Liputan6.com, Jakarta - Seiring banyaknya limbah yang dihasilkan industri fesyen, organisasi nirlaba Slow Factory meluncurkan inisiatif baru yang dikenal sebagai "Garment to Garment". Program itu bertujuan mendidik para talenta fesyen dalam menciptakan pakaian dengan mempertimbangkan penggunaan ulang baju yang tidak terpakai sebagai bahan dari baju yang akan dibuat, yang pada akhirnya akan mengurangi dampak industri fesyen terhadap lingkungan.
Dilansir dari futurevvorld.com, Selasa, 3 Oktober 2023, dengan jumlah pengikut di media sosial yang melebihi setengah juta orang, Slow Factory berdedikasi untuk mengatasi darurat iklim dengan fokus memperjuangkan keadilan iklim dan krisis hak asasi manusia melalui perubahan budaya, sains, dan desain. Organisasi tersebut juga menjunjung tinggi komitmen terhadap "perubahan sistematis untuk pembebasan kolektif."
Advertisement
Inisiatif tersebut dijadwalkan berlangsung mulai September 2023 hingga April 2024. Uji coba ini akan menekankan prinsip desain sirkularitas, dengan membina kelompok yang terdiri dari lima desainer wanita, terutama dari wilayah yang sering diabaikan oleh pusat mode.
Para desainer ini akan berspesialisasi dalam desain untuk membongkar dan mendaur ulang pakaian bekas yang akan mengasah keterampilan dan pengetahuan mereka mengenai sirkularitas. Kelompok desainer fashion tersebut meliputi Desainer Pribumi Korina Emmerich, Desainer Upcycling Makayla Wray, Desainer Upcycling Sarah Nsikak, Desainer Aksesori Upcycling Tega Akinola, dan Desainer untuk Disassembly Mahdiyyah yang berbasis di New York.
Mereka akan mendapat akses ke material deadstock alias limbah fesyen yang disumbangkan oleh merek-merek mewah, seperti Chloé, Miller Knoll, Stella McCartney, dan Gabriela Hearst.
Tujuan Inisiatif Garment to Garment
Inti dari uji coba ini adalah sebagai dorongan bagi para desainer untuk memberikan kehidupan baru pada limbah garmen, dengan menciptakan karya-karya berharga sambil mendokumentasikan dan mengarsipkan karya mereka untuk tujuan pendidikan.
Selain itu, inisiatif ini selaras dengan misi Slow Factory dalam mendemokratisasi pendidikan dan desain, serta memberikan manfaat bagi 30.000 siswa yang saat ini terdaftar dalam program pendidikan terbuka, yang memberi pemberdayaan untuk berbagi pengetahuan "di luar batas institusi dan sistem yang menindas."
Celine Semaan, pendiri Slow Factory, menjelaskan inspirasi dari program tersebut. Ia menyebut bahwa setiap industri, mulai dari otomotif hingga teknologi, memiliki segmen desain pembongkaran sebagai bagian dari rantai pasokan mereka, yang berfokus pada pengambilan barang yang sudah ada dan mendaur ulangnya menjadi barang baru.
"Hal inilah yang ingin diciptakan oleh program ini, sebuah program pelatihan keterampilan baru yang difokuskan pada perancangan untuk perakitan kembali dan pembongkaran. Ini adalah masa depan sistem dan ekonomi sirkular, sebuah gugus tugas yang menggunakan desain untuk mengubah barang-barang yang ada yang biasanya berakhir di tempat pembuangan sampah, untuk mengubah sampah menjadi sumber daya dan produk baru!" katanya.
Advertisement
Sustainability Design dari Dalam Negeri
Inisiatif Garment to Garment memberdayakan para desainer dari "Mayoritas Global" (kulit hitam, pribumi, dan orang kulit berwarna lainnya) untuk meningkatkan praktik mereka sebagai pendaur ulang, berkontribusi sirkular yang signifikan terhadap keadilan iklim dan tujuan hak asasi manusia. Pada April 2024, pakaian yang telah selesai akan dipamerkan di Forum Mode Berkelanjutan di Austin, Texas, Amerika Serikat.
Dari dalam negeri, konsep fesyen ramah lingkungan juga diterapkan oleh brand (X) S, M, L, yang turut hadir pada Rakuten Fashion Week dengan mengangkat tema sustainability design berjudul Be Sustainable Be Fashion. Sekitar lebih dari 60 looks ditampilkan saat pertunjukan.
Keseluruhan desainnya diklaim mengedepankan konsep sustainable, dengan tiga hal penting yang diangkat, yaitu penggunaan bahan yang melalui proses alami, design konsep bertema Mix and Match yang mudah dipadupadankan, dan desain yang versatile atau multi fungsi.
Menurut Lead Creative and Design dari (X)S.M.L, Jun Mardian dan Gerda K, koleksi sustainable (X)S.M.L yang ditampilkan dalam Rakuten Fashion Show SS2024 sekaligus mengawali reborn dari brand ini yang mengedepankan ramah lingkungan, dengan kualitas terbaik dan desain-desain yang sifatnya abadi yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama.
Edukasi Bahaya Sampah dari Industri Fesyen
"Bahan yang digunakan untuk koleksi SS2024 ini memang belum sepenuhnya menggunakan proses alami, namun komitmen (X)S.M.L akan terus fokus kepada konsep sustain yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak buruk limbah industri dan menciptakan ekosistem yang berkesinambungan," tutur Berta Guritno sebagai Managing Director.
(X)S.M.L Tidak hanya pada menggunakan bahan dengan proses alami saja. Di laman Instagramnya, (X) S.M.L juga mengedukasi tentang bahaya sampah yang dihasilkan oleh industri fesyen, misalnya penggunaan tekstil di dunia kebanyakan memakai insektisida. Karena insektisida yang berbahaya, (X) S.M.L hadirkan solusi dengan sustainable fashion.
Walau menggunakan proses alami, bahan-bahan yang digunakan untuk koleksi ini tetap mengedepankan kualitas terbaik, dari sisi kualitas produksi sampai dengan design-design yang bersifat abadi atau klasik yang bisa dipakai untuk waktu yang lama. (X)S.M.L mengajak untuk tidak hanya para produsen fashion namun juga kepada pengguna dan pecinta fashion untuk bersama-sama lebih peduli terhadap lingkungan.
Advertisement