Miris, Ratusan Lumba-Lumba Sungai Amazon Mati akibat Suhu Air Memanas

Perubahan iklim terus menunjukkan dampak buruknya terhadap makhluk hidup di Bumi. Laporan terbaru, lebih dari 100 lumba-lumba ditemukan mati di Amazon, Brasil.

oleh Putu Elmira diperbarui 03 Okt 2023, 09:31 WIB
Pemandangan lumba-lumba merah muda Amazon (Inia geoffrensis) di Danau Amana di Cagar Alam Pembangunan Berkelanjutan Amana di negara bagian Amazonas, Brasil, pada 29 Juni 2018. (MAURO PIMENTEL / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemanasan global terus menunjukkan dampak buruknya terhadap makhluk hidup di Bumi. Laporan terbaru, lebih dari 100 lumba-lumba ditemukan mati di Amazon, Brasil.

Dikutip dari CNN, Senin, 2 Oktober 2023, matinya lumba-lumba tersebut dipicu kekeringan dan suhu air yang memanas dan mencapai rekor tertinggi hingga melebihi 102 derajat Fahrenheit atau setara 39 derajat Celcius. Seluruh lumba-lumba yang mati ditemukan di Danau Tefé selama tujuh hari terakhir.

Temuan tersebut dilaporkan oleh Institut Mamirauá, sebuah lembaga penelitian yang didanai oleh Kementerian Ilmu Pengetahuan Brasil. Lembaga ini mengatakan tingginya jumlah kematian tersebut merupakan hal yang tidak biasa.

Pihaknya memperkirakan suhu danau yang mencapai rekor tertinggi serta kekeringan bersejarah di Amazon ditengarai menjadi penyebabnya. Berita ini kemungkinan akan menambah kekhawatiran para ilmuwan iklim mengenai dampak aktivitas manusia dan kekeringan ekstrem di wilayah tersebut.

"Masih terlalu dini untuk menentukan penyebab kejadian ekstrem ini, namun menurut para ahli kami, hal ini pasti ada hubungannya dengan periode kekeringan dan suhu tinggi di Danau Tefé, yang di beberapa titik suhunya melebihi 39 derajat Celsius (102 derajat Fahrenheit)," ungkap institut tersebut dalam komentar yang disampaikan oleh CNN Brasil.

Sungai Amazon yang merupakan saluran air terbesar di dunia, saat ini sedang memasuki musim kemarau. Beberapa spesimen fauna sungai juga menderita akibat suhu yang memanas hingga mencapai rekor tertinggi.


Menemui Kendala Pemindahan

Situasi ini membuat warga setempat kesulitan mendapatkan bahan pokok seperti makanan dan air. (AP Photo/Edmar Barros)

Para peneliti dan aktivis mencoba menyelamatkan lumba-lumba yang masih hidup dengan memindahkan mamalia tersebut dari laguna dan kolam di pinggiran sungai ke bagian utama sungai yang airnya lebih dingin, lapor CNN Brasil. Namun, operasi tersebut tidak mudah karena letak wilayahnya yang terpencil.

"Memindahkan lumba-lumba sungai ke sungai lain tidaklah aman karena penting untuk memverifikasi apakah ada racun atau virus (sebelum melepaskan hewan tersebut ke alam liar)," kata André Coelho, peneliti di Institut Mamiraua kepada CNN Brasil.

Kekeringan di Amazon juga berdampak pada perekonomian. Ketinggian air di bawah rata-rata telah dilaporkan di 59 kota di negara bagian Amazonas, sehingga menghambat aktivitas transportasi dan penangkapan ikan di sungai. Pihak berwenang memperkirakan akan terjadi kekeringan yang lebih parah dalam beberapa minggu ke depan. Kondisi ini dapat mengakibatkan kematian lumba-lumba lebih banyak lagi.

Dikutip dari National Geographic, lumba-lumba sungai Amazon dikenal dengan nama ilmiah Inia geoffrensis. Dikenal pula dengan sebutan Boto, lumba-lumba ini dapat mencapai berat 450 pon atau sekitar 204 kilogram (kg).


Brasil Hadapi Cuaca Ekstrem

Anak laki-laki berjalan di samping rumah terapung yang terdampar di tempat yang dulunya merupakan tepi sungai Negro, di tengah kekeringan di Manaus, Brasil, Selasa, 26 September 2023. (AP Photo/Edmar Barros)

Dikutip dari The Guardian, seperti di belahan dunia lainnya, Brasil mengalami cuaca ekstrem yang luar biasa dalam beberapa bulan terakhir. Hal tersebut akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan El Niño.

Sebagian wilayah di bagian selatan negara ini telah terendam banjir akibat hujan badai yang deras. Sementara wilayah utara Brasil mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang luar biasa dahsyatnya.

Ketinggian air di Amazon, sungai terbesar di dunia, telah turun 30 cm setiap hari selama dua minggu terakhir. Saat ini, kedalaman rata-rata di Manaus lebih rendah 4,4 meter dari puncak musim hujannya. Tahun ini, kekeringan sudah mencapai 7,4 meter, yang oleh para ahli biologi setempat digambarkan sebagai hal yang "tidak masuk akal."

Tefé adalah salah satu daerah yang paling parah terdampak kekeringan. Institut Meteorologi Nasional mengatakan curah hujan di sana pada September 2023 hanya sepertiga dari rata-rata historis. Banyak saluran yang mengering. Perjalanan perahu sungai yang biasanya memakan waktu tiga jam kini memakan waktu satu hari penuh karena kano harus melewati lumpur dan air.


Tefe dalam Krisis

Rumah perahu berada di tengah lahan yang terkena dampak kekeringan dekat Sungai Solimões, Tefe, Amazonas, Brasil, Rabu (19/10/2022). Fenomena kekeringan ini telah terjadi selama berbulan-bulan dan dikatakan menjadi kondisi kekeringan yang mencapai titik kritis. (AP Photo/Edmar Barros)

Populasi manusia sebanyak 70.000 orang di Tefé berada dalam krisis. Komunitas tersebut adalah satu dari 15 komunitas yang berada dalam situasi darurat, menurut pejabat negara bagian Amazonas.

Dengan meluasnya wilayah yang terdampak kekurangan air dan kekeringan yang diperkirakan akan semakin parah pada Oktober 2023, para pejabat setempat telah bepergian ke Brasília untuk mengajukan petisi kepada pemerintah federal untuk meminta bantuan kemanusiaan.

Lumba-lumba dianggap sebagai indikator kesehatan sungai, yang sangat penting bagi mereka yang tinggal di sepanjang tepi sungai. Lumba-lumba dikenal sebagai boto di Amazon yang memakan piranha dan berwarna merah muda atau abu-abu. Mamalia ini juga berstatus semi-mitologis dalam budaya tradisional, di mana kadang-kadang dikatakan berwujud manusia dan menghamili perempuan.

Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam mengklasifikasikan boto sebagai terancam punah. Boto adalah salah satu dari enam spesies lumba-lumba air tawar yang tersisa di dunia, meskipun dulunya sangat beragam dan melimpah. Salah satunya lumba-lumba sungai Yangtze, yang dikenal sebagai baiji di China, punah karena polusi, lalu lintas sungai, bendungan, dan penangkapan ikan yang berlebihan. Mamalia ini telah ada di Bumi selama 20 juta tahun, namun belum terlihat lagi sejak 2002.

Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya