Mengenal Cerebral Palsy, Kondisi Lumpuh Otak Berdampak Terganggunya Panca Indra

Kerusakan otak pada cerebral palsy bersifat permanen dan tidak bisa disembuhkan. Namun, ada perawatan yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan fungsi saraf yang mengatur pergerakan otot tubuh.

oleh Arie Nugraha diperbarui 03 Okt 2023, 19:00 WIB
Ilustrasi pengidap cerebral palsy. (Photo Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Bandung - Lumpuh otak atau cerebral palsy adalah suatu kondisi terganggunya fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju belajar, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan berpikir.

Kondisi ini dapat terjadi pada masa kehamilan, ketika proses persalinan, atau pada tahun pertama setelah kelahiran.

Gejalanya sangat beragam dan pada tingkat paling parah dapat menyebabkan kelumpuhan. Penderitanya mungkin memerlukan peralatan khusus untuk bisa beraktivitas.

"Penyakit ini bahkan dapat menyebabkan penderitanya tidak mampu berjalan sehingga memerlukan perawatan seumur hidup," jelas dr Pittara di laman Alo Dokter dicuplik Senin, 2 Oktober 2023.

Pittara menyebutkan kerusakan otak pada cerebral palsy bersifat permanen dan tidak bisa disembuhkan. Namun, ada perawatan yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan fungsi saraf yang mengatur pergerakan otot tubuh.

Penyakit ini juga tidak akan bertambah buruk, tetapi beberapa gejalanya dapat berubah seiring waktu.

Cerebral palsy atau lumpuh otak disebabkan oleh gangguan perkembangan otak pada anak, yang menyebabkan gangguan pergerakan dan postur tubuh. Selain itu, kondisi ini juga dapat menimbulkan gangguan kecerdasan.

"Cerebral palsy umumnya terjadi pada masa kehamilan, tetapi juga dapat terjadi saat proses persalinan, atau beberapa tahun pertama setelah anak lahir," kata Pittara.

Belum diketahui secara pasti apa penyebab gangguan perkembangan tersebut, tetapi kondisi ini diduga dipicu oleh dua faktor.

Pertama adalah paling sering disebabkan oleh gangguan perkembangan otak saat anak masih di dalam kandungan.

Kondisi ini disebabkan oleh perubahan pada gen yang memiliki peran dalam perkembangan otak. Adanya infeksi saat hamil yang menular pada janin, seperti cacar air, rubella, sifilis, herpes, zika, toksoplasmosis, dan infeksi cytomegalovirus.

"Bayi mengalami mikrosefalus. Gangguan aliran darah ke otak janin. Perbedaan golongan darah rhesus antara ibu dan bayi," sebut Pittara.

Kedua kerusakan otak pada cerebral palsy juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi saat atau setelah bayi lahir.

Di antaranya kurangnya suplai oksigen pada otak bayi (asfiksia) selama proses persalinan. Kelahiran sungsang, yaitu lahir dengan kaki keluar terlebih dahulu.

Masyarakat harus mewaspadai juga soal penyakit kuning (kernikterus). Radang pada otak (ensefalitis) atau selaput otak (meningitis) bayi.

"Cedera parah di kepala, contohnya pada kasus shaken baby syndrome atau akibat kecelakaan," tukas Pittara.

Pittara mnambahkan ada empat faktor yang dapat meningkatkan risiko bayi terkena cerebral palsy.

Pertama, kelahiran bayi kembar dua atau lebih, terutama jika salah satu bayi selamat dan bayi yang lain meninggal saat dilahirkan.

Kedua, berat badan bayi yang rendah saat lahir, yaitu kurang dari 2,5 kilogram. Yang ketiga kelahiran prematur, yaitu lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

"Kebiasaan buruk pada ibu selama masa kehamilan, seperti merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, atau menggunakan NAPZA," sebut Pittara.

Untuk itu, ibu hamil juga disarankan untuk mendapatkan vaksinasi rubella atau penyakit menular lainnya sebelum merencanakan kehamilan dan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur.

Karena sayangnya, tidak ada cara pasti untuk mencegah cerebral palsy. Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang risiko cerebral palsy pada bayi Anda, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter kandungan atau dokter anak untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

 


Tujuh Gejala

Sebelumnya Anda harus mengenal gejala cerebral palsy yang berkaitan dengan pergerakan dan koordinasi. Ada tujuh gejala penyakit ini yang dapt diamati secara langsung.

1. Kecenderungan menggunakan satu sisi tubuh, seperti menyeret salah satu tungkai saat merangkak, atau menggapai sesuatu hanya dengan satu tangan.

2. Kesulitan melakukan gerakan yang tepat, misalnya saat mengambil suatu benda.

3. Gaya berjalan yang tidak normal, seperti berjinjit, menyilang seperti gunting, atau dengan tungkai terbuka lebar.

4. Otot yang kaku atau malah sangat lunglai.

5. Sendi kaku dan tidak terbuka sepenuhnya (kontraktur sendi).

6. Tremor pada wajah, lengan, atau anggota tubuh lainnya.

7. Gerakan menggeliat yang tidak terkontrol.

Sedangkan, gangguan pada otot di sekitar wajah akibat cerebral palsy dapat mengakibatkan penderitanya kesulitan dalam berbicara dan makan.

Gejala yang mungkin terlihat akibat kondisi ini adalah gangguan berbicara (disartria), kesulitan dalam menelan (disfagia), kesulitan dalam mengisap dan mengunyah serta terus-menerus mengeluarkan air liur.

Penderita cerebral palsy umumnya mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangannya.

Gejala yang mungkin muncul antara lain terhambatnya pertumbuhan anggota tubuh sehingga ukurannya akan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran normal.

"Terlambatnya perkembangan kemampuan gerak, seperti duduk, berguling, atau merangkak. Gangguan belajar dan kecerdasan," terang Pittara.

Sementara kerusakan pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf, seperti kejang (epilepsi), gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kurang merespons terhadap sentuhan atau rasa nyeri.

Ditambah adanya kondisi kesehatan mental, seperti gangguan emosional dan perilaku, ditambah ketidakmampuan dalam menahan buang air kecil (inkontinensia urine).

Gejala cerebral palsy bisa ringan hingga berat. Jenis gejala yang muncul tergantung pada bagian otak yang terpengaruh.

"Gejala tersebut biasanya muncul dalam 2 tahun pertama usia anak dan bisa bersifat permanen," kata Pittara.

Pittara menyarankan agar segera melakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda menemukan tanda atau gejala cerebral palsy pada anak Anda.

Gangguan tumbuh kembang anak perlu segera didiagnosis dan ditangani agar kualitas hidup anak bisa meningkat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya