Pakistan Bakal Penjarakan Orang Tua yang Tolak Vaksin Polio

RUU terkait vaksin tersebut berada pada tahap akhir untuk menjadi undang-undang setelah dewan Provinsi Sindh di Pakistan menyetujuinya pada Agustus 2023. Kelak, undang-undang ini akan menghukum orang tua hingga satu bulan penjara bila gagal memvaksinasi anak-anak mereka dan mereka juga dapat didenda hingga USD 168 atau sekitar Rp2,6 juta.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 04 Okt 2023, 19:10 WIB
Penyakit yang berpotensi fatal dan melumpuhkan ini umumnya menyerang anak-anak hingga usia 5 tahun dan biasanya menyebar melalui air yang terkontaminasi. (AP Photo/K.M. Chaudary)

Liputan6.com, Islamabad - Pihak berwenang di salah satu provinsi di Pakistan beralih ke taktik baru yang kontroversial dalam inisiatif pemberantasan polio yang telah berlangsung selama puluhan tahun: penjara.

Bulan lalu, pemerintah Provinsi Sindh memperkenalkan undang-undang yang akan memenjarakan orang tua hingga satu bulan jika mereka tidak memberikan imunisasi polio atau delapan penyakit umum lainnya kepada anak-anak mereka.

Di lain sisi, para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan negara-negara lain khawatir bahwa strategi yang tidak biasa ini akan semakin melemahkan kepercayaan terhadap vaksin polio, terutama di negara yang banyak orang percaya adanya konspirasi palsu mengenai vaksin tersebut.

Permasalahan yang dihadapi oleh para ahli yang mencoba meyakinkan masyarakat mengenai keamanan vaksin juga semakin bertambah, yaitu vaksin oral sekarang menyebabkan sebagian besar kasus polio di seluruh dunia.

Direktur urusan polio WHO di Mediterania Timur Hamid Jafari memperingatkan bahwa undang-undang baru ini bisa menjadi bumerang.

"Pemaksaan itu kontraproduktif," kata Hamid Jafari, seperti dilansir AP, Rabu (4/10/2023).

Dia mengatakan bahwa petugas kesehatan biasanya berhasil meningkatkan tingkat imunisasi di daerah yang ragu-ragu terhadap vaksin dengan mencari tahu alasan penolakan masyarakat dan mengatasi kekhawatiran tersebut, seperti mendatangkan pemimpin politik atau agama yang terpercaya untuk berkomunikasi dengan masyarakat.


Selangkah Lagi Jadi Undang-undang

Pihak berwenang di salah satu provinsi di Pakistan menggunakan taktik baru yang kontroversial dalam upaya pemberantasan polio yang telah berlangsung selama puluhan tahun: penjara. (AP Photo/K.M. Chaudary)

Pakistan dan negara tetangganya Afghanistan adalah negara-negara di mana penyebaran polio tidak pernah berhenti. Penyakit yang berpotensi fatal dan melumpuhkan ini kebanyakan menyerang anak-anak hingga usia lima tahun dan biasanya menyebar melalui air yang terkontaminasi.

WHO dan mitra-mitranya telah memberikan miliaran dosis vaksin sejak mereka pertama kali mencoba memberantas penyakit ini pada tahun 1988. Upaya ini menelan biaya hampir USD 1 miliar per tahun dan sebagian besar didanai oleh negara-negara donor dan organisasi swasta termasuk Bill & Melinda Gates Foundation.

Imunisasi, yang diberikan kepada anak-anak dalam bentuk obat tetes mulut, telah mengurangi kasus polio lebih dari 99 persen. Namun, dalam kasus yang sangat jarang terjadi, virus hidup dalam vaksin dapat menyebabkan polio atau bermutasi menjadi strain yang memicu wabah baru.

Sepanjang tahun ini, terdapat tujuh kasus polio yang disebabkan oleh virus liar – semuanya di Pakistan dan Afghanistan. Sementara itu, lebih dari 270 kasus disebabkan oleh virus yang terkait dengan vaksin di 21 negara di tiga benua.

Pada Januari, sekitar 62.000 orang tua, sebagian besar di Provinsi Sindh, menolak vaksinasi polio, sehingga mendorong pihak berwenang di sana mengusulkan undang-undang baru yang disertai sanksi.

RUU tersebut berada pada tahap akhir untuk menjadi undang-undang setelah dewan provinsi menyetujuinya pada Agustus. Undang-undang ini akan menghukum orang tua hingga satu bulan penjara bila gagal memvaksinasi anak-anak mereka dan mereka juga dapat didenda hingga USD 168 atau sekitar Rp2,6 juta.

Para pejabat mengatakan tujuan utama mereka adalah meningkatkan tingkat imunisasi polio, meskipun penyakit seperti campak, pneumonia, dan pertusis juga termasuk dalam undang-undang tersebut.

Rukhsana Bibi, seorang petugas kesehatan di Karachi, berharap setelah disahkan undang-undang baru kelak mengurangi tingkat penolakan vaksin dan melindungi petugas kesehatan. Karachi dianggap berisiko tinggi terhadap kebangkitan polio.

Bibi mencatat bahwa di masa lalu, orang tua yang melakukan kekerasan atau mengancam telah ditahan oleh polisi. Mereka dibebaskan dengan syarat anak-anak mereka diimunisasi dan membantu tim polio dalam upaya penjangkauan.


Faktor Pemicu Keraguan

Ekspresi seorang anak saat diberikan vaksin polio oleh pekerja kesehatan di Lahore, Pakistan, (9/4). Pakistan meluncurkan vaksinasi polio baru, yang bertujuan agar 38,7 juta anak di bawah usia 5 tahun mendapatkan vaksin tersebut. (AP Photo/KM Chaudary)

Ada beberapa faktor yang memicu keraguan terhadap vaksin di Pakistan. Banyak orang mencurigai pihak luar yang mendanai vaksin dan pemerintah Pakistan sendiri.

"Beberapa percaya pada teori konspirasi palsu bahwa vaksin adalah bagian dari rencana pihak Barat untuk mensterilkan manusia," kata Bibi.

Namun, banyak orang tua lebih memilih agar pemerintah memberikan layanan kesehatan, makanan, atau bantuan keuangan yang lebih baik.

"Para orang tua percaya bahwa hal ini terjadi karena pemerintah mendapat hibah dan sumbangan untuk vaksin tersebut, sehingga pemerintah terus fokus pada (vaksin polio) daripada menyediakan layanan kesehatan dasar," terang Bibi. "Itu membuat para orang tua curiga."

Kepercayaan masyarakat yang sudah terguncang terhadap upaya pemberian vaksin juga merosot pada tahun 2011, ketika Badan Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat (AS) membuat program vaksinasi hepatitis palsu dalam upaya mengumpulkan informasi tentang mantan pemimpin al-Qaeda Osama bin Laden.

Heidi Larson, direktur Proyek Keyakinan Vaksin di London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan sangat menyedihkan bahwa masyarakat begitu tidak percaya pada pemerintah, sehingga mereka tidak percaya bahwa vaksin polio adalah yang terbaik bagi anak-anak mereka.

"Saya rasa dalam situasi seperti ini, memenjarakan orang tua tidak akan membantu," ungkap Larson. "Bukan hanya tidak berhasil, tapi kemungkinan besar akan meningkatkan kemarahan."

Larson membandingkannya dengan mandat vaksin COVID-19 yang diterapkan di sejumlah negara termasuk Australia, Inggris, Prancis, dan AS.

"Ini sebuah tantangan karena ketika Anda berbicara tentang (vaksin) yang memiliki risiko, meskipun risikonya sangat kecil, dapatkah Anda memaksakannya dan membuat orang meminumnya?"


Tindakan Menghukum Mempersulit Bangun Kepercayaan

Seorang anak msaat diberikan vaksin polio oleh pekerja kesehatan di Lahore, Pakistan, (9/4). Pakistan meluncurkan vaksinasi polio baru, yang bertujuan agar 38,7 juta anak di bawah usia 5 tahun mendapatkan vaksin tersebut. (AP Photo/KM Chaudary)

Di beberapa wilayah di Provinsi Sindh, tingkat penolakan terhadap vaksin polio mencapai 15 persen, menurut seorang pejabat pemerintah yang tidak berwenang memberikan komentar secara terbuka dan berbicara dengan syarat anonimitas. Sementara itu, untuk memberantas polio, lebih dari 95 persen penduduk perlu diimunisasi.

Pejabat Sindh menjelaskan bahwa orang tua akan dihukum jika menolak vaksin, tetapi dosis vaksin tidak akan diberikan kepada anak-anak mereka tanpa persetujuan mereka.

Paul Offit, direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia, menuturkan akan sangat sulit untuk membangun kembali kepercayaan dengan tindakan yang bersifat menghukum.

"Vaksin polio oral bukanlah vaksin terbaik, tapi masih jauh lebih baik daripada tidak mendapatkan vaksin sama sekali," kata Offit. "Pada akhirnya, tugas pemerintah adalah membela anak-anak dan kita tahu bahwa jika kita tidak memvaksinasi sejumlah anak, polio akan selalu muncul kembali."

Tahun lalu, virus ini terdeteksi di negara-negara kaya termasuk Inggris, Israel, dan AS untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade.

Vaksin Palsu

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya