Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) batal digelar. RDP tersebut membahas soal masalah konflik pertambangan di Kabupaten Pohuwato yang dijadwalkan Senin (2/10/2023)
Padahal, RDP itu sudah dijadwalkan oleh DPR RI melalui Surat Nomor: B/11931/PW.01/09/2023 yang akan diadakan oleh Komisi VII. Dalam surat RDP tersebut diundang beberapa nama diantaranya, Plt. Dirjen Minerba KESDM RI, Direktur Utama PT. Merdeka Copper Gold Tbk, Pj. Gubernur Provinsi Gorontalo.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu ada nama Bupati Pohuwato, Forum Persatuan Ahli Waris Penambang Pohuwato dan Front Pemuda Mahasiswa Gorontalo juga menjadi turut yang diundang.
RDP itu masih kaitan dengan peristiwa aksi unjuk rasa para penambang yang berujung pada pembakaran Kantor Bupati 21 September 2023 dua pekan lalu.
Sayangnya, melalui surat nomor B/12066/PW.01/09/2023, RDP tersebut ditunda sampai waktu yang belum diketahui. Lantas, batanya RDP itu membuat masyarakat Pohuwato kecewa, sebab mereka sudah datang jauh sebelum RDP dilaksanakan.
Rifyan Ridwan Saleh, Perwakilan Front Pemuda Mahasiswa Gorontalo mengaku kesal dengan keputusan pembatalan RDP yang dilakukan sepihak oleh DPR RI.
Ia menduga, pembatalan terjadi karena Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus menjabat sebagai komisaris di PT PETS, anak dari perusahaan PT MCG yang beroperasi di wilayah pertambangan Pohuwato.
"Kami menyesalkan pembatalan ini. Kami tahu bahwa ada Bapak Lodewijk Freidrich Paulus yang merupakan Wakil Ketua DPR RI sekaligus komisaris di perusahaan itu," kata Rifyan Ridwan Saleh.
Padahal, kata Rifyan, semua pihak yang diundang untuk RDP sudah hadir di Jakarta, termasuk Bupati Pohuwato, Gubernur Gorontalo, serta masyarakat penambang.
"Jika memang RDP tidak dilaksanakan, maka sudah bisa kami pastikan bahwa ada dalang di belakang pembatalan ini. Ini sangat merugikan rakyat Pohuwato,” jelasnya
Pihaknya sangat mengecam pembatalan RDP yang dilakukan oleh DPR RI. Ia berharap, DPR RI tetap melaksanakan RDP, dan tidak berpihak kepada perusahaan atau kepada penguasa yang menyengsarakan rakyat.
“RDP harus tetap dilaksanakan atau paling tidak bentuk Pansus dari DPR RI yang independen dan tidak menjadikan ini lahan pencaharian,” tuturnya
“Dengan begitu nasib penambang bisa mendapatkan solusi yang ber-kemanusiaan dan bisa disejahteran,” tegasnya.