MK Tolak Gugatan, Pemerintah Melenggang Lanjutkan UU Cipta Kerja

MK telah membacakan putusan atas pengujian formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja)

oleh Tira Santia diperbarui 03 Okt 2023, 09:31 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyalami sejumlah orang usai menandatangani draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Baleg DPR menyetujui untuk membawa Perppu Cipta Keria ke Paripurna dan disahkan menjadi Undang-Undang (UU). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan untuk melanjutkan pelaksanaan Undang Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) seiring keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga ini akhirnya menolak gugatan yang dilayangkan terhadap UU Cipta Kerja.

"Mempertimbangkan putusan MK tersebut, Pemerintah terus melaksanakan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU," ujar Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto dalam keterangannya, Selasa (3/10/2023).

Pemerintah berharap pelaksanaan tersebut dapat mendorong perluasan lapangan kerja melalui kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan UMKM, meningkatkan ekosistem investasi, mempercepat proyek strategis nasional.

Kemudian meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, serta memperkuat perekonomian nasional dalam menghadapi situasi perekonomian global mendatang. 

MK telah membacakan putusan atas pengujian formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja), melalui putusan Nomor 54/PUU-XXI/2023 dengan kesimpulan bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

"Dengan demikian, MK menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karena itu UU Cipta Kerja tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat," jelas Haryo.

Adapun putusan MK tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yakni terkait dengan persetujuan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang dinilai tidak melanggar jangka waktu persetujuan, atau tidak persetujuan DPR atas Perpu yang diajukan oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya.

"Jangka waktu tersebut disesuaikan dengan karakteristik masing-masing Perpu dan itikad baik (good faith) dari Presiden untuk proses persetujuan DPR," ujarnya.

 

 


Pertimbangan Lain

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Aksi tersebut untuk memperingati May Day serta menolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan meminta klaster ketenagakerjaan kembali ke substansi UU Nomor 13 Tahun 2003. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Disisi lain, pembentukan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 juga dinilai telah memenuhi persyaratan hal ihwal kegentingan memaksa. Pembentukan Perpu merupakan kewenangan ekslusif Presiden dengan memperhatikan syarat konstitusional.

"Norma konstitusi memberikan pilihan hukum (diskresi) namun harus mendapatkan persetujuan DPR dalam rangka pelaksanaan check and balances," katanya.

Selanjutnya, Perpu Nomor 2 Tahun 2022 juga dinilai tidak melanggar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Pembentukan Perpu merupakan pilihan hukum kebijakan Presiden (presidensial leadership legal policy), sehingga perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 sebagaimana Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 melalui Perpu Nomor 2 Tahun 2022 adalah memiliki kedudukan hukum dan materi yang sama dengan UU.

 


Pinta ke DPR

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Mekanisme meaningfull participation pembuatan Perpu berbeda dengan UU, sehingga dalam pembentukan Perpu tidak relevan untuk melibatkan partisipasi masyarakat.

Namun, DPR wajib menginformasikan ke masyarakat sehingga dapat diakses dan diberikan masukan oleh masyarakat.

Disamping itu, MK juga membacakan putusan atas pengujian UU Cipta Kerja pada Perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, dan 50/PUU-XXI/2023 dengan amar putusan yaitu pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Kemudian kesimpulan dan pertimbangan hukum putusan pada 4 perkara tersebut mutatis mutandis berlaku dengan pertimbangan hukum perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023. Pada perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 MK juga memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan pengujian materiil.

Infografis 6 Pasal Sorotan UU Cipta Kerja (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya