Liputan6.com, Cilacap - Abu Nawas tersohor salah satunya karena tingkahnya yang kocak. Bahkan dia mampu menyelesaikan persoalan yang berat dengan gaya kocaknya yang tidak akan pernah ada habisnya.
Tentunya membaca kisah-kisahnya dapat membuat hati kita geli dan tidak bisa menahan tawa.
Baca Juga
Advertisement
Abu Nawas merupakan seorang pujangga ternama yang memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami atau terkenal juga dengan sebutan Abu Nuwas.
Sepeninggal ayahnya, Abu Nuwas atau Nawas ini bersama ibundanya pergi ke kota Basra untuk belajar ilmu agama seperti ilmu hadits, sastra Arab, dan ilmu Al-Quran.
Kisah kocak Abu Nawas ini sangat banyak salah satunya terdapat dalam buku yang berjudul “Kisah 1001 malam: Abu Nawas Sang Penggeli Hati” karya MB. Rahimsyah. Kisah Abu Nawas kali ini tentang jawaban cerdas dan kocak Abu Nawas tentang telur dan ayam, mana yang lebih dulu?
Simak Video Pilihan Ini:
Baginda Mengadakan Sayembara
Melihat ayam betinanya bertelur, baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal.
Barang siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman penjara yang menjadi akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.
Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.
Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya,
"Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?" "Telur.” jawab peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur,” kata peserta pertama menjelaskan.
"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda.
Advertisement
Jawaban Peserta Lain
Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. la tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.
Kemudian peserta kedua maju. la berkata,
"Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan.”
"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila teiur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami.” kata peserta kedua dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bingung. la pun dijebloskan ke dalam penjara.
Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;
"Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur,”
"Sebutkan alasanmu,” kata Baginda.
"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina,” kata peserta ketiga meyakinkan.
"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada,” kata Baginda memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri,” peserta ketiga berusaha menjelaskan.
"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?"
Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan ke penjara.
Jawaban Cerdas Abu Nawas
Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam.”
"Coba terangkan secara logis.” kata Baginda ingin tahu.
"Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam.” kata Abu Nawas singkat.
Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak menyanggah alasan Abu Nawas.
Penulis: Khazim Mahrur / Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement