Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap sosok Nistra Yohan dan Sadikin, dua nama yang diduga menjadi perantara uang kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo ke pihak Komisi I DPR RI dan Badan Periksa Keuangan (BPK).
Advertisement
“Nistra Yohan belum, Sadikin belum,” tutur Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung, Haryoko Ari Prabowo kepada wartawan, Minggu (1/10/2023).
Menurut Prabowo, pihaknya belum menemukan alat bukti yang cukup untuk melakukan pemeriksaan terhadap Nistra Yohan dan Sadikin. Sementara di persidangan, nama keduanya muncul dalam kesaksian dua terdakwa, yaitu Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.
“Jadi gini, kalau alat buktinya itu mencukupi, kita tidak berdasarkan keterangan satu orang tok. Kalau keterangan satu orang, ‘Pak saya kasih dia’, nanti kalau saya periksa semua ya kasihan. Tidak bisa hanya mendengarkan keterangan satu saksi saja. Semua dasarnya alat bukti,” jelas dia.
Dalam persidangan terungkap adanya aliran uang yang masuk ke Komisi I DPR RI berjumlah Rp70 miliar dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebesar Rp40 miliar. Prabowo menyatakan, seluruh keterangan di persidangan pun akan dikaji terlebih dahulu untuk memutuskan perlu tidaknya tindak lanjut dari Kejagung.
“Kalau memang hakim minta dan mengeluarkan penetapan untuk kita hadirkan (Nistra Yohan), ya kita coba cari,” Prabowo menandaskan.
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022 kembali bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Dalam sidang terungkap adanya aliran uang yang masuk ke Komisi I DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Uang yang masuk ke Komisi I DPR berjumlah Rp70 miliar, sementara ke BPK RI sebesar Rp40 miliar.
Hal itu terungkap dari kesaksian Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.
Staf Ahli di Komisi I
Irwan dan Windi yang dihadirkan sebagai saksi mahkota ini awalnya menjelaskan pemberian uang Rp70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR.
"Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang (mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif) bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya. Jadi, selain dari Jemy (Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan) juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Mendengar pernyataan Irwan, Hakim Ketua Fahzal Hendri lantas menegaskan kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Windi menyebut, berdasarkan informasi yang diterima dari Anang pihak dimaksud ialah Nistra Yohan.
"Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari pak Anang, seseorang bernama Nistra," kata Windi.
Hakim Fahzal kemudian mempertegas jawaban Windi. "Nistra tuh siapa?" cecar hakim.
"Saya juga pada saat itu (diinformasikan) pak Anang lewat Signal pak, itu adalah untuk K1," kata Windi.
"K1 itu apa?" Tanya hakim.
"Ya itu makanya saya enggak tahu pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," kata Windi di sidang korupsi BTS.
Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah dia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, dia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa.
"Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim.
"Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP, apa media. Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau (Nistra Yohan) orang politik, staf salah satu anggota DPR," kata Irwan.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim.
"Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," ungkap Irwan.
Advertisement
Uang Diserahkan di Parkiran
Adapun uang kepada Komisi I DPR diduga diserahkan di sebuah rumah di Gandul dan Hotel Aston Sentul lewat sosok perantara atas nama Nistra Yohan itu.
Selain Rp70 miliar ke Komisi I DPR RI, dalam sidang ini Windi mengaku turut menyerahkan uang terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin, selaku perwakilan dari BPK RI.
"Berapa?" tanya hakim Fahzal.
"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," kata Windi.
"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" Fahzal menegaskan.
"Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi.
Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran Hotel Grand Hyatt. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing.
"Berapa pak?" tanya hakim lagi.
"Rp40 M," kata Windi.
"Ya Allah. Rp40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?" Cecar hakim.
"Uang asing pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura," ungkap Windi.