Cerita Menkes Budi Gunadi Cari Uang ke AS untuk Sediakan Mammografi di 514 Kabupaten Kota

Upaya memasang mammografi di 514 kabupaten/kota tak lain untuk menekan angka kematian akibat kanker payudara.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Okt 2023, 15:24 WIB
Cerita Menkes Budi Gunadi Cari Uang ke AS untuk Sediakan Mammografi di 514 Kabupaten Kota. Jakarta Pusat (2/10/2023). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin bercerita soal misinya ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

Bersama Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mencari dana untuk pemasangan alat cek kanker payudara atau mammografi.

“Saya baru kembali dengan pak Ghufron dari Amerika, cari uang, karena saya mau pasang mammografi di 514 kabupaten/kota,” kata Budi dalam peluncuran kolaborasi transformasi mutu layanan BPJS Kesehatan di Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023).

“Itu (mammografi) untuk periksa payudara, kenapa? Ya saya baru tahu kematian paling tinggi di antara ibu-ibu yang kanker itu karena kanker payudara. Mungkin sebagian besar di sini pernah punya teman yang kena kanker payudara, itu paling besar angka meninggalnya, sekitar 150 ribuan lebih,” tambah Budi.

Upaya memasang mammografi di 514 kabupaten/kota tak lain untuk menekan angka kematian akibat kanker payudara. Pasalnya, pemeriksaan dini dapat meningkatkan angka kesembuhan pasien.

“Nah katanya kanker payudara itu kalau ketahuannya sejak dini, maka 90 persen sembuh. Kalau ketahuannya stadium tiga atau empat, 90 persen wafat,” jelas Budi.

Di Indonesia, lanjut Budi, 70 persen pasien kanker payudara meninggal dunia. Ini merupakan angka yang tinggi jika dibandingkan dengan negara lain.

“Luar negeri itu 20 persen, 25 persen (angka kematiannya)," Budi mengatakan.


Akibat Telat Deteksi

Cerita Menkes Budi Gunadi Cari Uang ke AS untuk Sediakan Mammografi di 514 Kabupaten Kota. Jakarta Pusat (2/10/2023). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Faktor utama yang membuat angka kematian pasien kanker payudara tinggi adalah terlambatnya deteksi.

“Kita deteksinya telat, deteksi itu menggunakan mammografi. Dari 3.100 rumah sakit, yang memiliki mammografi hanya di bawah 400. Ya pantes enggak bisa terdeteksi,” ujar Budi.

Selain kanker payudara, beberapa kanker lain juga masih menjadi ancaman di Indonesia. Ini termasuk kanker prostat, serviks, paru-paru, dan kolorektal.

Maka dari itu, selain mammografi, alat atau upaya lain yang dibutuhkan adalah positron emission tomography atau PET scan.

“Kanker itu kan nyebar, metastasis, kalau udah nyebar susah. Tahu nyebar pakai apa? Pakai alat namanya PET scan,” kata Budi.


Ketersediaan PET Scan Masih Minim

Cerita Menkes Budi Gunadi Cari Uang ke AS untuk Sediakan Mammografi di 514 Kabupaten Kota. Jakarta Pusat (2/10/2023). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Sayangnya, ketersediaan PET scan juga masih sangat minim. Hingga kini, alat tersebut hanya dapat ditemui di dua kota.

“Di Indonesia PET scan hanya ada di dua kota, Jakarta sama Bandung. Di Jakarta cuma di tiga rumah sakit, kebayang enggak ratusan ribu warga Indonesia antrenya ke sana semua,” ujar Budi.

Budi tak memungkiri, dengan adanya kartu BPJS Kesehatan, masyarakat kini merasa berhak untuk mendapat layanan kesehatan.

“Tapi begitu dia masuk (RS) dia tidak bisa dilayani atau antrenya satu tahun, itu yang terjadi. Sekarang kita senang karena semua punya kartu.”

“Tapi enam atau 12 bulan ke depan rakyat akan kecewa, ‘saya punya kartu, kenapa harus antre dua tahun, kenapa mammografi saja antrenya 7 bulan, kenapa operasi jantung (antre) keburu mati duluan?’ karena tidak ada alat,” jelas Budi.


Minta Tolong Pendampingan BPJS

Cerita Menkes Budi Gunadi Cari Uang ke AS untuk Sediakan Mammografi di 514 Kabupaten Kota. Jakarta Pusat (2/10/2023). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Lebih lanjut Budi mengatakan, ketiadaan alat kini menjadi perhatian pemerintah.

“Sekarang pemerintah akan masif membuka pasokan alat dan saya minta tolong BPJS untuk mendampingi, supaya dibuka kerja sama dengan rumah sakit-rumah sakit, dibuka layanannya untuk penyakit-penyakit kritis yang memang memakan jiwa.”

Hal ini menjadi perhatian lantaran pasokan alat (supply side) akan menjadi bahan tuntutan masyarakat di masa depan.

“Masyarakat nanti akan menuntut, ‘aku punya kartu, aku bayar, aku enggak dapat apa-apa, aku mati. Aku punya kartu, aku bayar, tapi aksesnya antre 8 atau 10 bulan karena supply side-nya enggak ada.”

“Kita akan bereskan itu dari sisi infrastrukturnya, nah nanti kita minta supaya dibuka lebih luas kerja sama dengan rumah sakit, dengan klinik, layanan-layanan yang tingkat kematiannya tinggi itu harus dibuka,” jelas Budi.

Dia percaya, dengan kerja sama yang baik, derajat kesehatan masyarakat Indonesia akan meningkat.

(Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya