Liputan6.com, Jakarta - Memperingati Hari Batik Nasional, Iwet Ramadhan mengenang perjalanannya memberdayakan ibu-ibu penghuni rusun lewat produksi batik. Penyiar radio sekaligus penggiat budaya itu memang memiliki usaha batik desainnya sendiri.
Sejauh ini ada 60 ibu-ibu penghuni Rusun Marunda dan Rusunawa Pulo Gebang yang terlibat dalam produksi batik. Iwet menuturkan para ibu itu diminta untuk membuat batik berdasarkan motif yang didesain Iwet sebelumnya, seperti motif kawung dan ikan koi artinya simbol kedewasaan, kesempurnaan, kebaikan, kekuatan, dan kegigihan. Sebagai imbalannnya, para ibu mendapatkan bayaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Advertisement
Mereka menggunakan metode pembuatan batik sesungguhnya, baik batik tulis maupun batik cap. "Karena batik itu harus dibuat menggunakan canting, cap, malam, pencelupan, dan sebagainya," kata Iwet dalam Media Gathering Lestari Batik Berbagi Baik Bersama Pigeon, di Pacific Place Mall, Jakarta Selatan, Senin (2/10/2023).
Maka, tak mengherankan bila batik dihargai mahal karena menurutnya, batik adalah karya seni. Itu pula yang menantangnya sebagai pengusaha batik. Persepsi tentang batik yang mahal membuatnya harus bekerja ekstra meyakinkan bahwa harga yang dibayarkan pelanggannya sepadan dengan kerja keras dalam produksinya.
Di sisi lain, ia juga harus bersaing dengan produk motif batik yang berharga lebih murah yang terjangkau di kantong kebanyakan orang. Terlebih, masih sedikit orang yang memahami perbedaan antara batik dan produk motif batik.
"Kalau kita lihat, setiap hari di jalan ada yang pakai batik. Namun kebanyakan, batik yang digunakan itu kain print, ketimbang cat ataupun batik tulis," tuturnya.
Ancaman Kepunahan Pembatik
Ia berharap makin banyak orang yang bisa membedakan batik dan produk tekstil bermotif batik. Setelah memahami perbedaannya, makin banyak konsumen yang membeli batik produksi lokal. Pasalnya, konsumen menjadi faktor utama para pembatik bisa bertahan.
"Karena kalau pakai batik printing, maka pembatiknya musnah," kata Iwet. "Karena begitu pake (batik) printing, pembatiknya enggak dibeli lagi produknya. Ketika dia tidak dibeli produknya, mereka tidak membatik lagi. Dari situlah, kemudian batiknya musnah," tambahnya.
Ia mengingatkan ketetapan UNESCO menjadikan batik sebagai warisan budaya takbenda bukan karena kainnya, melainkan filosofi yang terkandung di dalam semua motif. "Kalau benda kan kain, kalau tak benda itu filosofinya, cerita dibaliknya, tekniknya, pembatiknya, itu yang sebetulnya harus disadari oleh masyarakat Indonesia," ucap Iwet.
"Kalau kita tidak beri kesadaran bahwa itu berangkat dari filosofi, motif, dan sebagainnya, tidak akan bisa berkembang," jelasnya. Untuk itu, ia tak bisa mengatasinya sendiri, tetapi harus berkolaborasi dengan banyak pihak, seperti Pigeon.
Advertisement
Sebagian Didonasikan
Brand peralatan bayi itu menggandeng Iwet untuk memproduksi beberapa macam produk batik, yakni pouch, masker, dan peralatan makan. Pigeon bertanggung jawab untuk memasarkan produk-produk tersebut. Sebagian dari hasil penjualan produk-produk bermotif batik tersebut akan didonasikan kepada Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit Langit (YPPCBL).
"Ini batik tulis semua ditulis oleh ibu-ibu rusun binaan dari Iwet Ramadhan," jelas Anis Dwinastiti, General Manager Pigeon Indonesia.
Iwet juga menjelaskan bahwa kerja sama tersebut bermanfaat untuk berbagai pihak. "Tidak hanya untuk doa untuk anak-anak lewat botolnya, ada orang yang diberdayakan, dan pastinya untuk YPPCBL," jelas Iwet.
Kemitraan itu menjadi fokus utamanya saat ini. "Yang mau aku fokusin sekarang adalah kolaborasi dengan Pigeon. Dalam artian, kita masih punya mimpi selain produk dengan motif batik pada botol susu Pigeon, yang belum bisa aku sebutkan sekarang, tapi masih menyangkut tentang sustainability," jelasnya.
Fokus dengan Proyek Sustainability
Ia juga menyebutkan bahwa akan memfokuskan proyek sustainability yang terkait dengan pembinaan ibu-ibu rusun. "Jadi jangan hanya berhenti sampai di sini, tapi akan bisa berkembang menjadi satu project yang lebih besar lagi, dan lebih banyak ibu rusun yang terlibat pada project ini," tambahnya.
Iwet juga berkeinginan untuk berkolaborasi dengan generasi muda. "Aku terpikir ingin kolaborasi juga dengan komunitas-komunitas pecinta batik dari anak-anak muda," jelasnya.
"Aku kepingin sekali bisa kolaborasi sama mereka, untuk membuat suatu proyek," ucapnya. Ia juga mengungkapkan rencananya itu akan dilaksanakan antara 2024 dan 2025.
Pada kesempatan tersebut, Iwet juga menjelaskan tata cara untuk merawat batik. Ia menjelaskan untuk menjaga batik tetap dalam kondisi baik, kita bisa mencucinya dengan tangan, dengan lerak, atau menggunakan sampo bayi. Ia juga menyarankan untuk melindungi batik dari sengatan matahari langsung, dan tidak disemprot menggunakan parfum.
Advertisement