersebut.
Sebelumnya, Google telah dituding mengumpulkan dan memakai data lokasi pengguna selama beberapa tahun. Pada 2018, Associated Press melaporkan bahwa Google lanjut melacak data lokasi pengguna, bahkan ketika pengguna telah menonaktifkan riwayat lokasi pengguna.
Advertisement
Pernah Digugat dan Bayar Penyelesaian Kasus
Lalu, pada 2020, negara bagian Arizona menggugat Google karena diduga menyesatkan pengguna tentang fitur pelacakan lokasinya.
Google saat itu sepakat membayar penyelesaian kasus USD 391,5 juta pada tahun lalu, guna menyelesaikan gugatan dari 40 negara bagian, rentang tudingan ini.
Kemudian, pada Desember 2022, Google diperintahkan membayar USD 9,5 juta karena menggunakan pola gelap dalam praktik pelacakan lokasi dan melanggar privasi pengguna.
Dalam hal itu, Google dituding menayangkan iklan tertarget kepada pengguna, ketika mereka menonaktifkan riwayat lokasi.
Menyesatkan Pengguna
"Google menyebutkan dalam Setting, bahwa ketika pengguna memilih mematikan riwayat lokasi, lokasi mereka tidak akan lagi dilacak. Tapi Google terus saja melacak aktivitas pengguna untuk kepentingan bisnis mereka," kata Jaksa Agung California.
Akibatnya, penyelesaian kasus senilai USD 155 juta diumumkan pada 15 September 2023.
Sanksi ini menyelesaikan klaim negara bagian California dan penggugat swasta sekaligus menegaskan bahwa Google melanggar undang-undang privasi negara bagian dengan mengumpulkan dan memakai data lokasi pengguna tanpa izin.
Google pun membayar USD 93 juta dan mengungkapkan lebih banyak informasi tentang cara melacak keberadaan orang dan memakai data yang dikumpulkannya.
Advertisement